
Ini Deretan 20 Crazy Rich Asians, Ada Hartono Bersaudara

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Covid-19) membuat beberapa perusahaan terdampak dari pandemi. Banyak orang-orang kaya yang sumber penghasilannya juga tergerus akibat pandemi.
Walaupun begitu, nyatanya masih ada beberapa 'crazy rich' di Asia yang malah makin kaya dikala pandemi.
Adapun dibawah ini 20 Top Crazy Rich Asia seperti yang dilansir dari Bloomberg:
1. Dhirubhai Ambani (Reliance Industries, India)
Dhirubhai Ambani, mulai membangun Reliance Industries pada tahun 1957. Pada tahun 2002, Dhirubhai Ambani meninggal lalu putra sulungnya, Mukesh mengambil alih Reliance Industries.
Saudara kandungnya, yakni Isha dan Akash pada tahun 2014 bergabung ke perusahaan sebagai direktur ritel dan mobile unit.
Total kekayaan Dhirubhai Saat ini sebesar US$ 76 miliar. Dirubhai juga mempunyai Wedding Organizer, di mana salah satu pengunaannya yang terbesar adalah proses perekaman salah satu video klip Coldplay (Chris Martin) featuring Beyonce.
![]() Mukesh Ambani. AP/ |
2. Kwok Tak (Founder Sun Hung Kai Property, Hong Kong)
Kwok Tak mulai membentuk Sun Hung Kai (SHK) Property pada tahun 1972 dan sejak saat itu, perusahaan dibidang properti tersebut menjadi perusahaan properti terbesar di Hong Kong.
Pada tahun 1990, Kwok Tak meninggal dan digantikan oleh anaknya, Walter Kwok, Thomas Kwok dan Reymond Kwok.
Tahun 2008, perselisihan antar persaudaraan terjadi, Thomas Kwok berhasil menggulingkan sang kakak, Walter Kwok
Namun, anak kedua dari Kwok Tak, yakni Thomas Kwok terlibat kasus korupsi pada tahun 2014 dan posisinya dialihkan kepada adiknya, Reymond Kwok.
Setelah proses hukum selesai, Thomas Kwok lanjutkan bisnis keluarganya. Adapun total kekayaan dari keluarga Kwok Tak mencapai US$ 33 miliar.
3. Chearavanont Group (Charoen Pokphand, Thailand)
Chia Ek Chor, pendiri Chearavanont Group, sekaligus Founder Charoen Pokphand Thailand pada awalnya merintis toko pakan benih di Bangkok pada tahun 1921.
Satu abad setelahnya, anak dari Chia Ek Chor, Dhanin Chearavanont resmi menjadi CEO Charoen Pokphand Group Thailand. Pada tahun 2017, anak dari Dhanin Chearavanont resmi melanjutkan kepemimpinan Ayahnya di Charoen Pokphand Group Thailand.
Nilai kekayaaan Chearavanont Group saat ini mencapai US$ 31,7 miliar.
![]() Brothers Chearavanont (Reuters) |
4. Grup Hartono (Djarum, BCA, Indonesia)
Di Indonesia, Grup Keluarga Hartono berawal dari sang Ayah dari Hartono Bersaudara, yakni Oei Wie Gwan membentuk perusahaan rokok dengan brand Djarum pada tahun 1950.
Bertahun-tahun, perusahaan berhasil tumbuh dan menjadi perusahaan rokok terbesar di Indonesia. Setelah sang Ayah meninggal di tahun 1963, anaknya yakni Michael Hartono dan Budi Hartono melanjutkannya.
Namun, disaat kepemimpinan dua bersaudara Hartono, mereka melakukan diversifikasi usaha, sehingga usahanya tidak hanya 'menjual' rokok. Diversifikasi usaha-nya adalah membentuk perusahaan perbankan bernama Bank Central Asia (BCA).
Adapun nilai kekayaan Grup Hartono saat ini mencapai US$ 31,3 miliar.
![]() Infografis/ Tajir! Laba Rp 12 T, Aset Perusahaan Duo Hartono Rp 1.113 T/Aristya Rahadian |
5. Lee Byung (Samsung Group, Korea Selatan)
Sebelum memulai bisnis elektronik, dahulu Lee Byung yang merupakan pelopor merek Samsung ini sebelumnya perusahaan perdagangan yang mengekspor buah-buahan, sayuran, dan ikan di tahun 1938.
Tahun 1958, Samsung mulai berekspansi ke industri lainnya seperti keuangan, media, bahan kimia, dan pembuatan kapal hingga tahun 70-an.
Pada akhir 60-an, Samsung Group mulai merambah ke bisnis elektronik dan hingga kini menjadi salah satu perusahaan elektronik terbesar di dunia.
Lee Byung meninggal pada tahun 1987 dan sekaligus menyerahkan kepemimpinan di Samsung kepada anaknya, Lee Kun-hee.
Setelah 28 tahun memimpin Samsung, pada tahun 2015, ia menyerahkan statusnya kepada anaknya, Lee Jay-Young.
Adapun nilai kekayaan keluarga Lee Byung saat ini mencapai US$ 26,6 miliar.
6. Yoovidhya (T.C. Pharmaceutical, Thailand)
Chaleo Yoovidhya merupakan pendiri T.C. Pharmaceutical (TCP) yang didirikan pada tahun 1956. Awalnya, perusahaan ini bergerak sebagai perusahaan penjual obat.
Namun, pada tahun 1975, Yoovidhya melakukan diversifikasi usaha menjadi perusahaan barang konsumsi dan menciptakan minuman energy dengan brand Krating Daeng, atau 'Red Bull'nya Thailand.
Setelah pemasar asal Austria, Dietrich Mateschitz menemukan minuman tersebut dalam tur bisnisnya, ia bekerja sama dengan Chaleo untuk memodifikasi resep minuman tersebut dan memasarkan Red Bull secara global.
Chaleo wafat pada tahun 2012 dan kini digantikan oleh anaknya, Saravoot Yoovidhya. Adapun kekayaan Chaleo dan keluarganya saat ini mencapai US$ 24,2 miliar, yang didapat dari kesuksesan penjualan brand Red Bull.
7. Cheng (Chow Tai Fook Jewellery, Hong Kong)
Keluarga Cheng merupakan pendiri perusahaan Chow Tai Fook. Awalnya, perusahaan ini berdiri sebagai toko perhiasan di Hong Kong.
Namun setelah sekian tahun lamanya, perusahaan ini mulai melakukan diversifikasi, di mana saat ini perusahaan bergerak di bidang perhiasan, property, transportasi, dan aviasi.
Saat ini Keluarga Cheng mengelola perusahaan yang menghasilkan produk berupa hotel Rosewood Hotel, New York, Amerika Serikat (AS), Baha Mar Resort (Bahamas), The Carlyle in New York, dan Hotel de Crillon di Paris, Prancis.
Total kekayaan Keluarga Cheng saat ini mencapai US$ 22,6 miliar.
8. Mistry (Shapoorji Pallonji Group, India)
Bisnis Mistry Group dimulai pada tahun 1865, di mana saat itu bisnis keluarga ini dimulai dari konstruksi dengan orang Inggris.
Dari waktu ke waktu, akhirnya Mistry Grup melakukan diversifikasi usaha hingga menjadi perusahaan jasa teknik dan konstruksi atau yang kita kenal dengan Tata Group.
Kesuksesan Mistry Group adalah berhasil membangun gedung landmark di India, termasuk gedung bank sentral India (Reserve Bank of India).
Hingga kini, perusahaan Mistry Group atau Tata Group bergerak dibidang industri engineering, informasi teknologi, otomotif (kendaraan merek Tata), komunikasi, kimia, dan energi.
Adapun total kekayaan Mistry Group saat ini mencapai US$ 22 miliar.
9. Pao/Woo (Wheelock, Hong Kong)
Pao Yue-kong merupakan pendiri perusahaan Wheelock. Awalnya, perusahaan ini merupakan perusahaan jasa perkapalan pada tahun 1960.
Perusahaan berhasil memproduksi lebih dari 200 kapal pada tahun 1979 dan mampu mengelola armada pengiriman kapal terbesar di dunia pada waktu itu.
Seiring dari suksesnya perusahaan kala itu, Pao melakukan diversifikasi bisnisnya ke sektor properti (real estate), dengan menggunakan dana hasil penjualan kapal.
Seiring berjalannya waktu, kini Wheelock bergerak dibidang pembangunan properti dan investasi properti.
Kini, cucu dari Pao Yue-kong, Douglas Woo melanjutkan kegiatan bisnis kakeknya dengan total kekayaan saat ini mencapai US$ 20,2 miliar.
10. Henry Sy (SM Investments, Filipina)
Henry Sy lahir di China dan pindah ke Filipina ketika ia berusia 12 tahun. Dia membantu ayahnya menjual beras, sarden, dan sabun sebelum ia membuka toko sepatu pertama pada tahun 1958.
Kemudian, ia membuka toko sepatu pertamanya yang bernama Shoemart di Manila. Setelah cukup lama sukses berjualan sepatu dan menjadi konglomerat Filipina saat itu, ia melakukan pembagian bisnisnya ke ritel, perbankan, dan properti.
Kesuksesan bertambah lagi saat ia berhasil membangun The Mall of Asia, di mana mall tersebut merupakan mall andalan Sy Group dan mall pertama yang menyediakan arena seluncur berukuran Olimpiade di Filipina.
Hingga kini, grup ini mengoperasikan hampir 2.800 toko ritel dan memiliki lebih dari 2.000 kantor cabang bank, dengan total kekayaan saat ini mencapai US$ 19,7 miliar.