
Internasional
Ini Cara Melacak Orang yang Berkontak dengan Pasien Corona!
Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
09 March 2020 13:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Jumlah penderita corona makin hari makin bertambah. Pemerintah banyak negara-pun kini seakan berlomba dengan waktu, untuk mengidentifikasi semua orang yang pernah berhubungan dengan korban corona, guna meminimalisir penyebaran.
Prosedur ini dikenal sebagai pelacakan kontak (contact tracing). Ini merupakan prosedur standar untuk kasus epidemi virus, bukan hanya corona tapi Ebola yang mewabah di Afrika Barat dan SARS yang terjadi pada awal 2000-an.
Walaupun prosedur ini sangat melelahkan tetapi berpotensi menyelamatkan jiwa. Setidaknya hal ini diutarakan pejabat negara, yang kini tengah berperang melawan corona.
"Penyelidikan epidemiologis mendalam berguna untuk mengidentifikasi dan menghubungi semua orang yang telah melakukan kontak dekat dengan pasien-pasien ini. Tujuannya adalah untuk menahan penyebaran dan pemutusan saluran transmisi," tegas pejabat kementerian kesehatan Perancis Bruno Coignard, dikutip dari AFP akhir pekan ini.
Pelacakan kontak ini dimulai dengan meminta pasien mengidentifikasi semua individu yang ia temui sebelumnya. Setelah pasien membuat daftar, orang-orang di dalamnya akan dihubungi oleh para peneliti.
Mereka kemudian diklasifikasikan dalam strata risiko. Apakah diabaikan, lemah atau sedang/tinggi.
Mereka yang termasuk dalam kategori akhir (sedang/tinggi) adalah individu yang berpotensi tertular dengan pasien. "Karena melakukan kontak dekat, tatap muka, atau berjarak kurang dari satu meter untuk jangka waktu setidaknya 10-15 menit," kata Coignard.
Ujung lain dari hal ini adalah orang-orang yang pernah melakukan kontak sekilas atau sesekali dengan seorang pasien. "Namun jika Anda bertemu satu sama lain di jalan, tidak ada alasan untuk transmisi terjadi," jelasnya.
Mereka yang berisiko paling tinggi diminta untuk tinggal di rumah, mengukur suhunya dua kali sehari dan memberi tahu otoritas kesehatan jika mereka menunjukkan gejala infeksi.
Jika memang menjadi suspect, mereka menerima telepon setiap hari dari petugas kesehatan untuk memastikan mereka mematuhi karantina sendiri.
Sementara untuk resiko lemah atau menengah, mereka juga diperintahkan untuk mengukur suhu dua kali sehari dan menghubungi dokter jika mereka mengalami gejala. Mereka bahkan diizinkan keluar selama periode pemantauan.
Karantina ini biasanya berlangsung selama dua minggu, yang dianggap sebagai periode inkubasi maksimum untuk virus corona.
Di Prancis dan Inggris, proses tersebut tampaknya berhasil dengan baik. Dalam satu contoh, seorang pria berusia 64 tahun yang dirawat di rumah sakit di Prancis memberikan 60 daftar individu yang pernah bersinggungan dengannya.
Bahkan di Prancis, para pekerja berhak mendapatkan kompensasi untuk hari-hari yang mereka habiskan di rumah, jika mereka melakukan masa inkubasi selama 14 hari.
Tetapi Daniel Levy-Bruhl dari Public Health France memperingatkan bahwa setiap kasus berbeda.
"Itu mungkin tergantung pada jumlah virus yang dikeluarkan setiap individu, pada kehidupan sosial mereka antara saat mereka mulai menunjukkan tanda-tanda (infeksi) dan ketika mereka terisolasi," katanya.
Sementara negara-negara maju memiliki infrastruktur untuk mengelola pelacakan kontak pada beban kasus saat ini, ada kekhawatiran bahwa negara-negara yang kurang berkembang mungkin berjuang untuk mencegah penularan yang lebih luas.
"Kekhawatirannya adalah bahwa mungkin ada negara lain yang kurang siap dan bahwa virus tersebut dapat menjadi lebih luas di seluruh dunia," kata Dr. Martin Hibberd, profesor Emerging Infectious Disease di London School of Hygiene & Tropical Medicine di Inggris.
"Jika itu terjadi, bahkan sistem (yang dikembangkan) mungkin akan berjuang untuk dapat memeriksa setiap kemungkinan tersangka," tukasnya.
Hingga kini, menurut data Arcgis by John Hopkins CSSE pada Senin (9/3/2020), kasus virus corona terkonfirmasi secara global ada sebanyak 110.041 kasus, dengan 3.825 kasus kematian, dan 61.979 kasus berhasil sembuh.
(sef/sef) Next Article Kalem! Ini yang Harus Dilakukan Bila Tertular Covid Omicron
Prosedur ini dikenal sebagai pelacakan kontak (contact tracing). Ini merupakan prosedur standar untuk kasus epidemi virus, bukan hanya corona tapi Ebola yang mewabah di Afrika Barat dan SARS yang terjadi pada awal 2000-an.
"Penyelidikan epidemiologis mendalam berguna untuk mengidentifikasi dan menghubungi semua orang yang telah melakukan kontak dekat dengan pasien-pasien ini. Tujuannya adalah untuk menahan penyebaran dan pemutusan saluran transmisi," tegas pejabat kementerian kesehatan Perancis Bruno Coignard, dikutip dari AFP akhir pekan ini.
Pelacakan kontak ini dimulai dengan meminta pasien mengidentifikasi semua individu yang ia temui sebelumnya. Setelah pasien membuat daftar, orang-orang di dalamnya akan dihubungi oleh para peneliti.
Mereka kemudian diklasifikasikan dalam strata risiko. Apakah diabaikan, lemah atau sedang/tinggi.
Mereka yang termasuk dalam kategori akhir (sedang/tinggi) adalah individu yang berpotensi tertular dengan pasien. "Karena melakukan kontak dekat, tatap muka, atau berjarak kurang dari satu meter untuk jangka waktu setidaknya 10-15 menit," kata Coignard.
Ujung lain dari hal ini adalah orang-orang yang pernah melakukan kontak sekilas atau sesekali dengan seorang pasien. "Namun jika Anda bertemu satu sama lain di jalan, tidak ada alasan untuk transmisi terjadi," jelasnya.
Mereka yang berisiko paling tinggi diminta untuk tinggal di rumah, mengukur suhunya dua kali sehari dan memberi tahu otoritas kesehatan jika mereka menunjukkan gejala infeksi.
Jika memang menjadi suspect, mereka menerima telepon setiap hari dari petugas kesehatan untuk memastikan mereka mematuhi karantina sendiri.
Sementara untuk resiko lemah atau menengah, mereka juga diperintahkan untuk mengukur suhu dua kali sehari dan menghubungi dokter jika mereka mengalami gejala. Mereka bahkan diizinkan keluar selama periode pemantauan.
Karantina ini biasanya berlangsung selama dua minggu, yang dianggap sebagai periode inkubasi maksimum untuk virus corona.
Di Prancis dan Inggris, proses tersebut tampaknya berhasil dengan baik. Dalam satu contoh, seorang pria berusia 64 tahun yang dirawat di rumah sakit di Prancis memberikan 60 daftar individu yang pernah bersinggungan dengannya.
Bahkan di Prancis, para pekerja berhak mendapatkan kompensasi untuk hari-hari yang mereka habiskan di rumah, jika mereka melakukan masa inkubasi selama 14 hari.
Tetapi Daniel Levy-Bruhl dari Public Health France memperingatkan bahwa setiap kasus berbeda.
"Itu mungkin tergantung pada jumlah virus yang dikeluarkan setiap individu, pada kehidupan sosial mereka antara saat mereka mulai menunjukkan tanda-tanda (infeksi) dan ketika mereka terisolasi," katanya.
Sementara negara-negara maju memiliki infrastruktur untuk mengelola pelacakan kontak pada beban kasus saat ini, ada kekhawatiran bahwa negara-negara yang kurang berkembang mungkin berjuang untuk mencegah penularan yang lebih luas.
"Kekhawatirannya adalah bahwa mungkin ada negara lain yang kurang siap dan bahwa virus tersebut dapat menjadi lebih luas di seluruh dunia," kata Dr. Martin Hibberd, profesor Emerging Infectious Disease di London School of Hygiene & Tropical Medicine di Inggris.
"Jika itu terjadi, bahkan sistem (yang dikembangkan) mungkin akan berjuang untuk dapat memeriksa setiap kemungkinan tersangka," tukasnya.
Hingga kini, menurut data Arcgis by John Hopkins CSSE pada Senin (9/3/2020), kasus virus corona terkonfirmasi secara global ada sebanyak 110.041 kasus, dengan 3.825 kasus kematian, dan 61.979 kasus berhasil sembuh.
(sef/sef) Next Article Kalem! Ini yang Harus Dilakukan Bila Tertular Covid Omicron
Most Popular