
Unit Link Minus Saat Pasar Modal Tertekan, Jual atau Lanjut?

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketidakpastian akibat pandemi menggoyang pasar saham dan menyebabkan penurunan dana kelolaan industri reksa dana, terutama dengan aset saham. Pertumbuhan negatif dana kelolaan reksa dana secara rerata di industri minus 12% sejak awal tahun ini.
Lembaga riset reksa dana, Infovesta mencatat nilai dana kelolaan (asset under management/AUM) dari reksa dana Indonesia turun sebanyak Rp 53,28 triliun secara month-to-month (mtm), dari akhir Februari 2020 ke akhir Maret 2020. Penurunan nilai AUM terbesar ini terjadi pada produk reksa dana indeks dengan penurunan sebesar 24,64% mtm.
Penurunan AUM terbesar kedua terjadi pada reksa dana pasar uang, di periode yang sama nilainya turun sebesar 20,70%. Penurunan terbesar ketiga terjadi pada AUM reksa dana saham yang menguap sebesar 17,70%.
Penurunan di berbagai pasar investasi turut berpengaruh terhadap produk proteksi sekaligus investasi, yakni asuransi Unit Link. Pasalnya berbagai produk investasi seperti saham, obligasi, hingga reksa dana menjadi underlying dari Unit Link.
Banyak nasabah yang bingung kenapa nilai unit link-nya bisa turun. Mereka pun bingung apakah harus melanjutkan produk ini atau surrender.
Presiden Direktur Schroders Investment Management, Michael Tjoajadi mengatakan investor harus mengatur ulang strategi investasi sektor-sektor mana saja yang masih bisa tumbuh.
"Tahun 2021 akan menjadi tantangan, keadaan seperti sekarang vaksin belum ada, semua itu merupakan tantangan, demikian dengan berinvestasi, industri yang tadinya sebelum normal akan berubah," ujarnya beberapa waktu lalu.
Meski sempat tertekan, dia optimis bursa saham akan kembali tumbuh pesat di tahun 2021. Hal seiring dengan proyeksi membaiknya pertumbuhan ekonomi global di kisaran 6-7%.
"Investasi paling safe, investasi government bond, short term medium, long term, membeli saham melakukan investasi di unit link yang berhubungan dengan saham. Dan menjadi sangat penting fund manager yang kelola harus bisa memilih industri mana yang benefit," tegasnya.
Dia menyebutkan, pergerakan indeks saham yang menguat akan mulai terlihat enam bulan jelang 2021 sebab biasanya pasar saham memang akan mendahului pertumbuhan ekonomi.
Berkaca pada kondisi pasca krisis 2009, kata Michael, indeks harga saham dan obligasi bergerak naik di akhir 2009 yang kemudian diikuti dengan pertumbuhan ekonomi global yang pesat pada tahun berikutnya.
"Kalau pattern ini terjadi di 2020 kita bisa liat it will be good time to invest tapi volatilitas di pasar saham dan obligasi masih akan terjadi dari akibat adanya satu-satu negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi negatif dan kondisi geopolitik yang akan mempengaruhi ekonomi," jelasnya.
Sementara itu Perencana keuangan, Tejasari Assad mengatakan unit link merupakan investasi serupa saham dan reksadana saham dimana pergerakannya mengikuti kondisi pasar modal.
"Unit link juga underlying ke sana, seperti saham dan reksadana," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Senin (22/6/2020).
Meski mengalami penurunan, bagi pemilik unit link jangan lantas panik dan buru-buru mencairkan investasi unit link yang dimiliki. Sebab, menurutnya bila melakukan surrender bukannya untung tapi malah buntung.
"Kalau dicairkan rugi. Saat jual saham di harga jatuh, sebaiknya diteruskan (unit link-nya)," katanya lagi.
Bahkan menurutnya, apabila unit link yang dimiliki dicairkan di tengah kondisi saat ini, dikhawatirkan nilainya tak bisa membayar premi asuransi yang dimiliki. "Sehingga manfaatnya jadi hilang," imbuhnya.
Dia menyarankan, apabila di tengah kondisi saat ini dan khawatir unit link jatuh, top up atau menambah investasi bisa menjadi salah satu cara yang bisa dilakukan. "Ini dilakukan supaya manfaat asuransinya tetap berjalan," pungkasnya.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Live Now: Kupas Tuntas Investasi Unit Link di Tengah Pandemi