
Naksir Saham di Bawah Harga Seceng? Ini Bocoran Tipsnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham di bawah seceng atau Rp 1.000/saham, tidak berarti menunjukkan emiten itu punya kinerja yang buruk. Masih ada beberapa saham yang menunjukkan fundamental kuat dengan harga murah di bawah Rp 1.000.
Hal itu disampaikan Head of Online PT Ciptadana Sekuritas, Zabrina Raissa. Menurut dia, ada beberapa saham dengan harga Rp 1.000 yang masuk dalam kategori Indeks LQ45, indeks yang berisi 45 saham paling likuid dengan fundamental baik.
Ini bisa menjadi pilihan investor untuk dikoleksi untuk jangka menengah sampai jangka panjang.
" Ada emiten dalam LQ45 yang harga di bawah Rp 1.000 harganya, secara valuasi kita melihat price earning ratio [PER] atau rasio harga dibanding laba perusahaan itu. Bisa dikatakan lebih murah dibanding di perusahaan lain di industri yang sama. Seperti MEDC [Medco Energi], PWON [Pakuwon Jati] dan SMRA [Summarecon Agung]," kata Zabrina dalam program InvesTime, Jumat (12/3/2021).
Zabrina menjelaskan saham itu murah bukan berarti memiliki fundamental yang jelek, tapi untuk investasi jangka panjang ada kategori saham yang patut dihindari khususnya yang di harga mendekati di bawah batas akhir bawah seperti saham gocap alis harga saham Rp 50, batas terendah harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dia mengatakan, semuanya kembali tergantung dari profil investor dan porsi portofolio. menurut Zabrina jika masih ada potensi upside dari emiten bisa masuk ke saham di bawah Rp 200, lalu secara bertahap lirik saham dengan range harga antara Rp 200 - Rp 500 hingga pada fraksi harga Rp 500 - Rp 2.000/saham.
"Bisa terjadi saham di bawah Rp 1.000 itu naik cukup signifikan. Jika dilihat saham yang baru IPO [penawaran saham perdana] itu menopang kenaikan IHSG Februari yang reli 6,5% dibanding Januari. Nah itu dikontribusikan oleh saham yang baru IPO," kata Sabrina.
Saham IPO (initial public offering) adalah saham dari emiten yang baru tercatat di BEI.
"Tapi high risk, high return. Perlu dilihat saham yang berkali-kali masuk Auto Reject Atas (ARA) memungkinkan suatu hari malah masuk Auto Reject Bawah (ARB) berkali-kali. sebisa mungkin Meminimalkan resiko," lanjutnya.
ARA atau ARB adalah batas maksimal kenaikan dan penurunan harga yang diperbolehkan oleh sistem perdagangan di BEI.
Perlu diperhatikan juga dari pembagian portofolio, menurut Zabrina lebih bijak jika membagi portofolio sekitar 60:40% dominan untuk investasi di saham aman, sisanya untuk trading pada saham murah.
Zabrina merekomendasikan untuk perdagangan jangka waktu menengah bisa memilih emiten yang berasal dari sektor komoditas kelapa sawit juga properti. Hindari perdagangan dari saham bank mini (bank dengan modal inti Rp 1-5 triliun) walaupun masih ada beberapa emiten bank mini yang berpotensi upside.
"Lebih baik kita selektif untuk saham seceng. Sektor properti, CPO sedang bagus. Saham consumer seperti RALS [Ramayana Lestari] bisa diperhatikan juga karena mendekati momen lebaran lebaran akan positif katalis," katanya.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Siapa sih Bandar Saham di Bursa RI? Ini Dia Ciri-cirinya
