
Tiket Rp 14 Juta Wisata Pulau Komodo, Ini PR Berat Jokowi!

Melihat potensi wisatawan super tajir dunia, pemerintahan Joko Widodo pun tergiur untuk ikut mengembangkannya. Namun, seberapa besar peluang menyulap TN Komodo menjadi tujuan wisata premium? Berikut ini ulasannya.
Kami menggunakan barometer yang disusun oleh IE University dan Mastercard, untuk menyebut destinasi wisata sebagai tujuan ‘wisata premium’. Dalam proyek bernama Premium Travel Barometer (2016), mereka mematok 10 parameter untuk mengukur sebuah tempat wisata layak menjadi wisata premium.
Sebagai satu-satunya lokasi “naga hidup” yang juga berstatus langka (dilindungi), biosfer TN Komodo secara natural memerlukan konsep wisata premium. Limpahan wisatawan yang terlalu banyak memang bisa merusak daya dukung ekologi Pulau Komodo bagi sang naga langka.
Keunikan dan kebutuhan alamiah Pulau Komodo tersebut secara otomatis membuatnya meraih tiga poin kelayakan dalam barometer wisata premium yakni personalisasi, pengalaman kembali ke alam, dan antrian-pemesanan.
Sifat premiumnya tidak berdasarkan pada aspek kemewahan, melainkan kelangkaan alamiah. Pemberlakuan kuota wisatawan akan membuat Pulau Komodo menjadi unik dan membagikan pengalaman ekslusif bagi pengunjung, meski tidak menyediakan paket wisata yang mewah--dalam pengertian masyarakat modern.
Dua poin lain yang berpeluang tersedia adalah jaringan internet dan pemesanan online. Lewat program internet desa (Warung Ides) oleh PT Indonesia Comnets Plus (anak usaha PLN), pemerintah telah membangun konetivitas di Labuan Bajo. Hanya perlu memperbesar skalanya.
Pemesanan online juga relatif sudah tersedia untuk melayani wisatawan. Demikian juga dengan kekayaan makanan Indonesia yang menyajikan pengalaman premium bagi wisatawan. Syaratnya, harus bisa mengemasnya menjadi sajian menu gastronomi yang ekslusif.
Total, Pulau Komodo memenuhi enam, atau separuh lebih barometer wisata premium versi IE University. Namun, masih ada empat pekerjaan yang menunggu untuk diselesaikan yakni desain pengalaman, manajemen kualitas, konsep kecil-itu-indah, dan bleisure.
Poin pertama terkait dengan branding dan marketing yakni desain pengalaman, dan tiga lainnya terkait dengan kemampuan mengonsep jasa layanan wisata premium, dikombinasikan dengan ketersediaan fasilitas premium (hotel dan restoran) serta infrastruktur dasar (air minum, sanitasi, dan listrik).
![]() |
Ini yang menjadi tantangan terbesar pemerintah. Meski wisata berbasis keunikan alamiah, bukan berarti wisatawan premium tidak membutuhkan fasilitas akomodasi kelas wahid.