
Bupati Jayapura Bicara Soal PON, Investasi Hingga Otsus Papua

Jakarta, CNBC Indonesia - Penyelenggaraan PON XX Papua pada awal Oktober 2021 kian dekat. PB PON Papua terus menggenjot persiapan di berbagai sisi, tidak terkecuali infrastruktur.
Salah satu tuan rumah dalam PON XX Papua adalah Kabupaten Jayapura. Di bawah komando Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, persiapan demi persiapan terus dilakukan.
Dalam wawancara khusus dengan CNBC Indonesia di Jakarta, Selasa (22/6/2021), Mathius mengungkapkan kalau persiapan terkait venue sudah 90%. Mathius pun menjanjikan pelibatan masyarakat dalam skala masif demi menyukseskan PON yang ditunda setahun akibat pandemi Covid-19 tersebut.
Ia pun memaparkan sejumlah langkah dalam menggaet calon-calon investor agar menanamkan modal di Kabupaten Jayapura. Tak ketinggalan tanggapan Mathius perihal revisi UU Otsus Papua yang sedang dibahas pemerintah dan DPR.
Berikut petikan wawancaranya:
Bisa diceritakan update terkini persiapan PON PAPUA?
Ya pertama memang situasi dunia ya jadi itu juga memengaruhi persiapan-persiapan di tengah pandemi Covid-19 ini dan di Indonesia. Itu satu. Karena negara juga dalam kesulitan yang luar biasa. Jadi PON ini sudah ditunda satu tahun tapi kita tekad untuk tahun 2021 ini harus terlaksana.
Karena itu persiapan-persiapan sudah kita lakukan. Venue itu bisa dikatakan 90% sudah siap. Yang 10%-nya mungkin dalam beberapa waktu terakhir ini bisa kita selesaikan dan technical delegate terakhir kan dari KONI Pusat bisa melihat dalam waktu dekat, verifikasi lagi terakhir, bahwa ini sudah memenuhi standar nasional. Tinggal itu saja kita komunikasi.
Kemudian fasilitas pendukung lain saya pikir kita sudah siapkan. Karena kami di sub cluster ini, Kabupaten Jayapura kan bagian dari PB PON. Karena penanggung jawab ini kan tingkat provinsi dan panitianya sudah ada. Jadi pelaksananya ada di empat kabupaten/kota, tiga kabupaten dan satu kota. Jadi masing-masing kita siapkan itu.
Nah karena pembukaan dan penutupan juga di Kabupaten Jayapura, maka kami harus kerja ekstra untuk melibatkan semua pihak. Masyarakat adat, pemuda, perempuan, kemudian paguyuban-paguyuban yang ada di Kabupaten Jayapura, semua kita akan organisir. Dan kami sudah sosialisasi dan sudah dialog ke mereka. Karena yang datang ini juga saudara-saudara kita. Ikatan Keluarga Sulawesi Selatan, delegasi kontingen dari Sulsel, ya mari kita sambut sama-sama. Jadi kita ini tuan rumah lho, yang tinggal di sana semua. Kita sudah bangun komunikasi-komunikasi itu. Tinggal kita rapikan saja yang masih belum kita siapkan. Itu saja.
Apa langkah Anda agar penyelenggaraan PON berdampak positif terhadap masyarakat Kabupaten Jayapura?
Sekarang ini kan kita siapkan, semua yang terlibat ini kan orang lokal. Mungkin lebih banyak dari pada atlet dan ofisial. Jadi untuk mendukung dan itu semua terlibat di dalam tim pendukung ya untuk semua kegiatan. Ini salah satu.
Yang kedua, di setiap venue, itu kan ada masyarakat juga yang tinggal, masyarakat setempat kan harus kita fasilitasi untuk dia bisa menjual souvenir, bisa menjual kerajinan tangan, kuliner, nah tinggal itu saja kita koordinasikan supaya benar-benar produknya bisa diminati oleh setiap orang yang datang. Dan itu harus menandakan mengenai simbol-simbol PON supaya orang yang datang bisa pulang membawa souvenir dari PON Papua. Tapi juga ada sisi-sisi yang lain. Pariwisata, ada aktivitas-aktivitas yang lain, jadi itu juga bisa memberikan dampak ekonomi juga.
Beberapa waktu lalu ditandatangani berita acara serah terima tugas, fungsi, tanggung jawab, dan anggaran penyelenggaraan PON Papua dari PB PON kepada klaster Kabupaten Papua. Nilai anggarannya mencapai Rp 94,9 miliar. Bisa di-update terkait hal itu?
Ya itu sudah dirinci secara baik. Kemudian diverifikasi oleh tim. Ada tim Universitas Cendrawasih juga terlibat untuk mengecek semua. Ini tidak tumpang tindih, ini masuk akal, dan seterusnya. Jadi setiap pembelanjaan kan harus ada pengajuan. Setelah dia belanja, terus mau belanja lagi, meskipun uangnya dialokasikan tapi kan proses pencairan kan tidak semudah itu. Harus ada verifikasi dan itu sudah masuk dalam juknis dan semua harus taat. Makanya ini harus kerja cepat supaya masalah administrasi itu tidak menjadi hambatan. Jadi semua harus jalan cepat.
Secara pribadi, bagaimana tanggapan Anda terkait penyelenggaraan PON untuk pertama kalinya di Papua?
Kalau PON di Papua ini perjuangan dari pemerintah provinsi Papua yang berjuang, saya juga ikuti proses itu. Kita semua ini tidak siap apa-apa. Tapi pemprov luar biasa berjuang PON harus ada di Papua.
Dari perjuangan itu, dari pemerintah pusat melihat dan memberikan kesempatan bagaimana kita bisa membangun nusantara ini bagaimana ada perhatian yang di seluruh wilayah Indonesia. Meskipun ada keterbatasan-keterbatasan yang luar biasa, tapi ini memang kita bersama untuk meyakinkan bahwa olahraga ini bisa membangun persaudaraan dan persatuan. Kalau dilihat dari kesiapan calon-calon tuan rumah yang lain, mungkin lebih siap, tidak sibuk seperti ini. Mereka sudah siap. Papua nggak ada apa-apanya. Tapi ya kita tekad untuk mempersiapkan.
Jadi memang perjuangan ini besar. Karena itu kami berharap bahwa ini benar-benar memberikan dampak positif baik secara politik tetapi secara ekonomi. Tapi juga mendapatkan prestasi olahraga di Indonesia. Kita berharap juga arena ini bisa menghasilkan juga atlet-atlet terbaik untuk bisa mewakili Indonesia. Tapi tujuan itu tetap, tetapi juga kita harus melihat sisi-sisi yang lain dari pelaksanaan PON Papua.
Bagaimana dengan masyarakat? Apakah mereka antusias menyambut PON Papua?
Masyarakat sangat antusias. Sangat antusias. Malah mereka marah-marah kita. 'Kok tidak ada tanda-tanda mau PON Papua?'. Tiap hari mereka hanya protes kita. Mereka ingin sekali untuk PON ini harus berhasil dan mereka ingin sekali untuk dilibatkan.
Setiap selesai PON, selalu ada masalah berupa venue yang terbengkalai. Apa tanggapan Anda terkait hal itu?
Ya kita punya tantangan itu juga ke depan karena biaya pemeliharaan tinggi. Karena ini beberapa venue tingkat internasional. Stadion utama ini kan terbaik di Indonesia sebenarnya. Dari kapasitas penonton memang GBK besar, tapi kualitas yang di Jayapura, tetapi pemeliharaannya juga mahal. Akuatik mahal sekali. Terus ada beberapa venue yang dibangun.
Tapi pemprov harus mencarikan jalan keluar karena ini kan pemerintah pusat dan pemprov yang punya fasilitas. Karena itu mereka bisa punya perencanaan ke depan. Apakah itu menyelenggarakan event dan sebagainya baik di tingkat nasional maupun lokal. Intinya harus ada pemasukan. Supaya perawatan ini bisa jalan. Karena kalau mengandalkan APBD berat. Tapi cabang-cabang olahraga dengan fasilitas ini bisa memberi motivasi atlet. Nah ini bagaimana dikaitkan dengan itu dan pemeliharaan.
Bagaimana prospek investasi di Kabupaten Jayapura?
Ya pertama kita bicara mengenai pemerataan pembangunan. Jadi Papua ini kan jadi pembicaraan di mana-mana. Di sana sumber daya alamnya luar biasa, tambang, gas, itu juga memberi devisa luar biasa untuk negara. Freeport itu sendiri punya cerita politik yang luar biasa. Bagaimana kekayaan itu diambil tanpa melibatkan masyarakat, padahal di sana kan tanah, hutan, itu kan dimiliki oleh masyarakat adat. Jadi itu masalah serius sebenarnya.
Nah dari sejarah itu, memang secara politis, negara harus buat sesuatu, tetapi itu satu hal saja. Tetapi khusus untuk Kabupaten Jayapura, kami memberikan apresiasi kepada Presiden Joko Widodo yang terakhir mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, menetapkan untuk di provinsi Papua itu Merauke dan Jayapura sebagai kawasan strategis nasional.
Kabupaten Jayapura punya bandara, Sentani. Kita punya pelabuhan, Depapre, yang sekarang tol laut. Kita punya Jalan Trans Papua yang menghubungkan sejumlah kabupaten di pedalaman dengan pelabuhan. Nah ini aset-aset penting untuk bisa konektivitas terjadi di sana untuk distribusi barang dan jasa. Potensi yang ada tersedia luar biasa ini, ini menjadi modal untuk melihat fasilitas ini mau untuk apa? Karena kami ada punya perkebunan. Potensi perkebunan sagu maupun kelapa sawit maupun kakao terus ada juga kebun masyarakat ubi-ubian yang endemik di sana, luar biasa. Itu bisa dibuat banyak hal, diolah. Itu tidak perlu diproyekkan, masyarakat sudah bisa, bibitnya, caranya dan seterusnya, hanya tinggal bagaimana produksi turunannya dikembangkan.
Kemudian kehutanan. Potensi hutan luar biasa. Jayapura, Sarmi, Keerom, Mamberamo Raya. Terus energi, potensi di Mamberamo Raya luar biasa besar sampai sekarang. Jadi energi di Mamberamo Raya itu bisa untuk seluruh Papua dan Indonesia Timur. Besar sekali kapasitasnya.
Ini kan kita ada rencana, ada kehutanan, ada perkebunan, ada tambang, nah ini bisa dikelola satu kawasan industri di situ supaya menekan harga. Kalau misalnya kelapa sawit bisa diproses menjadi produk-produk lain untuk memenuhi pangan di masyarakat, harga bisa ditekan.
Sekarang Papua ini mahal karena ada industri. Saya pikir ini salah satu yang harus kita perjuangkan. Potensi kita ada, tinggal kemauan politik saja. Adanya kawasan strategis nasional, fasilitas yang tersedia tadi untuk distribusi, ini bisa dipercepat menekan disparitas harga. Omong kosong kalau kita tidak memproduksi sesuatu untuk pangan masyarakat. Dan kita coba usahakan di situ. Masa depan kita ini kan kalau energinya bisa dari air, Mamberamo Raya, itu luar biasa. Ini kan energi terbarukan. Kan masa depan dunia itu ada di bidang energi, pangan, air. Jadi kita sudah harus mulai berani buat investasi di situ dan ini ada akses langsung ke Pasifik, Indonesia Timur. Kalau ini sudah ada, industri-industri lain pasti akan masuk. Baja dan lain-lain, tapi ini dulu.
Saya pikir memang harus ada. Apalagi Menteri Investasi/Kepala BKPM (Bahlil Lahadalia) ini kan dari Papua. Dia dibesarkan menjadi pengusaha itu dari Kabupaten Jayapura. Dan dia tahu persis apa yang kita bicarakan. Pelabuhan yang tadi jadi ini dia yang timbun-timbun itu. Beliau pun menjanjikan akan menyiapkan tim untuk turun langsung. Jadi kita tidak menggantungkan diri pembangunan Papua ke depan itu dengan dana otonomi khusus (otsus). Dana otsus itu kan sebentar saja, tapi kita berani untuk sumber daya alam yang ada di sana benar-benar kita manfaatkan. Dan kalau ada investasi masuk harus kerja sama dengan masyarakat yang punya tanah dan sumber daya itu.
Seperti apa konsep pelibatan masyarakat setempat dalam menunjang investasi yang masuk ke Kabupaten Jayapura?
Sekarang ini kan kita lagi, tiga tahun ini, Pemkab Jayapura sudah membentuk gugus tugas masyarakat adat. Jadi kita lakukan pemetaan-pemetaan wilayah adat dan mereka terlibat. Kita latih terus mereka yang melakukan pemetaan itu. Mereka rapat di kampung, bicarakan batas-batas itu. Nanti kalau semua sudah clear, kita daftarkan ke Kementerian ATR/BPN. Supaya semua jadi satu data. Jadi siapa tuan tanah jelas, kalau mau kerja sama investasi sudah bisa. Nah ini kita sudah kerja sama dengan gugus tugas reforma agraria di pusat yang dikoordinasikan oleh Wamen ATR/Wakil Kepala BPN terus dengan gugus tugas masyarakat di sana ini sudah menjadi tim kerja untuk Papua-Papua Barat dengan pendekatan seperti itu.
Karena persoalan di Papua yang sekarang muncul konflik, ketidakpuasan, segala macam itu salah satunya adalah kita belum memberikan pengakuan hak-hak masyarakat. Jadi kalau ada konsesi masuk, investasi masuk, ini kan izinnya selalu dari pusat. Sementara di Papua-Papua Barat tidak bisa begitu. Tanah dimiliki oleh masyarakat adat. Nah ini kalau kita bisa lindungi secara hukum, ini kan menyangkut persoalan hak asasi manusia (HAM) juga. Kalau ini bisa ditegakkan, itu bisa mengurangi ketidakpuasan dan konflik di Papua. Jadi ini cara-cara untuk negara bisa hadir karena UUD 1945 Pasal 18B kan memberikan pengakuan. Jadi UUD sudah memberikan pengakuan tetapi regulasi sektoral tidak mengakui. Nah ini kan jadi masalah. Jadi kita tidak konsisten.
Di Papua kan sudah ada UU Otsus yang memberikan ruang luar biasa untuk masyarakat adat. Tapi UU sektoral masih. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah itu juga berlaku di sana dan ini bikin kacau. Jadi masyarakat melihat bahwa kita tidak konsisten dalam menerapkan regulasi. Nah upaya-upaya ini penting, kita minta dukungan negara ini, untuk merapikan ini supaya orang Papua itu bisa merasa bahwa ini tidak dipermainkan. Sekarang kan konsesi banyak masuk, sebagian dari sini, regulasi-regulasi ini bagaimana?
Bagaimana langkah Pemkab Jayapura menyikapi hal tersebut?
Nah kita pakai UU Otsus. Di situ ada perdasus 21 mengenai, perdasus 23 & 24 tahun 2008 itu juga mengatur hak-hak masyarakat adat dan sumber daya alam. Nah perintahnya kepada kabupaten/kota untuk menertibkan melalui perda dengan pengakuan wilayah-wilayah tadi dilampiri dengan data-data itu, spasial, sosial. Nah Kabupaten Jayapura sudah melakukan itu. Sudah ada perda masyarakat hukum adat, sudah ada perda kampung adat, dan sudah ada sejumlah peraturan bupati yang kita keluarkan. Itu dalam rangka proteksi sesuai dengan UUD 1945 pasal 18 B, sesuai dengan UU Otsus, dan sesuai dengan UU Desa. Di sana ada desa, ada desa adat. Nah di sana kampung adat.
Jadi kita menggunakan regulasi yang ditetapkan oleh negara. Tapi regulasi sektoral juga kencang di sana. UU Nomor 23/2014. Nah karena itu memang di daerah-daerah khusus, Aceh dan Papua, itu harus lex specialis. Nggak boleh campur aduk.
Seperti apa trik Anda meyakinkan calon investor untuk berinvestasi di Kabupaten Jayapura?
Kita harus yakinkan bahwa daerah siap memberikan kemudahan. Terus yang kedua kita punya potensi, kemudian dengan kepentingan program secara nasional. Yang saya maksud kawasan strategis nasional dan program-program secara nasional itu juga sudah masuk ke dalam rencana kerja pemerintah secara nasional. Itu ada di dalam RPJMN. Implementasinya harus kita yang kasih data. Di pusat kan dia sudah buat kebijakan, tapi kita harus proaktif untuk memberikan data yang lengkap, data yang perinci. Jadi kita tidak boleh pasif, kita harus punya data untuk meyakinkan supaya pemerintah pusat jangan salah merencanakan. Tapi kalau kita tidak bisa kerja sama seperti ini, itu juga pemerintah pusat juga mungkin kurang informasi juga. Intinya kita harus meyakinkan.
Isu lain yang kerap jadi perhatian calon investor berkaitan dengan keamanan. Bagaimana tanggapan Anda?
Keamanan memang betul tapi ini juga tidak bisa digeneralisasi. Karena situasi, isu-isu yang dimuat di media itu kan hanya di beberapa daerah. Kita bisa hitung dan itu jauh dari daerah-daerah seperti Jayapura, pesisir, di bagian selatan, bagian utara, Papua Barat, itu aman semua. Karena itu memang kita harus meyakinkan, kita kasih data, informasi.
Kesulitan yang kedua yang paling besar juga dalam investasi adalah kepastian hukum terhadap lahan. Itu berat juga. Kalau ini tidak kita yakinkan status tanah dan sebagainya. Oleh karena itu kami menggandeng Kementerian ATR/BPN. Jadi persoalan di Papua itu keamanan sebenarnya tidak juga hanya beberapa titik. Kemudian lahan, kepastian hukum.
Pemerintah dan DPR beberapa waktu lalu sepakat mengesahkan UU Cipta Kerja. Apakah UU itu akan semakin meningkatkan investasi di Kabupaten Jayapura?
Kalau bagi saya, kaitannya dengan UU Otsus, regulasi apapun dia harus ikut lex specialis. Itu saja. Jadi jangan paksakan UU Cipta Kerja berlaku di sana. Karena ada UU Otsus yang mengatur daerah-daerah khusus. Kita bisa pertemukan tapi jangan dipaksakan. Supaya sumber daya manusia di sana juga bisa dilibatkan dengan cara apapun kita akan upayakan supaya mereka bisa terampil untuk membangun daerah ini.
Apakah Anda mengikuti revisi UU Otsus yang sedang bergulir?
Kita ikut melihat perkembangannya. Kita berharap bukan cuma dua pasal saja. Tapi dua pasal itu penting kalau bisa ditambahkan lagi yang pasal-pasal misalnya pasal 4 kalau tidak salah mengenai pembagian kewenangan. Itu penting. Jadi itu harus tegas bahwa pusat hanya mengurus lima kewenangan saja, sepenuhnya itu diatur UU Otsus. Itu harus ditegaskan lagi apakah dalam PP mungkin, harus tegas. Supaya UU Nomor 23/2014 jangan acak-acak di sana.
Jadi kalau hanya lima kewenangan itu di pusat, selebihnya harus di Papua. Tinggal PP saja yang didorong ke depan supaya ada kepastian-kepastian itu. Kalau tidak, ini abu-abu terus ini, 20 tahun ini, sehingga kalau orang bilang 'Lho ini kan kita sudah kasih banyak uang ke sana', tapi uang besar ini kan semua kacau. Pusat tidak konsisten mengawal, menegaskan untuk memberi proteksi perlindungan terhadap orang Papua dengan UU ini.
Bagaimana Anda melihat UU Otsus selama ini?
Pertama, karena itu tadi, pembagian kewenangan itu. Kita tegas. Terus banyak juga yang dari pasal-pasal itu tidak diimplementasikan. Jadi pengawalan dari pusat tapi buat daerah ini juga tidak mengimplementasikan perdasus-perdasus yang dikeluarkan sendiri. Tapi juga ada banyak pasal-pasal yang belum di dibuat aturan turunannya. Dan itu kelemahan di daerah. Jadi kalau sekarang orang tanya, ini kenapa tidak jalan, ya tanya siapa? Daerah juga punya kelemahan yang besar, begitu. Tapi kalau kita tanya daerah, kita sudah buat, tetapi kita konsultasi ke kementerian terkait di pusat, ini juga alot sekali. Lama. Itu kewenangannya harus ditegaskan jangan dipersulit, jangan banyak pertimbangan yang merugikan kedua belah pihak.
Semangat UU Otsus bagus sekali. Itu bisa meredam banyak isu. Ini kan orang bisa menggunakan kelemahan-kelemahan ini, tapi siapa yang mendapatkan manfaat kita juga tidak tahu. Akhirnya jadi begini. Tapi kalau kita konsisten saja, saya pikir bisa menyelesaikan banyak soal. UU ini sudah bagus. Kalaupun direvisi harus memperkuat. Beberapa pasal yang penting harus dibuat penegasan perihal kepastian-kepastian.
Kepemimpinan Anda sudah memasuki periode kedua. Apa yang ingin Anda wariskan di sisa masa jabatan?
Saya wariskan adalah bagaimana hak-hak masyarakat itu juga implementasi dari UU Otsus. Kita harus pastikan mengenai kepastian hukum terhadap hak-hak mereka, pemilikan tanah dan sebagainya. Kemudian juga kita buat orientasi dan restrukturisasi di pemerintahan. Jadi di kabupaten ini kan semua kepala daerah ini hampir rata-rata di dinas ini semua orang Papua. Kalau bicara otsus harus konsisten, profesi dan keberpihakan dan pemberdayaan. Sebelumnya mungkin hanya satu atau dua orang Jayapura, sisanya orang luar semua. Sekarang berbalik.
Yang kedua, ada beberapa struktur ini sudah berubah. Misalnya di salah satu dinas yang mengurus kampung itu kita bikin bidang mengurus adat. Kemudian ada di Sekretariat Daerah itu ada kepala bagian pemerintahan kampung dan kampung adat. Kemudian distrik harus menjadi pusat pelayanan dasar, jadi bukan di kabupaten. Jadi kita punya istilah itu distrik membangun. Kepala daerah melimpahkan kewenangan ke bawah. Jadi distrik benar-benar harus bisa menjawab kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan, infrastruktur dasar, bisa ditangani di bawah, tidak harus ke atas.
Nah ini sekarang diadopsi Kementerian Dalam Negeri menjadi best practices dari Kabupaten Jayapura. Jadi kita balik, lebih banyak orang di bawah daripada di atas, kerja melayani masyarakat sekaligus melindungi hak-hak masyarakat. Jadi distrik yang berbasis adat, dia beda dengan distrik atau kecamatan lain di Indonesia. Kita sudah buat regulasinya model distrik itu. Mungkin satu-satunya model distrik di Indonesia.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]