Saat Resesi, 5 Aset Ini Bisa Jadi Pilihan Investasi

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
15 August 2019 15:15
Risiko resesi telah meningkat tajam akhir-akhir ini
Foto: Ist
Jakarta, CNBC Indonesia - Risiko resesi telah meningkat tajam akhir-akhir ini. Disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari pelemahan mata uangĀ China (yuan) yang menyentuh rekor terendah 11 tahun, ketidakjelasan sikap Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam perang dagang, hingga langkah bank-bank sentral dunia yang ramai-ramai menurunkan suku bunga.

Semua ketidakpastian itu membuat investor kelabakan, mencari aset investasi yang lebih stabil. Sebab, semua sentimen itu telah membuat pasar saham bergejolak liar.


Mengutip Business Insider, ada lima aset yang secara historis banyak diburu investor saat pasar saham kacau. Berikut aset-aset tersebut:

Obligasi Negara

Berinvestasi di obligasi Treasury (T-bonds) terkenal lebih aman dibandingkan saham. Itu karena T-bonds dijamin oleh pemerintah federal, yang dapat meningkatkan pajak atau memotong pengeluaran untuk memastikan pembayaran dilakukan kepada pemegang obligasi. Ini berarti, Treasury AS memiliki risiko gagal bayar yang sangat kecil.

Meskipun obligasi pemerintah tidak sepenuhnya tangguh selama resesi ekonomi, namun sifat beli-tahan (buy-and-hold) dan pembayaran kupon yang stabil, jelas menarik bagi investor yang tidak begitu menyukai volatilitas di pasar saham.


Emas

Meskipun harganya berubah setiap hari, daya tarik emas dan kelangkaan emas menjadikannya salah satu dari banyak 'safe haven' atau aset paling aman yang populer di kalangan investor yang ingin keluar dari gejolak pasar saham. Emas sekarang ini dijual dengan harga lebih dari US$ 1.500 per ons, level tertinggi dalam enam tahun.

China telah menimbun emas selama delapan bulan berturut-turut, di mana cadangannya mencapai sekitar US$ 93 miliar logam mulia pada akhir Juli. Langkah ini dipandang sebagai sikap jaga-jaga di tengah perang dagang dan ekonomi nasional yang melambat. Langkah China ini sendiri telah membantu mendorong harga emas menjadi lebih mahal.

Meskipun nilai emas berfluktuasi dalam jangka pendek, namun pergerakannya tahan terhadap inflasi dan deflasi. Selain itu, ketidakpastian geopolitik telah menaikkan permintaan emas, membuat harganya lebih tinggi karena investor banyak yang berpindah berinvestasi ke logam. Fakta bahwa emas tetap menjadi komoditas berharga selama berabad-abad membentuk preseden yang kuat untuk menjadikannya sebagai aset alternatif.

Saham Defensif

Kategori 'saham defensif' terdiri dari perusahaan di segmen makanan, perlengkapan rumah, perawatan kesehatan, utilitas, dan real estat. Saham semacam itu juga cenderung membayar dividen kepada pemegang sahamnya, menjamin bentuk pendapatan yang kecil namun stabil.

Saham defensif cenderung mengungguli sektor-sektor lain selama resesi karena kuatnya kebutuhan terhadap hal-hal tersebut. Bahkan selama periode resesi ekonomi, konsumen akan membutuhkan produk yang dijual oleh perusahaan-perusahaan tersebut, dan permintaan yang tetap ada membuat perusahaan-perusahaan ini bertahan bahkan selama masa ekonomi yang paling sulit.

Beberapa saham defensif besar termasuk Coca-Cola, Johnson & Johnson, dan Philip Morris. Perusahaan-perusahaan ini masih berdagang setiap hari dan mengikuti tren pasar yang luas, tetapi bagi mereka yang lebih suka menyimpan uang mereka di saham, bisnis ini memiliki pengembalian yang lebih baik daripada sektor yang lain di pasar yang sedang lesu (bearish).

Dolar

Sudah banyak yang tahu bahwa dolar AS masih menjadi salah satu aset paling stabil di seluruh dunia. Berinvestasi di uang tunai menjauhkan para investor dari gejolak liar harga saham. Bahkan, nilainya bisa naik saat masa deflasi, ketika daya beli dolar naik.

Cadangan uang tunai juga memberi para investor peluang untuk membeli aset-aset lain ketika harganya turun selama krisis ekonomi. Membeli aset pada saat harganya rendah membuat biaya rata-rata kepemilikan menjadi rendah. Investor juga bisa mendapatkan pengembalian yang menguntungkan ketika pasar rebound.

Perumahan

Seperti halnya saham-saham defensif, real estat merupakan kebutuhan bagi individu, dan ketika populasi dunia bertambah, berinvestasi di sektor ini jelas menguntungkan. Harga rumah umumnya turun selama resesi. Jika ekonomi mengikuti siklus historisnya dan pulih dari posisi terendahnya, harga rumah akan naik kembali.

Real estat juga hadir dalam berbagai bentuk, sehingga investor dapat memilih jenis rumah seerti apa untuk berinvestasi, mulai dari apartemen studio tunggal hingga rumah mewah. Menyewakan rumah atau apartemen yang dibeli juga dapat berfungsi sebagai aliran pendapatan tetap saat pemilik menunggu untuk menjualnya.

[Gambas:Video CNBC]
(sef/sef) Next Article Tak Peduli Resesi, Orang Kaya Jakarta Masih Antre Belanja LV

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular