CNBC Insight

Presiden RI Sakit Hati Menterinya Dihina Pendemo Bawa Tuntutan Rakyat

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
06 September 2025 15:00
Ilustrasi demo ricuh
Foto: Ilustrasi: Zaky Alfarabi

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebebasan bersuara dalam berunjuk rasa terkadang bisa menyinggung perasaan orang lain, termasuk dialami Presiden ke-1 Indonesia, Soekarno. Soekarno yang dikenal garang ternyata pernah merasa sakit hati dan sedih ketika menterinya dihina-hina demonstran dalam aksi unjuk rasa.

Kejadian ini berlangsung pada tahun 1966 ketika mahasiswa melakukan aksi demonstrasi besar-besaran di Jakarta. Kala itu, ribuan mahasiswa turun ke jalan menuntut perubahan menyeluruh karena kondisi negara makin memprihatinkan.

Menurut kesaksian Soe Hok Gie dalam Zaman Peralihan (2005), sejak akhir 1965 harga bahan pangan tak terkontrol dan meningkat hingga ratusan persen. Begitu juga harga bensin yang naik dari Rp400 ke Rp1.000. Ini jelas membuat rakyat makin terhimpit. Terlebih, situasi politik pasca kejadian Gerakan 30 September 1965 sangat tidak stabil.

Akan tetapi, berbagai permasalahan tersebut tak digubris pemerintah dalam waktu cepat. Menurut Soe Hok Gie, Soekarno terbilang lamban mengatasi masalah. Hingga akhirnya, ribuan mahasiswa turun ke jalan menuntut pembubaran Partai Komunis Indonesia, perombakan Kabinet Dwikora dan penurunan harga. Kelak, tiga tuntutan itu dikenal sebagai Tritura atau Tri Tuntutan Rakyat.

Ketika mahasiswa turun ke jalanan, mereka meluapkan amarah dengan melemparkan kata-kata umpatan kasar. Masih menurut kesaksian Soe Hok Gie dalam memoar berbeda berjudul Catatan Seorang Demonstran (1983), mahasiswa menuliskan kekesalan itu dalam poster yang dibentang di jalanan dan menghadap istana. 

Poster-poster itu berisi tulisan umpatan kepada para menteri Soekarno yang dianggap berkinerja buruk, seperti "Ganyang menteri Goblok!", "Ganyang Subandrio", dan sebagainya. Subandrio sendiri adalah Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri. 

Lalu, mahasiswa juga menyanyikan yel-yel yang tak kalah kasar, seperti "Turunkan harga beras! Turunkan harga bensin! Singkirkan menteri-menteri yang tidak becus! Ganyang menteri goblok!".

Tak lama kemudian, suara mahasiswa direspons oleh Presiden Soekarno. Dalam sidang kabinet di Istana Bogor pada 15 Januari 1966, Soekarno memanggil para mahasiswa dan mengungkap perasaannya. Dia mengaku sedih dan sakit ketika mendengar umpatan hina tersebut. Mahasiswa dianggap tidak sopan karena umpatan ditunjukkan ke orang yang lebih tua. Apalagi yang diumpat adalah "Goblok" yang lebih parah dari "bodoh".

"Ini yang bikin sedih kepada saya sampai ada ucapan-ucapan dari kalangan mahasiswa 'menteri goblok'. Lebih kasar daripada bodoh. Karena itu saya meminta kepada pemuda kita, ya sabar. Jangan sekonyong-konyong sudah mengatakan menteri goblok dan lain-lain. Saya sakit hati," ungkap Soekarno, dikutip dari buku Revolusi Belum Selesai: Kumpulan Pidato Presiden Sukarno 30 September 1965 (2008).

Parahnya, Soekarno juga menunjukkan sikap denial. Dia enggan disalahkan atas berbagai peristiwa buruk yang terjadi di Tanah Air. Hal inilah yang membuat amarah mahasiswa tidak mereda keesokan harinya.

Puncaknya terjadi pada Februari 1966 setelah Soekarno melakukan reshuffle kabinet. Keputusan itu ternyata tidak memenuhi tuntutan mahasiswa karena masih melibatkan unsur-unsur yang berhubungan dengan PKI. Akibatnya, gelombang demonstrasi kembali pecah. Seperti sebelumnya, aksi tersebut disertai teriakan kasar dan umpatan terhadap pemerintah.

Gelombang demonstrasi yang kemudian diikuti oleh berbagai elemen masyarakat lain semakin tidak terkendali. Hingga akhirnya Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Surat itu memberi mandat kepada Jenderal Soeharto untuk mengelola ketertiban dan mengendalikan keamanan negara.

Sejarah mencatat, keluarnya Supersemar menjadi titik balik. Kekuasaan Soekarno mulai tergerus, sementara posisi Soeharto kian menguat.

Naskah ini merupakan bagian dari CNBC Insight, rubrik yang menyajikan ulasan sejarah untuk menjelaskan kondisi masa kini lewat relevansinya di masa lalu. Lewat kisah seperti ini, CNBC Insight juga menghadirkan nilai-nilai kehidupan dari masa lampau yang masih bisa dijadikan pelajaran di hari ini.

(mfa/mfa) Next Article Saat Negara Asia-Afrika Bersatu Hadapi Dominasi Kekuatan Besar Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular