
Perkembangan Teknologi
Tak Punya Sepeda, Yuk! Gowes di Monas Gratis
Fikri Muhammad, CNBC Indonesia
23 February 2019 12:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Jam menunjukkan Pukul 13.00 WIB, wisatawan tampak ramai di Kawasan seputaran Monas. Matahari di atas kepala membuat baju mereka basah terkucur keringat.
Sebagian diantara mereka berteduh di bawah pohon rindang, menhindari terik panas matahari.
Namun tidak bagi Ayu (27) wanita asal Makassar yang bersepeda di siang bolong sambil membuat film dokumenter. Ia mengayuh sepeda dari layanan bike-sharing bernama GOWES dengan enjoy.
Ayu membuka kunci sepeda setelah mengunduh aplikasi, lalu memindainya dengan QR Code yang berada di bawah jok sepeda. Sepeda bike-sharing lengkap dengan teknologi IoT (Internet of Things). Membuatnya bisa melacak pemakai dan mencegah pencurian melalui sensor.
Tidak dikenakan biaya, Ayu cukup senang dengan kehadiran bike-sharing, membuatnya mengenang masa kecil, menurut pengakuanya.
Sepeda bike-sharing GOWES memang dikenakan tarif berbeda di setiap kawasan mulai dari layanan gratis sampai berbayar sekitar Rp 10.000 - Rp 20.000 yang bisa dipakai sepuasnya.
Pelopor
PT Surya Teknologi Perkasa (STP) merupakan perusahaan penyedia layanan bike-sharing untuk Kawasan Monas ini. Pada awal berdiri STP bukanlah penyedia jasa bike sharing, tapi perusahaan pengembang peta digital yang berdiri pada 2014, lalu bergabung dengan grup M-Cash pada 2017.
Iwan Suryaputra yang merupakan direktur STP merupakan figur dibalik keberadaan Gowes. Ia melihat moda transportasi jarak pendek Indonesia masih minim untuk mendukung trasportasi umum.
Melalui transportasi ini, Iwan berharap bisa memudahkan seseorang jika ingin pergi ke atm atau mengkoneksikan pejalan kaki yang ingin sampai ke transportasi umum dengan cepat. Tak perlu jalan kaki untuk pergi ke kantor dari stasiun.
GOWES mulanya ingin menjajal bike sharing ke hadapan publik melalui kawasan tertutup, seperti Monas, GBK, Garuda Wisnu Kencana, Perumahan, hotel, dan Universitas. Pasalnya, GOWES belum beroperasi di kawasan terbuka karena butuh izin dari pemerintah setempat.
Mereka tak hanya bermain bisnis di berbagi kendaraan saja. Adalagi platform sharing dan peta digital. Strateg ini merupakan inovasi GOWES untuk menciptakan perusahaan yang monotizing dan established.
"Nah, kami sudah mendapat penawaran dari perusahaan luar negeri untuk memakai platform aplikasi kami. Seperti misalnya untuk kendaraan sharing otoped mereka, jadinya co-branding. Mereka punya nama perusahaan nanti ditambah powered by GOWES Indonesia," kata Iwan Suryaputra Direktur GOWES pada CNBC Indonesia di GBK, Jakarta (8/2/2019).
Iwan merasa memang saat ini GOWES belum mencapai break event point. Istilah bakar uang dalam dunia start-up diyakini Iwan terjadi jika start-up hanya mengandalkan satu pilar pendapatan saja.
"Kita melihat tren positif dan mudah-mudahan di tahun 2019 mencapai target minimum break event point. Dari 3 pilar (bike-sharing, platform aplikasi, peta digital) itu kita tidak melihat mana yang lebih banyak atau sedikit. Sinergi ini yang menjadi keuntungan bagi perusahaan," ucap Iwan.
Dari hasil uji coba selama 3 bulan lebih warga Jakarta menyambut baik layanan bike-sharing GOWES di Monas. Pada tahap uji coba tersebut terdapat 100 unit sepeda gratis.
Dukungan Pemerintah
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jakarta Smart City, Setiaji terus mendukung upaya bisnis bike-sharing di Indonesia. Jakarta juga sudah berintegrasi dengan layanan bike-sharing GOWES sejak 2018.
Setiaji menghimbau untuk para pengusaha bike-sharing supaya bisa mengikuti regulasi dan aturan dari pemerintah supaya bisnis mereka bisa dudukung.
Selain itu, Pemprov DKI juga telah mengkaji impelementasi di Jakarta dan bekerja sama dengan organisasi perangkat daerah.
"Kami terus mempertimbangkan regulasi yang baik agar inovasi bike-sharing dapat memberikan dampak positif bagi Kota Jakarta secara keseluruhan dan terhindar dari kegagalan beberapa kota yang menerapkan bike-sharing," ungkap Setiaji melalui pesan singkat kepada CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.
Praktik bike-sharing menjadi sebuah layanan yang dapat memicu penggunaan sepeda sebagai moda transportasi perkotaan yang aktif dan ramah lingkungan. Bike-sharing dapat mengisi porsi perjalanan dari dan menuju halte Transjakarta atau biasa disebut sebagai first & last mile solution.
Oleh Karena itu, Institute for Trasportation & Development Policy (ITDP) sangat mendukung kehadiran bike-sharing sebagai pelengkap dari sistem angkutan umum massal sejak tahun 2013.
Udayalaksmanakartiyasa Halim, Research & Policy Manager ITDP, mengatakan bahwa kordinasi antara perusahaan dan pemerintah itu perlu. Supaya pemerintah menempatkan bike-sharing sesuai pada skema mobilitas suatu kota. Hal ini berguna untuk memudahkan transisi penggunaan transportasi buat penduduk Indonesia.
Karena itu, sebaiknya bike-sharing diposisikan sebagai pendukung dari sistem angkutan umum massal. Fokus pasar untuk bike-sharing lebih mudah jika mengadopsi sistem ini. Melihat tren pembangunan angkutan massal di berbagai kota saat ini sedang massif-masifnya menurut Udaya.
(hps/hps) Next Article Harga Sepeda Mulai 'Digoreng', Kok Bisa?
Sebagian diantara mereka berteduh di bawah pohon rindang, menhindari terik panas matahari.
Namun tidak bagi Ayu (27) wanita asal Makassar yang bersepeda di siang bolong sambil membuat film dokumenter. Ia mengayuh sepeda dari layanan bike-sharing bernama GOWES dengan enjoy.
Tidak dikenakan biaya, Ayu cukup senang dengan kehadiran bike-sharing, membuatnya mengenang masa kecil, menurut pengakuanya.
Sepeda bike-sharing GOWES memang dikenakan tarif berbeda di setiap kawasan mulai dari layanan gratis sampai berbayar sekitar Rp 10.000 - Rp 20.000 yang bisa dipakai sepuasnya.
Pelopor
PT Surya Teknologi Perkasa (STP) merupakan perusahaan penyedia layanan bike-sharing untuk Kawasan Monas ini. Pada awal berdiri STP bukanlah penyedia jasa bike sharing, tapi perusahaan pengembang peta digital yang berdiri pada 2014, lalu bergabung dengan grup M-Cash pada 2017.
Iwan Suryaputra yang merupakan direktur STP merupakan figur dibalik keberadaan Gowes. Ia melihat moda transportasi jarak pendek Indonesia masih minim untuk mendukung trasportasi umum.
Melalui transportasi ini, Iwan berharap bisa memudahkan seseorang jika ingin pergi ke atm atau mengkoneksikan pejalan kaki yang ingin sampai ke transportasi umum dengan cepat. Tak perlu jalan kaki untuk pergi ke kantor dari stasiun.
GOWES mulanya ingin menjajal bike sharing ke hadapan publik melalui kawasan tertutup, seperti Monas, GBK, Garuda Wisnu Kencana, Perumahan, hotel, dan Universitas. Pasalnya, GOWES belum beroperasi di kawasan terbuka karena butuh izin dari pemerintah setempat.
Mereka tak hanya bermain bisnis di berbagi kendaraan saja. Adalagi platform sharing dan peta digital. Strateg ini merupakan inovasi GOWES untuk menciptakan perusahaan yang monotizing dan established.
![]() |
"Nah, kami sudah mendapat penawaran dari perusahaan luar negeri untuk memakai platform aplikasi kami. Seperti misalnya untuk kendaraan sharing otoped mereka, jadinya co-branding. Mereka punya nama perusahaan nanti ditambah powered by GOWES Indonesia," kata Iwan Suryaputra Direktur GOWES pada CNBC Indonesia di GBK, Jakarta (8/2/2019).
Iwan merasa memang saat ini GOWES belum mencapai break event point. Istilah bakar uang dalam dunia start-up diyakini Iwan terjadi jika start-up hanya mengandalkan satu pilar pendapatan saja.
"Kita melihat tren positif dan mudah-mudahan di tahun 2019 mencapai target minimum break event point. Dari 3 pilar (bike-sharing, platform aplikasi, peta digital) itu kita tidak melihat mana yang lebih banyak atau sedikit. Sinergi ini yang menjadi keuntungan bagi perusahaan," ucap Iwan.
Dari hasil uji coba selama 3 bulan lebih warga Jakarta menyambut baik layanan bike-sharing GOWES di Monas. Pada tahap uji coba tersebut terdapat 100 unit sepeda gratis.
Dukungan Pemerintah
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jakarta Smart City, Setiaji terus mendukung upaya bisnis bike-sharing di Indonesia. Jakarta juga sudah berintegrasi dengan layanan bike-sharing GOWES sejak 2018.
Setiaji menghimbau untuk para pengusaha bike-sharing supaya bisa mengikuti regulasi dan aturan dari pemerintah supaya bisnis mereka bisa dudukung.
Selain itu, Pemprov DKI juga telah mengkaji impelementasi di Jakarta dan bekerja sama dengan organisasi perangkat daerah.
"Kami terus mempertimbangkan regulasi yang baik agar inovasi bike-sharing dapat memberikan dampak positif bagi Kota Jakarta secara keseluruhan dan terhindar dari kegagalan beberapa kota yang menerapkan bike-sharing," ungkap Setiaji melalui pesan singkat kepada CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.
Praktik bike-sharing menjadi sebuah layanan yang dapat memicu penggunaan sepeda sebagai moda transportasi perkotaan yang aktif dan ramah lingkungan. Bike-sharing dapat mengisi porsi perjalanan dari dan menuju halte Transjakarta atau biasa disebut sebagai first & last mile solution.
Oleh Karena itu, Institute for Trasportation & Development Policy (ITDP) sangat mendukung kehadiran bike-sharing sebagai pelengkap dari sistem angkutan umum massal sejak tahun 2013.
Udayalaksmanakartiyasa Halim, Research & Policy Manager ITDP, mengatakan bahwa kordinasi antara perusahaan dan pemerintah itu perlu. Supaya pemerintah menempatkan bike-sharing sesuai pada skema mobilitas suatu kota. Hal ini berguna untuk memudahkan transisi penggunaan transportasi buat penduduk Indonesia.
Karena itu, sebaiknya bike-sharing diposisikan sebagai pendukung dari sistem angkutan umum massal. Fokus pasar untuk bike-sharing lebih mudah jika mengadopsi sistem ini. Melihat tren pembangunan angkutan massal di berbagai kota saat ini sedang massif-masifnya menurut Udaya.
(hps/hps) Next Article Harga Sepeda Mulai 'Digoreng', Kok Bisa?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular