Jakarta, CNBC Indonesia - Emas memang sedang berkilau cemerlang di tahun ini. Pandemi virus corona (Covid-19) yang membuat perekonomian global nyungsep ke jurang resesi membuat permintaan emas meningkat, tidak hanya secara global, tetapi juga di dalam negeri.
Tingginya permintaan logam mulia terlihat dari penjualan PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) di kuartal III-2020 yang mencapai 6.967 kg atau 223.994 troy ons. Penjualan tersebut meroket 147% dibandingkan periode yang sama tahun 2019.
Sementara itu, jika dilihat sejak awal tahun sampai September atau 9 bulan, penjualan emas Antam mencapai 14.882 kg atau 478.467 troy ounce.
Sekretaris Perusahaan Antam Kunto Hendrapawoko menjelaskan, kenaikan tersebut ditopang seiring dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat berinvestasi emas di tengah tren kenaikan harga emas dan fluktuasi mata uang asing.
Sejalan dengan kenaikan tersebut harga emas Antam juga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di kuartal III-2020 lalu, dan sampai saat ini masih bertahan di atas Rp 1 juta per batang untuk satuan 1 gram.
Melansir data dari logammulia.com, situs resmi milik PT Antam, harga emas mencapai rekor termahal sepanjang sejarah Rp 1.065.000/batang pada 7 Agustus lalu. Kenaikan harga tersebut tentunya sangat menguntungkan bagi investor yang sudah memiliki emas Antam sejak awal tahun ini.
Harga emas Antam pada akhir 2019 di Rp 771.000/batang untuk satuan 1 gram, sementara hari ini, Kamis (22/10/2020) di Rp 1.011.000/batang.
Artinya jika investor membeli emas Antam di akhir tahun lalu, maka cuan yang diperoleh sebesar 31,13%, jumbo!
Ke depannya, kilau emas Antam sepertinya masih akan belum meredup. Sebab, harga emas dunia diprediksi masih akan terus menanjak.
Melansir data Refinitiv, emas dunia mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons, pada 7 Agustus lalu.
Setelahnya emas dunia memang mengalami koreksi, hari ini berada di kisaran US$ 1.913/troy ons. Alhasil, emas Antam juga ikut terkoreksi dari rekor termahal sepanjang sejarahnya.
Tetapi, koreksi emas dunia tersebut masih belum merubah proyeksi para analis akan berlanjutnya kenaikan hingga memecahkan rekor tertinggi baru lagi.
Dengan demikian, emas Antam juga berpeluang mengekor emas dunia kembali mencetak rekor termahal sepanjang sejarah.
Pandemi Covid-19 yang membawa perekonomian dunia ke jurang resesi membuat bank sentral di berbagai negara menggelontorkan stimulus moneter, dengan memangkas suku bunga hingga mengimplementasikan program pembelian aset (quantitative easing/QE). Intinya agar likuiditas di perekonomian bertambah.
Dalam kondisi tersebut, emas menjadi diuntungkan sebab banjir likuiditas akan memicu kenaikan inflasi, dan emas secara tradisional dianggap sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi.
Tidak hanya bank sentral, pemerintah di berbagai negara juga menggelontorkan stimulus fiskal yang semakin menambah likuiditas di perekonomian.
Saat ini yang paling menjadi perhatian adalah stimulus fiskal gelombang kedua di Amerika Serikat (AS).
Stimulus fiskal di AS memberikan 2 keuntungan bagi emas. Yang pertama ketika stimulus cair, jumlah mata uang yang bereda di perekonomian akan meningkat, akibatnya nilai tukar dolar AS melemah.
Dolar AS dan emas memiliki korelasi negatif, artinya ketika dolar AS turun maka emas cenderung naik. Hal itu terjadi karena emas dibanderol dengan dolar AS, ketika the greenback melemah, harga emas akan lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, dan permintaan berpotensi meningkat.
Kemudian yang kedua, seperti yang disebutkan sebelumnya stimulus fiskal memicu inflasi.
Harapan cairnya stimulus fiskal muncul setelah Nancy Pelosi, Ketua DPR (House of Representatif) memulai perundingan dengan Menteri Keuangan Steven Mnuchin sejak awal pekan lalu.
Pelosi yang berasal dari Partai Demokrat mengatakan setelah berbicara dengan Mnuchin dia berharap kesepakatan stimulus corona dapat dicapai pada akhir pekan ini.
Kepala staf Gedung Putih Mark Meadows, juga mengatakan Pelosi dan Mnuchin akan melanjutkan perundingan di hari Rabu, dan berharap melihat adanya beberapa kesepakatan sebelum akhir pekan.
Meski demikian, masih belum diketahui berada nilai stimulus fiskal tersebut. Partai Demokrat yanug menguasai DPR AS mengusulkan US$ 2,2 triliun, yang dianggap terlalu besar oleh Pemerintah AS yang mengusulkan US$ 1,8 triliun.
Kabar baiknya, Presiden Donald Trump, memberikan sinyal akan menyetujui stimulus yang lebih besar ketimbang yang diajukan Partai Demokrat.
"Saya akan menyetujui stimulus yang lebih besar dari diajukan Partai Demokrat," kata Trump, sebagaimana dilansir Investing, Rabu (21/10/2020).
Namun, Trump tentunya mendapat tantangan dari partainya sendiri, Partai Republik, yang bahkan menyatakan proposal stimulus US$ 1,8 miliar Pemerintah AS terlalu besar.
Untuk diketahui, DPR AS dikuasai oleh Partai Demokrat, dan Senat AS dikuasai Partai Republik. Sehingga meski DPR-Pemerintah AS sepakat dengan nilai stimulus fiskal, tetap saja harus mendapat persetujuan Senat agar bisa cair.
Hal tersebut yang menyebabkan sulitnya stimulus fiskal gelombang kedua ini cair. Akan tetapi, cepat atau lambat stimulus tersebut tentunya akan cair karena diperlukan untuk membangkitkan perekonomian AS.
Jika pekan ini tidak cair, maka kemungkinan besar akan cari setelah pemilu presiden AS 3 November mendatang, setelah resmi siapa akan menjadi orang nomer 1 di AS, apakah petahana Donald Trump, atau penantangnya Joseph 'Joe' Biden.
Bank investasi kelas dunia asal Swiss, UBS Global Wealth Management mengatakan, saat ini merupakan waktu yang pas menempatkan dana di instrumen emas.
Investasi di emas dinilai menjadi tempat yang sangat baik menjelang pemilihan Presiden Amerika Serikat, kata UBS kepada CNBC Internasional.
"Kami menyukai emas, karena kami pikir emas kemungkinan akan benar-benar mencapai sekitar US$ 2.000 per ounce pada akhir tahun," kata Kelvin Tay, Kepala Investasi Regional UBS, dikutip Selasa (29/9/2020).
"Dan emas memiliki lindung nilai tertentu," kata Tay.
"Jika terjadi ketidakpastian atas pemilu AS dan pandemi Covid-19, emas adalah lindung nilai yang sangat, sangat bagus. Dan kelemahannya baru-baru ini merupakan titik masuk yang bagus bagi investor," tambahnya, saat berbicara dalam acara Squawk Box CNBC.
Sementara itu Bloomberg Intelligence juga menyatakan pergerakan harga emas juga diprediksi akan lebih unggul logam mulia lainnya.
"Kondisi saat ini, di mana bank sentral terus menerapkan kebijakan moneter longgar menjadi fondasi yang solid bagi emas, tetapi kurang berdampak untuk perak dan tembaga. Logam untuk industri lebih terkait dengan stimulus fiskal dan bangkitnya perekonomian ekonomi global," kata Mike McGlone, ahli strategi senior komoditas di Bloomberg Intelligence, sebagaimana dilansir Kitco, dikutip Kamis (17/9/2020).
McGlone mengatakan reli harga emas baru saja dimulai, artinya kenaikan harga emas masih akan terus berlanjut.
"Emas mencapai dasar (bottom) di US$ 700 pada tahun 2008, dan mencapai puncak US$ 1.900 pada tahun 2019. Dengan kecepatan yang sama 2,7 kali dari level terendah di dekat US$ 1.470 tahun ini menunjukkan emas menuju US$ 4.000/troy ons di tahun 2023," katanya.
Sebagai catatan, 1 troy ons, mengacu aturan di pasar, setara dengan 31,1 gram, sehingga besaran US$ 4.000 per troy ons dikonversi dengan membagi angka tersebut dengan 31,1 gram, hasilnya US$ 128.62 per gram.
Dengan asumsi kurs rupiah Rp 14.900/US$, maka prediksi harga emas di tahun 2023 bisa menembus Rp 1,89 juta/gram. Harga tersebut belum memasukkan faktor-faktor lainnya yang bisa membuat harga logam mulia di dalam negeri lebih mahal lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA