
Studi: Hydroxychloroquin Berisiko Kematian Bagi Pasien Corona
Savira Wardoyo, CNBC Indonesia
22 April 2020 15:16

Jakarta, CNBC Indonesia- Ternyata, obat hydroxychloroquin yang dipuji-puji oleh Presiden AS Donald Trump tidak punya efek signifikan ke penyembuhan pasien covid-19. Bahkan, hasil studi menyebut obat ini lebih berisiko mempertinggi angka kematian.
Mengutip CNN Internasional, hasil uji coba ke ratusan pasien di pusat Administrasi Kesejatan Veteran AS mencatat tingkat kematian lebih tinggi untuk pasien yang mengkonsumsi obat ini ketimbang yang tidak mengkonsumsi.
Hasil studi yang didanai oleh University of Virginia ini bisa dibaca di situs medrxiv.org ini menampilkan grafis medis berupa pre-print (yang artinya tidak dipublikasikan di jurnal).
Dalam laporan disebutkan dari 368 pasien, 97 pasien yang menggunakan hydroxychloroquine memiliki tingkat kematian 27,8%. Namun, 158 pasien yang tidak menggunakan obat memiliki tingkat kematian 11,4%.
"Asosiasi peningkatan kematian secara keseluruhan diidentifikasi pada pasien yang diobati dengan hydroxychloroquine saja. Temuan ini menyoroti pentingnya menunggu hasil studi prospektif, acak, terkontrol sebelum adopsi yang luas dari obat ini," kata si peneliti yang bekerja Sistem Perawatan Kesehatan VA Columbia di South Carolina, University of South Carolina dan University of Virginia.
Para peneliti juga melihat apakah dengan menggunakan hydroxychloroquine atau mengkombinasikan hydroxychloroquine dan antibiotik azithromycin akan memiliki efek pada pasien untuk tetap menggunakan ventilator.
"Dalam penelitian ini, kami tidak menemukan bukti bahwa penggunaan hydroxychloroquine, baik dengan atau tanpa azitromisin, mengurangi risiko ventilasi mekanik pada pasien yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19".
Hingga saat ini tidak ada produk yang disetujui oleh BPOM AS untuk mencegah atau mengobati Covid-19, meskipun penelitian sedang dilakukan pada banyak obat.
Hydroxychloroquine pun merupakan obat yang telah digunakan selama beberapa dekade untuk mengobati pasien dengan penyakit seperti malaria, lupus dan rheumatoid arthritis.
Sampai-sampai Presiden Donald Trump juga ikut menggembar-gemborkan obat ini sebagai "game changer" untuk Covid-19 dan mengatakan hydroxychloroquine menunjukkan "janji yang luar biasa."
Di sisi lain Dokter telah memperingatkan bahwa antusiasme Trump tentang obat tersebut, masih perlu dipelajari untuk melihat apakah itu bekerja dan apakah itu aman.
Dalam studi terbaru lainnya, para peneliti di Perancis memeriksa rekam medis untuk 181 pasien Covid-19 yang menderita pneumonia dan membutuhkan oksigen tambahan.
Sekitar setengahnya menggunakan hydroxychloroquine dalam waktu 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan setengahnya tidak. Dalam penelitian ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam tingkat kematian kedua kelompok atau peluang mereka untuk dirawat di unit perawatan intensif. Namun, ditemukan 8 pasien yang menggunakan obat tersebut mengalami irama jantung abnormal dan harus berhenti meminumnya.
Sama seperti penelitian sebelumnya, Penelitian ini juga belum ditinjau para ahli ataupun diterbitkan dalam jurnal medis.
(gus) Next Article Obat Malaria Mulai Diuji Coba Buat Pasien Corona di AS
Mengutip CNN Internasional, hasil uji coba ke ratusan pasien di pusat Administrasi Kesejatan Veteran AS mencatat tingkat kematian lebih tinggi untuk pasien yang mengkonsumsi obat ini ketimbang yang tidak mengkonsumsi.
Hasil studi yang didanai oleh University of Virginia ini bisa dibaca di situs medrxiv.org ini menampilkan grafis medis berupa pre-print (yang artinya tidak dipublikasikan di jurnal).
"Asosiasi peningkatan kematian secara keseluruhan diidentifikasi pada pasien yang diobati dengan hydroxychloroquine saja. Temuan ini menyoroti pentingnya menunggu hasil studi prospektif, acak, terkontrol sebelum adopsi yang luas dari obat ini," kata si peneliti yang bekerja Sistem Perawatan Kesehatan VA Columbia di South Carolina, University of South Carolina dan University of Virginia.
Para peneliti juga melihat apakah dengan menggunakan hydroxychloroquine atau mengkombinasikan hydroxychloroquine dan antibiotik azithromycin akan memiliki efek pada pasien untuk tetap menggunakan ventilator.
"Dalam penelitian ini, kami tidak menemukan bukti bahwa penggunaan hydroxychloroquine, baik dengan atau tanpa azitromisin, mengurangi risiko ventilasi mekanik pada pasien yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19".
Hingga saat ini tidak ada produk yang disetujui oleh BPOM AS untuk mencegah atau mengobati Covid-19, meskipun penelitian sedang dilakukan pada banyak obat.
Hydroxychloroquine pun merupakan obat yang telah digunakan selama beberapa dekade untuk mengobati pasien dengan penyakit seperti malaria, lupus dan rheumatoid arthritis.
Sampai-sampai Presiden Donald Trump juga ikut menggembar-gemborkan obat ini sebagai "game changer" untuk Covid-19 dan mengatakan hydroxychloroquine menunjukkan "janji yang luar biasa."
Di sisi lain Dokter telah memperingatkan bahwa antusiasme Trump tentang obat tersebut, masih perlu dipelajari untuk melihat apakah itu bekerja dan apakah itu aman.
Dalam studi terbaru lainnya, para peneliti di Perancis memeriksa rekam medis untuk 181 pasien Covid-19 yang menderita pneumonia dan membutuhkan oksigen tambahan.
Sekitar setengahnya menggunakan hydroxychloroquine dalam waktu 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan setengahnya tidak. Dalam penelitian ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam tingkat kematian kedua kelompok atau peluang mereka untuk dirawat di unit perawatan intensif. Namun, ditemukan 8 pasien yang menggunakan obat tersebut mengalami irama jantung abnormal dan harus berhenti meminumnya.
Sama seperti penelitian sebelumnya, Penelitian ini juga belum ditinjau para ahli ataupun diterbitkan dalam jurnal medis.
(gus) Next Article Obat Malaria Mulai Diuji Coba Buat Pasien Corona di AS
Most Popular