Selamat Tinggal Diskriminasi Layanan Keuangan, Thanks Fintech

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
27 August 2019 15:12
Harapan pertumbuhan investasi yang lebih cepat menyusul lahirnya penyetaraan layanan investasi berbasis teknologi informasi.
Foto: Reksa Dana (CNBC Indonesia/Irvin Avriano Arief)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pernah merasa jengah dipandang sebelah mata, alias diskriminasi? Tentu tak ada yang mau dianggap demikian, apalagi jika bicara pengalaman dalam memilih layanan yang sangat tergantung dari besarnya duit di kantong Anda.

Tapi percayalah, diskriminasi masih suka terjadi dalam praktiknya, tampaknya sulit rasanya berharap semua bisa ideal di muka bumi yang fana ini. 

Eh tapi sebentar dulu. Setidaknya di pasar modal, kesetaraan itu mulai kelihatan 'batang hidungnya' terutama berkaitan dengan penyetaraan layanan investasi berbasis teknologi informasi.

Ketua Umum Perkumpulan Agen Penjual Efek Reksa Dana Online (Paperdo) Fajrin Noor Hermansyah menilai dibukanya keran bagi pelaku keuangan berbasis teknologi informasi (fintech) sebagai agen penjual reksa dana (Aperd) bisa mempercepat pertumbuhan investasi pasar modal, terutama ke nasabah ritel yang memiliki kemampuan ekonomi beragam.

"Semakin banyak hadir Aperd fintech dengan model bisnis yang beraneka ragam dalam menjangkau nasabah retail tentunya akan semakin memudahkan kita bersama untuk mencapai target 5 juta investor yang telah dicanangkan oleh industri," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Senin malam (26/8/19). 



Dia mengatakan ragam model bisnis tersebut dapat menyasar lebih banyak jenis investor terutama tanpa membeda-bedakan kelas ekonomi nasabah--sesuatu yang lazim berlaku di perbankan dengan layanan premium bagi nasabah kaya.

Sampai saat ini, situs Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada 62 Aperd yang terdiri dari 31 bank, 21 sekuritas, dan 10 fintech. Paperdo adalah organisasi yang dari 10 perusahaan yang sudah memiliki izin Aperd fintech dan satu perusahaan yang sedang mengajukan izin serupa.  




Perusahaan yang sudah tergabung ke dalam asosiasi itu terdiri dari PT Raiz Invest Indonesia (Raiz Invest), PT Xdana Investa Indonesia (Xdana), PT Star Mercato Capitale (TanamDuit), PT Bareksa Portal Investasi (Bareksa), PT Bibit Tumbuh Bersama (Bibit), dan PT Investamart Principal Optima (Investamart).

Fintech lain adalah PT Takjub Teknologi Indonesia (Ajaib), PT Moduit Digital Indonesia (Moduit), PT Nusantara Sejahtera Investama (Invisee), dan PT Nadira Investasikita Bersama (Investasikita). Nama terakhir adalah perusahaan fintech yang baru mendapatkan izin sebagai Aperd dari OJK.

Fahmi Arya Wicaksana, Chief Marketing Officer Raiz Invest, menilai demokrasi di pasar modal muncul setelah hadirnya fintech yang meruntuhkan diskriminasi layanan investasi reksa dana. Tak ada perbedaan baik bagi nasabah reksa dana berkantong tebal hingga kantong tipis.

"Salah satu layanan kami adalah dengan memberikan konsultasi dalam bentuk memberikan jasa konsultasi pengelola keuangan [financial planner] ke satu per satu nasabah," tuturnya.

Dia menuturkan layanan konsultasi keuangan dan investasi tersebut, yang jika ditarik bayaran tentu tidak murah, akan digratiskan kepada nasabah perusahaan terutama untuk jenis layanan dasarnya dan kemudian baru akan ditarik bayaran jika sudah membicarakan strategi tingkat lanjut.



Beragam Gimmick
Jasa pengelola keuangan saat ini menjamur di dalam negeri dengan bermacam keunikan atau trik menarik nasabah (gimmick) dan memiliki tarif mahal.

Fahmi mengatakan saat ini masih ada individu pengelola keuangan yang tidak menarik bayaran mahal karena memang tren keuangan saat ini adalah 'go retail' dan relatif murah jika dibandingkan dengan beberapa tahun ke belakang.

"Karena kami menyarankan untuk investasi receh, kami juga harus memberikan jasa konsultasi dari mulai receh juga, untuk menghindari diskriminasi layanan," tuturnya.

Saat ini perusahaan masih menggodok sistem berinvestasi pembulatan belanja (round up) yang menjadi andalan induk perusahaan di Australia.

Konsultasi gratis merupakan salah satu bentuk layanan perusahaan yang baru meluncurkan aplikasi ponsel tersebut, dengan layanan cicilan investasi (recurring investment) dalam jumlah dan frekuensi tertentu serta layanan investasi satu waktu (lump sum investment). 

Lain lagi dengan Investasikita, yang memiliki keunikan sebagai platform penasihat robotik dan investasi berbasis tujuan (robo advisory & goal based investment). Perusahaan yang baru mendapatkan izin Aperd pada 20 Agustus tersebut memfasilitasi investor milenial untuk mewujudkan rencana investasinya di awal, ketika dia memulai investasi.

"Jadi ketika investor memilih tujuan investasi untuk biaya pernikahan misalnya, nanti langsung ditawari jasa penyelenggara pernikahan jadi terlihat jumlah kebutuhan untuk acara tersebut, langsung dipesankan sehingga harga dapat lebih murah juga," ujar Fajrin, yang juga Co-Founder & Chief Strategic Officer Investasikita.

Tujuan investasi yang difasilitasi itu tidak hanya kebutuhan dana menikah, tetapi juga terbuka untuk gol investasi lain seperti membeli kendaraan, rumah, dan tujuan liburan ke luar kota bahkan ke luar negeri yang penyedia jasanya akan bekerja sama dengan perusahaan.

Beberapa keunikan serta strategi yang diterapkan oleh Aperd lain juga beragam, yaitu Bibit dengan robo advisory dan investasi kelas aset, Xdana yang baru meluncurkan aplikasi reksa dana syariah, TanamDuit dengan gerainya yang beragam, serta Bareksa yang menyediakan market place reksa dana dan sudah bekerja sama dengan e-commerce.

Fintech Aperd lain yaitu Ajaib memiliki keunikan investasi kelas aset dan Moduit dengan bekerjasama dengan pemilik sertifikat profesi pasar modal.

Hampir seluruh Aperd fintech tersebut memiliki keunikan serta mendukung melebarnya basis investor baru di pasar modal secara inkonvensional.

Namun, Fahmi mengatakan saat ini Aperd fintech juga bukanlah pesaing dari perbankan karena saat ini kerja sama merupakan jalan yang paling tepat dengan perkembangan industri yang ada.

"Justru teknologi informasi membantu dunia keuangan, bukan bersaing. Misalnya, fintech bisa bekerjasama dengan bank yang sudah memiliki sistem yang lebih teruji ada di dunia keuangan, jaringan fisiknya lebih luas, dan seluruh transaksi keuangan juga menggunakan jasa bank, jadi saling membangun."

Transaksi di fintech, lanjutnya, juga tidak terlepas dari jasa perbankan yang masih menjadi basis dari industri keuangan sehingga jika nasabah dan transaksi fintech bertambah besar maka nilai transaksi serta dana di perbankan juga akan meningkat.

Fahmi menilai bank memiliki kelengkapan produk keuangan, dari mulai penyimpanan, pendanaan, dan produk keuangan lain. Dengan langkah fintech yang melebarkan basis investor industri keuangan, inklusi keuangan akan terus berlanjut dan nasabah yang tadinya hanya berinvestasi dapat juga mencari produk yang hanya tersedia di bank.

Menilik jumlah investor pasar modal yang baru 2 juta dan investor reksa dana 1,39 juta dari total penduduk Indonesia Raya 250 juta jiwa, maka semakin unik penetrasi dan strategi pelaku industri, maka basis investor baru dapat meluas dan lebih meratakan informasi tentang investasi yang lebih baik, demi kemerdekaan keuangan kita bersama.

Merdeka!

TIM RISET CNBC INDONESIA



(irv/irv) Next Article 5 Tips Investasi: Mudah Kelola Risiko, Optimalkan Imbal Hasil

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular