CNBC Insight

Setelah 67 Tahun 'Kuasai Dunia', Raksasa Ini Resmi Bubar di Tahun Baru

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
Senin, 29/12/2025 12:55 WIB
Foto: Daftar negara-negara eks Uni Soviet dan sejarahnya. Foto: Wikimedia Commons
Naskah ini merupakan bagian dari CNBC Insight, rubrik yang menyajikan ulasan sejarah untuk menjelaskan kondisi masa kini lewat relevansinya di masa lalu.

Jakarta, CNBC Indonesia - Menjelang pergantian tahun, dunia pernah dikejutkan oleh salah satu peristiwa politik terbesar abad ke-20, yakni runtuhnya Uni Soviet. Setelah berjaya hampir tujuh dekade dan sukses menguasai dunia lewat ideologinya, negara adidaya sekaligus musuh utama Amerika Serikat selama Perang Dingin ini resmi bubar pada 25 Desember 1991.

Uni Soviet berdiri pada 1924 dan menjadi negara terbesar di muka bumi. Situs Britannica mencatat wilayahnya membentang hampir seperenam permukaan daratan dunia. Atau seluas 22,4 juta kilometer persegi dengan populasi ratusan juta jiwa dari beragam latar belakang etnis.

Sejak awal eksistensinya, negara komunis ini menorehkan sederet prestasi yang mengukuhkan statusnya sebagai adidaya. Di bawah kepemimpinan Joseph Stalin (1924-1953), negara ini berhasil menjadi negara pemenang Perang Dunia II usai mengalahkan Nazi Jerman dan Jepang, memiliki puluhan ribu senjata nuklir, memimpin aliansi militer Blok Timur, serta menjadi pionir pengembangan program luar angkasa sejak 1950-an.


Selain itu, Stalin juga berhasil menggenjot produksi sektor strategis seperti batubara, minyak, dan baja, sekaligus memodernisasi pertanian dengan mengambil alih alat produksi untuk dikelola negara. Kebijakan ini mengubah Uni Soviet dari ekonomi agraris menjadi kekuatan industri dan militer dalam waktu singkat. Meskipun itu semua harus dibayar dengan represi yang keras. 

Namun arah negara mulai berubah setelah Stalin wafat pada 5 Maret 1953. Kontrol negara yang sebelumnya sangat ketat perlahan mengendur, sehingga membuka jalan bagi reformasi internal. Proses ini mencapai puncaknya saat Mikhail Gorbachev naik sebagai Pemimpin Uni Soviet pada 11 Maret 1985.

Vladislav Zubok dalam A Failed Empire: The Soviet Union in The Cold War from Stalin to Gorbachev (2007) mengungkap, Gorbachev meluncurkan dua kebijakan utama, yakni glasnost (keterbukaan) dan perestroika (restrukturisasi). Glasnost membuka ruang dialog dan kritik terhadap negara, melonggarkan kontrol media. Namun, ini memicu gelombang reformasi demokratis di berbagai republik Soviet. Sementara perestroika berupaya merombak sistem ekonomi terpusat dengan memperkenalkan unsur pasar bebas, meski birokrasi komunis tetap bercokol.

Sayangnya, reformasi tersebut datang terlambat. Di tengah ekonomi yang lesu, Uni Soviet masih terjebak dalam perlombaan senjata dengan Amerika Serikat. Banyak investasi dan pengelolaan sumber daya teralihkan ke pertahanan dan militer, bukan kesejahteraan rakyat.

Mengutip The New York Times, Kombinasi krisis ekonomi, kelambatan reformasi dan bangkitnya identitas nasional di berbagai republik mempercepat keruntuhan. Gerakan separatis menguat, terutama di wilayah non-Rusia, membuat persatuan Soviet kian rapuh.

Hingga akhirnya, pada 8 Desember 1991, Rusia, Ukraina, dan Belarusia menandatangani perjanjian pembentukan Persemakmuran Negara-Negara Merdeka. Kesepakatan ini menjadi sinyal jelas Uni Soviet berada di ambang kehancuran. Rentetan keretakan ini kemudian makin menjadi pada 25 Desember 1991. Hari itu, Mikhail Gorbachev mengundurkan diri. Sehari kemudian, 26 Desember 1991, Uni Soviet resmi dibubarkan. 

Runtuhnya Uni Soviet secara drastis mengubah lanskap politik dunia yang memanas selama Perang Dingin. Pada titik inilah, AS sebagai musuh bebuyutan Soviet dianggap sebagai pemenang pertempuran. Kini, terdapat 15 negara pecahan Uni Soviet yang masih eksis salah satunya Rusia yang dianggap penerus kejayaan Soviet. 


(mfa/sef)

Related Articles