INVESTIME

Diam-diam Saham Konsumer Mulai Diakumulasi, Saatnya Serok?

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
13 April 2021 08:25
Sertifikasi halal dinilai menjadi aspek penting dalam bisnis makanan di Tanah Air. Hal itu berkaitan dengan rasa aman seiring garansi yang diberikan atas produk atau jasa yang dibeli.

Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC) Sapta Nirwandar mengatakan, untuk perusahaan besar seperti PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), tak bisa dimungkiri sertifikasi halal menambah penjualan produk yang dihasilkan.

"Begitu ada lambang hijau MUI (Majelis Ulama Indonesia), (produknya) laku keras. Mayora dan Garuda Food juga begitu. Sertifikasi itu penting," katanya di gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (19/2/2020).

"Kenapa sushi tei rajin buat sertifikasi karena naikkan sales (penjualan)," imbuhnya lagi.

Dia juga mencontohkan bagaimana rantai pasok restoran siap saji seperti KFC. Di Kuala Lumpur, bisa dipastikan 99,99 persen restoran itu sudah melalui sertifikasi halal. Mulai dari rantai pasok ayam hingga sampai ke meja konsumen. Prosesnya sudah diawasi dengan ketat.

"Ini lebih profitable, masyarakat sadar, tak akan makan kalau tak ada sertifikasi halal. Sertifikasi itu membuktikan," ujarnya lagi.

Tak hanya menyoal produk berupa makanan hingga kosmetik, sertifikasi halal dalam sektor pariwisata juga penting dilakukan. Namun sayangnya, banyak yang salah kaprah perihal yang satu ini.

"Yang dihalalkan bukan destinasinya, tapi servisnya. Borobudur tak bisa dihalalkan, tapi kalau servisnya jadi ada musholla, restoran, boleh," tegasnya.

Pelaksanaan wajib sertifikasi halal efektif mulai 17 Oktober 2019. Itu adalah mandat dari UU Nomor 33 Tahun 2014. Semua produk yang beredar di republik ini harus memiliki sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang berada di bawah Kementerian Agama. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Supermarket (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bulan Ramadan biasanya menjadi periode di mana saham-saham emiten konsumer cenderung naik di Bursa Efek Indonesia (BEI). Bahkan kenaikan berpotensi tinggi saat awal-awal puasa hingga jelang Lebaran nanti.

"Kalau kita sebenarnya lihat dari ini, untuk saham konsumer itu biasanya di awal-awal mostly sudah mulai beberapa yang akumulasi buy [beli] beberapa saham-saham di konsumer. Biasanya udah mulai tinggi menjelang puasa bahkan pembagian THR [tunjangan hari raya] bahkan sampai Lebaran," kata Analis NH Korindo Sekuritas, Putu Chantika dalam program InvestTime CNBC Indonesia, Senin (12/4/2021).

Dia mengatakan bulan Ramadan memang waktu terbaik karena beberapa alasan yakni daya beli masyarakat yang meningkat, permintaan akan sejumlah barang tinggi dan adanya Tunjangan Hari Raya atau THR.

Meski begitu, tidak setiap Ramadan menjadi waktu terbaik bagi saham konsumer. Sebab adanya Covid-19 menjadi anomali untuk saham-saham di sektor ini.

Putu berharap saham konsumer bisa kembali dan merasakan momentum Ramadan tahun 2021 ini.

"Kita sih berharap tahun ini saham konsumer kembali lagi, untuk meningkat kembali dapat lagi merasakan momentum Ramadhan yang sebenarnya tahun lalu sudah terlewati," jelasnya.

Khusus untuk THR, pemerintah sudah memastikan tunjangan tersebut harus sudah diserahkan baik bagi pegawai negeri dan karyawan swasta sebelum lebaran. Kementerian Keuangan juga memastikan PNS akan mendapatkan THR secara penuh.

Menilik ke tahun-tahun sebelumnya, THR akan dicairkan paling lambat 10 hari kerja jelang Hari Raya Idul Fitri. Jika benar, tahun 2021, THR akan diterima paling lambat akhir April atau awal Mei mendatang bagi PNS.

Melihat stimulus ini, Putu melihat jadi hal positif untuk saham konsumer. Diharapkan dengan keputusan itu, dapat menaikkan saham konsumer kembali seperti tahun-tahun sebelumnya.

"Karena kan kita lihat sebenarnya kemarin dari pemerintah untuk ada upah minimum juga beberapa provinsi, tuh tidak mengalami kenaikan cukup signifikan. Itu kan cukup memberatkan, tapi dengan daya stimulus ini diharapkan akan menjadi boost untuk saham konsumer bisa kembali seperti tahun-tahun sebelumnya," jelasnya.

Berdasarkan data BEI, memang saham-saham konsumer belum bangkit. Misalnya saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) masih minus 13,95% di posisi Rp 6.325/saham secara year to date (ytd) hingga perdagangan Senin kemarin (12/4).

Emiten konsumer lainnya juga terkoreksi: PT Mayora Indah Tbk (MYOR) minus 6,27% Ytd di Rp 2.540/saham, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) turun 9.66% di Rp 8.650/saham, dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) turun 3,65% di Rp 6.600/saham.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Intip Peluang Saham Kala IHSG 'Longsor'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular