Bisa dibilang, jika mencapai generasi ketiga, maka konglomerat RI berhasil mempertahankan bisnisnya. Pasalnya tidak gampang bagi keluarga konglomerat yang berhasil melanjutkan bisnisnya hanya sampai pada generasi kedua, karena banyak yang gagal.
Armand Wahyudi Hartono merupakan putra orang terkaya di republik ini, Robert Budi Hartono, pemilik PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan cucu dari Oei Wie Gwan, founder perusahaan rokok Djarum dan Group Hartono.
Saat ini, Ia didapuk menjadi Wakil Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Armand kemudian bekerja sebagai analis untuk Global Credit Research and Investment Banking di JP Morgan Singapura (1997-1998) serta pernah menjabat berbagai posisi manajerial di PT Djarum (1998-2004).
Kiprahnya di sektor perbankan Indonesia berawal setelah dia bergabung dengan BCA sebagai kepala divisi perencanaan wilayah pada 2004 hingga 2006.
3. Axton Salim
 Foto: CNBC Indonesia/Arys Aditya Axton Salim |
Axton Salim merupakan putra pertama dari salah satu konglomerat Indonesia, yakni Anthony Salim dan cucu dari Sudono Salim, founder Group Salim.
Saat ini, Ia menjabat sebagai Direktur Utama PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) sejak tahun 2009.
Seorang lulusan University of Colorado, Amerika Serikat, ini memang sudah disiapkan untuk menggantikan posisi sang Ayah, namun prosesnya tidak instan.
Setelah lulus dari jurusan Science Business Administration, Axton pergi ke Singapura untuk bekerja di Credit Suisse.
Baru pada 2004 dia bergabung dengan Salim Group. Karirnya di perusahaan keluarga ini dimulai dari PT Indofood Fritolay Makmur sebagai Marketing Manager.
Tidak lama kemudian, dia dipromosikan menjadi asisten CEO di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
Pada 2009, Axton Salim naik jabatan dan resmi jadi direktur di PT Indofood CBP Sukses Makmur. Di usianya yang ke-30, Axton juga tercatat menjabat direktur di beberapa anak perusahaan lain Salim Group.
Dia juga tercatat sebagai direktur non-eksekutif di Indofood Agri Resources sejak tahun 2007 dan komisaris di PT Salim Ivomas Pratama Tbk pada periode yang sama dan sederet posisi direksi di anak perusahaan di antaranya PT Indolakto and Pascari Pte Ltd, dan PT Indofood Asahi Sukses Beverage.
Axton juga merupakan komisaris di PT Salim Ivomas Pratama Tbk, PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk dan PT Nestlé Indofood Citarasa Indonesia.
Adapun, jabatan lain yang pernah dia emban sebelum menguasai Salim Group adalah direktur non-eksekutif Gallant Venture Ltd., eksekutif di Scaling Up Nutrition (SUN) Business Advisory Group dan Art Photography Centre Ltd.
Selain meneruskan dinasti perusahaan keluarga, Axton merambah peluangnya di sektor digital dengan membuka bisnis startup.
Sejak 2017, Axton adalah inisiator untuk startup Block71, sebuah fasilitas inkubator dari kerja sama antara Salim Group dengan National University of Singapore (NUS) Enterprise, yang menghubungkan pelaku startup Indonesia dan Singapura.
Wadah ini juga bertujuan untuk membawa pasar Indonesia ke mancanegara. Apalagi sekarang Block71 juga sudah membuka kantor di San Fransisco, AS.
Investasi Salim Group di sektor digital dilanjutkan dengan startup Popbox Asia Services di Singapura yang menyediakan jasa sewa loker serta layana pengiriman, penerima dan pengembalian barang.
Saat memimpin Indofood, ia banyak melakukan inovasi dari rasa produk terkenal dari Indofood, yakni Indomie. Inovasi produk mie instan tersebut semakin bertambah banyak seiring tren makanan di Indonesia yang berkembang pesat.
Salah satu inovasi rasa Indomie yang mengikuti perkembangan zaman yakni Indomie goring rasa ayam geprek.
4. Agus Salim Pangestu
 Foto: Agus Salim Pangestu. Ist Agus Salim Pangestu. Ist |
Agus Salim Pangestu merupakan putra kedua dari salah satu konglomerat Indonesia, yakni Prajogo Pangestu, Founder PT Barito Pacific Tbk (BRPT).
Saat ini, Agus Salim menjabat sebagai Direktur Utama BRPT, di mana Ia mengemban tugasnya sejak tahun 2013.
Sebelum terjun ke dunia bisnis, Agus Salim telah menyelesaikan pendidikan di Boston College Amerika Serikat pada 1994.
Dia memulai karir sebagai Financial Anays di Linkage Human Resources Management pada tahun 1993 dan Merrill Lynch, dan USA pada tahun 1995.
Setelah kembali ke Tanah Air, dia bergabung dengan Barito Pacific pada Juli 1997 dan diangkat sebagai Direktur Perseroan pada tahun 1998.
Karirnya terus menanjak setelah dipromosikan di posisi sebagai Wakil Presiden Direktur sejak Juni 2002 sampai Juni 2013.
Tak hanya itu, dia juga diberi kepercayaan sebagai Komisaris PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Di perusahaan tersebut, Barito Pacific memiliki porsi saham sebanyak 41,88 persen.
5. Jonathan Tahir
 Foto: Jonathan Tahir. Ist Jonathan Tahir. Ist |
Saat ini, putra satu-satunya dari Dato Sri Tahir itu menjabat sebagai CEO sekaligus komisaris utama PT Mayapada Healthcare, perusahaan yang mengoperasikan Mayapada Hospital.
Selain di Mayapada Healthcare, Ia juga menjabat sebagai komisaris di perusahaan induk Mayapada Healthcare, yakni PT Sejahtera Anugerahjaya Tbk (SRAJ).
Walaupun begitu, Ia lebih memilih fokus di Mayapada Healthcare, karena dia ingin mengembangkan diri secara maksimal.
"Di sini (Mayapada Healthcare) tiada famili. Saya bisa lebih berkarya di sini. Bisa membangun secara langsung," ucapnya.
Karena minimnya peran keluarga, maka Jonathan memiliki prinsip harus menjadi orang yang rasional. Artinya, dia membutuhkan pembelajaran dari para profesional untuk mendapatkan masukan, sebelum dia mengambil keputusan tepat bagi perusahaan.
"Leadership itu bukan it's my way or the highway. Saya tidak mau orang hanya bilang iya saja, atas apa yang saya inginkan. Saya membutuhkan tim yang bagus," imbuhnya.
Selain bisnis kesehatan, Jonathan menyebut dirinya membidangi bisnis properti perkantoran. Salah satu bisnis perkantorannya dijalankan melalui MYP Ltd perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Singapura atau Singapore Exchange (SGX).
Pada perusahaan beraset S$ 936,16 juta per 31 Maret 2019 tersebut, Jonathan memegang jabatan Executive Chairman sekaligus CEO. MYP memiliki dua aset utama, yakni MYP Centre dan ABI Plaza.
Jonathan saat ini juga tercatat sebagai pemegang saham PT Maha Properti Indonesia Tbk (MPRO). Dia mendekap 33,99% saham MPRO.
Namun di MPRO, ia mengaku hanya sebagai pemegang saham saja, tidak terjun mengurusi bisnis perusahaan yang fokus di bidang development.
Dari semua aktivitas yang Jonathan kerjakan, dia mengaku bersyukur mendapat banyak wejangan dari orang tuanya. "Do good on your work and do good on your society," kenang Jonathan.
6. Anderson Tanoto
 Foto: Anderson Tanoto. Ist Anderson Tanoto. Ist |
Anderson Tanoto adalah putra bungsu alias putra keempat dari Sukanto Tanoto, konglomerat Indonesia yang berada diurutan ke-25 menurut Forbes.
Ia meneruskan jejak ayahnya di Royal Golden Eagle (sebelumnya Raja Garuda Emas), perusahaan industri yang berbasis sumber daya global.
Sejak tahun 2013, Anderson telah menjadi Direktur di Royal Golden Eagle (RGE). Walaupun begitu, Anderson masuk tidak langsung didapuk dengan posisi paling penting.
Ia terlebih dahulu menjadi asisten manager di Pabrik kertas RGE di Pangkalan Kerinci, Pelalawan, Riau.
Seorang lulusan dengan gelar Bachelor of Science in Economics dari Wharton School, University of Pennsylvania ini sebelum terjun ke bisnis ayahnya, Ia sempat bekerja selama 2 tahun di perusahaan konsultan Global Bain & Company SE Asia Inc di Singapura, yang berfokus pada produk konsumen dan layanan keuangan.
Anderson juga merupakan anggota Board of Trustees Tanoto Foundation, organisasi filantropis independen yang berupaya meningkatkan kehidupan masyarakat melalui peningkatan pendidikan, mengembangkan pemimpin masa depan, dan mendukung penelitian serta ilmu kedokteran.
Perannya di Tanoto Foundation ini membuat Anderson Tanoto bersama kakak perempuannya, Belinda Tanoto, masuk dalam daftar Heroes of Philanthropy Asia versi Forbes.
Saat ini juga, Anderson aktif sebagai Ketua Komite Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) untuk memperkuat perdagangan dengan Brasil.
7. Anindya Bakrie
 Foto: Anindya Bakrie. Ist Anindya Bakrie. Ist |
Saat ini, anak pertama dari Aburizal Bakrie sekaligus kakak ipar dari Nia Ramadhani, Anindya Bakrie didapuk menjadi komisaris utama PT Bakrie and Brothers Tbk (BNBR), perusahaan sektor manufaktur dan infrastruktur milik Group Bakrie.
Anin menjelaskan, generasi pertama dan kedua Bakrie & Brothers fokus kepada bisnis yang berbasis sumber daya alam, ekspor-impor perdagangan, karena memang waktu itu struktur produk domestik bruto Indonesia sekitar 60 persen dari sektor tersebut. Sedangkan, 40% adalah konsumsi domestik.
"Tapi jaman sekarang itu sudah berbeda, ini alasan yang sama kenapa pemegang saham menginginkan saya ada di situ, karena pengalaman saya di bidang yang fokusnya kepada consumer sector," kata Anin, sapaan akrabnya.
BNBR di bawah kepemimpinan Anindya Bakrie terbilang cukup menjanjikan, pasalnya kinerja perusahaan yang tadinya mulai terpuruk akhirnya kembali membaik.
Anindya mengungkapkan selama empat tahun terakhir pendapatan Perseroan naik 56%, atau peningkatan rata-rata per tahun sebesar 14%. Dalam catatan Kontan.co.id, Sepanjang 2019, perusahaan ini memperoleh laba bersih Rp 852,96 miliar dari sebelumnya rugi Rp 1,25 triliun pada 2018.
Perolehan laba tersebut tercapai melalui efisiensi sana-sini, salah satunya termasuk akibat berkurangnya beban keuangan perusahaan. "Mayoritas utang kami sudah selesai," ujar Anindya
Sejatinya, pendapatan BNBR sepanjang tahun lalu turun sekitar 3% secara tahunan menjadi Rp 3,23 triliun dari sebelumnya Rp 3,34 triliun pada 2019.
"Ini salah satunya karena efek transisi pemerintahan Jokowi tahun lalu," imbuh Anin, sapaan Anindya Bakrie.
Perolehan laba salah satunya terbantu oleh berkurangnya beban keuangan yang turun 50% menjadi Rp 175 miliar.
Selain itu, perolehan laba bersih juga akibat efek turunnya beban pokok pendapatan sebesar 4% menjadi Rp 2,56 triliun. Pada saat yang bersamaan, beban usaha menyusut 9% secara tahunan menjadi Rp 540,59 miliar.
Laba bersih semakin moncer setelah BNBR turut mencatat laba bersih entitas asosiasi dan pengendalian bersama sebesar Rp 785,87 miliar. Nilai ini melesat 356% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 173,21 miliar.
Selain menjadi Direktur Utama BNBR, Seorang lulusan Stanford Business School ini sekarang juga menjabat sebagai Wakil Ketua di Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN).