CNBC Insight

Tanah "Berlapis" Emas Ditemukan di Jawa Tengah, Seketika Diburu Warga

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
Sabtu, 22/11/2025 08:15 WIB
Foto: Ilustrasi Harta Karun Emas. (Dok. Freepik)
Naskah ini merupakan bagian dari CNBC Insight, rubrik yang menyajikan ulasan sejarah untuk menjelaskan kondisi masa kini lewat relevansinya di masa lalu.

Jakarta, CNBC Indonesia - Sulit dipercaya sebuah desa pernah memiliki tanah yang seakan "berlapis" emas. Namun inilah yang terjadi di Wonoboyo, Klaten, Jawa Tengah, pada dekade 1990-an. Warga desa tersebut dikejutkan oleh penemuan belasan kilogram emas murni berbentuk benda-benda purbakala dari lapisan tanah di kedalaman berbeda.

Penemuan besar ini bermula pada Oktober 1990. Seorang ibu rumah tangga bernama Tjipto yang sedang melakukan pengurukan tanah tanpa sengaja menemukan harta karun emas seberat 12 kg. Menurut Suara Pembaruan (4 Mei 1991), emas itu berbentuk berbagai benda kuno.

"Ada bentuk mangkuk, cawan, gayung, yang semuanya terbuat dari emas 20 karat. Setelah dibersihkan, beratnya mencapai 12 Kg," tulis harian tersebut.


Jika dihitung dengan harga emas saat ini, nilai 12 kg itu setara sekitar Rp28 miliar. Belum lama berselang, pada 15 Desember 1990, koran Bali Post (16 Desember 1990) melaporkan penemuan kedua yang nilainya lebih besar lagi, yakni 15,40 kg benda purbakala berbahan emas 18 karat.

Tak jauh dari lokasi tersebut, ditemukan pula 12,94 kg emas tambahan serta 3,84 kg perak. Temuan beruntun ini membuat masyarakat berspekulasi bahwa lapisan tanah Wonoboyo benar-benar berisi emas.

"Penemuan itu memunculkan prakiraan bahwa wilayah itu merupakan 'ladang emas'," tulis Bali Post.

Kabar ini membuat Wonoboyo dan sekitarnya langsung heboh. Warga dari berbagai tempat berdatangan dan mulai menggali tanah. Menurut Kepala Desa Hartowiyono, kisah keberadaan harta karun sebenarnya sudah lama beredar sejak puluhan tahun lalu, tetapi para tetua dulu kerap menakut-nakuti adanya "penunggu ular naga".

"Sebenarnya sih itu merupakan upaya pengamanan agar petak sawah tidak jadi lahan perburuan," katanya.

Hingga setahun berikutnya, laporan penemuan emas terus bermunculan. Suara Karya (26 Februari 1991) menulis bahwa seorang warga bernama Guntoro menemukan 10 kg emas di lapisan 5 meter. Dua hari kemudian, Kompas (28 Februari 1991) memberitakan ada warga lain yang mendapati 8 kg emas di kedalaman berbeda.

Semua penemuan ini tentu menggiurkan secara ekonomi. Jika dijual ke penadah, para penemu bisa menjadi miliarder seketika.Namun pemerintah saat itu melarang penjualan bebas karena tergolong benda bersejarah. Sebagai gantinya pemerintah menyediakan kompensasi resmi sebesar Rp201 juta. Tentu saja, jumlah ini tak mengurangi animo warga untuk berburu harta karun emas.

Lalu dari mana asal emas-emas itu?

Menurut tim peneliti, seperti dikutip Angkatan Bersenjata (21 Juni 1990), benda-benda tersebut berasal dari abad ke-9 hingga ke-10, yakni masa Kerajaan Mataram Kuno. Harta itu diduga tertimbun letusan Gunung Merapi yang membawa endapan lahar dingin dan perlahan menguburnya dalam lapisan tanah. Temuan ini sejalan dengan kondisi stratigrafi tanah di lokasi penemuan pertama pada Oktober 1990, yang menunjukkan penguburan berlapis akibat aktivitas vulkanik selama berabad-abad.

Kini, seluruh temuan harta karun emas tersebut dikumpulkan di Museum Nasional, Jakarta.


(mfa/luc)