The Inspiring Woman

Diza Larentie Blak-blakkan Cerita Karir Hingga Mimpinya

Entrepreneur - Yuni Astutik, CNBC Indonesia
12 May 2021 19:28
Direktur Consumer Banking Bank Mega, Lay Diza Larentie Foto: Direktur Consumer Banking Bank Mega, Lay Diza Larentie

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Mega Tbk (MEGA) memiliki jajaran direksi yang beragam, salah satunya adalah perempuan. Dia adalah Direktur Konsumer Bank Mega, Lay Diza Larentie yang sudah enam tahun ikut bersama memajukan bank milik CT Corp tersebut.

Berikut wawancara CNBC Indonesia bersama Direktur Konsumer Bank Mega, Lay Diza Larentie yang dipandu oleh Aviliani dalam program The Inspiring Woman hanya di CNBC Indonesia.

Bagaimana perjalanan 30 tahun berkarir di perbankan?

Saya mengawali dari Management Trainee (MT) di salah satu bank, lulus kuliah. Mencoba berkarir, ada beberapa penawaran akhirnya berlabuh di banking. Kenapa saya ambil jurusan hukum, waktu kuliah, saya suka sekali hukum. Kalau lihat orang diperlakukan nggak adil saya berontak. Awalnya ingin jadi lawyer. Lulus kuliah, saya lihat ada sesuatu yang saya cari. Akhirnya saya memutuskan di dunia perbankan. Nggak jelek nih, lulus MT, dipilih dari beberapa universitas.

Kunci sukses hingga akhirnya bisa diangkat menjadi Direktur?

Kalau flashback, apa yang saya dapatkan tidak mudah. Kalau orang lain lari 70-80 km per jam bagaimana saya bisa lari di atas itu. Kalau tidak, saya jadi average, kalau lari lebih cepat harus ada pengorbanan. Saya ingat waktu ditempatkan di satu cabang, saya in charge of funding. Saya hadap pimpinan, setelah office hour saya boleh tidak belajar lending. Bikin kredit proposal, dan lainnya.

Proses selanjutnya bagaimana?

Jadi direktur pertama, sebelum di bank sekarang, saya sudah pegang consumer banking. Kemudian dapat tawaran di Bank Mega. Ini kesempatan yang baik setelah berapa belas tahun di foreign bank. Saya kembali di bank nasional. Nggak terlalu kaget, memang penyesuaian kembali.

Bagaimana menghadapi culture di pekerjaan?

Saya lahir dari bank lokal. Waktu MT (management trainee) 10 tahun di bank lokal. Saya beruntung punya dua dunia bank, semua ada sisi baiknya. Penyesuaian itu saya rasa cukup smooth.

Bagaimana menjadi pemimpin, apalagi membawahi anak-anak milenial?

Saya selalu menempatkan diri sebagai pemimpin bukan populis. Saya tidak masalah tidak menjadi pemimpin yang populer, saya ingin pemimpin yang bagaimana anak buah yang selalu belajar. Sebab kalau dia sukses, dia ingat siapa yang pernah ada menjadi bagian itu.

Bagaimana menjadi Direktur Konsumer di tengah kondisi saat ini?

Saya sudah 6 tahun di Bank Mega. Memang saya masuk, Bank Mega dikenal bank konvensional. Saya membangun what management bisnis. Saya ingin orang bekerja di Bank Mega dia bisa duduk setara. Karena dia harus bisa memberikan added value ke nasabah Bank Mega.

Bank lain kinerja turun, Bank Mega naik labanya, bagaimana caranya?

Konsumer saat pandemi bahwa kalau kita funding terus nggak ada lending jadi beban. Bagaimana manage cost of fund. Penting dengan keterbatasan lending di era pandemi. Disesuaikan lending dengan pandemi. Bagaimana menekan cost of fund.

Bagaimana cara manajemennya, banyak bank mengeluh hingga nasabah keluar?

Bagaimana membangun relationship dengan nasabah. Bukan sekedar fee based, paling penting komunikasi lebih penting, relationship akan lebih dalam.

Digitalisasi Bank Mega, ada percepatan kan, sejauh mana melihat milenial dengan digitalisasi?

Sebetulnya sama-sama menyadari era hari berbeda. Begitu internet ditemukan, lifestyle kita berubah. Pandemi dipaksa untuk berubah. Saat melakukan transformasi, banyak sekali program digitalisasi saat pandemi datang. Sekarang kalau buka rekening tak usah datang ke bank. cukup dengan mobile banking.

Bank Mega punya ekosistem. Sejauh mana dimanfaatkan ekosistem sehingga win win solution?

Bicara banking, apa bedanya dengan bank lain. Semua kurang lebih sama, yang membedakan karena kita punya ekosistem di bidang ritel. Contoh mau menjual kartu kredit kalau bank tak punya ekosistem akan cari partner. Di mana itu setiap berapa tahun ganti.

Fee based income akan jadi fokus terutama ekosistem. Bagaimana memberikan benefit untuk nasabah, karena apa yang dia dapatkan akan lebih banyak dari apa yang dia bayar.

Tantangan ke depan terkait ekosistem ini?

Justru dengan ekosistem Bank Mega, harus makin kuat dan bersama grup saling melengkapi. Bukan saja nasabah Bank Mega diuntungkan, tapi sebaliknya perusahaan di bawah CT Corp juga diuntungkan.

Kuartal I sudah tumbuh bagus, kemudian sisi ritel apakah sudah ada perbaikan?

Pada April lebih kelihatan. Kartu kredit bisnis karena berhubungan dengan roda perekonomian. Sudah tumbuh. Bahkan bicara bisnis restoran sudah mendekati normal.

Strategi lain?

Memperkuat ekosistem dan di luar ekosistem. Kerjasama dengan merchant lain. Memberikan benefit lainnya. Kita percaya nasabah semakin loyal, karena kalau jadi pelanggan Bank Mega akan dapat banyak benefit yang tak bisa didapat di bank lain.

Ritel ke depan bagaimana?

Saya optimis, didukung kelompok menengah besar. Bonus demografi yang dipunya, kita salah satu negara yang diuntungkan.

Di dalam digitalisasi akan memanfaatkan ekosistem?

Ke depan ingin punya super app, bisa terintegrasi. Jadi bukan di offline tapi di online.

Apa Hobi mengisi waktu luang?

Kalau tanaman hasil dari pandemi. Memang dari dulu sudah suka, nggak megang sendiri. Waktu pandemi, akhir pekan waktunya banyak akhirnya saya tertarik. Beli 1-2 tanaman, akhirnya di mana-mana. Ada kepuasan, beli kecil-kecil waktu ada tunas senang sekali.

Direktur Consumer Banking Bank Mega, Lay Diza LarentieFoto: Direktur Consumer Banking Bank Mega, Lay Diza Larentie

Bagaimana dengan Yoga?

Saya suka sekali olahraga sejak muda. Kemudian usia bertambah, ambil yang lebih slow. Awalnya saya kena back pain. Mencoba yoga, benar-benar membantu. Back pain hilang, sejak itu saya rutin meski hanya weekend. Datanglah pandemi, saya coba untuk yoga di rumah ikuti Youtube.

Terakhir adalah sepeda. Sebetulnya sepeda masih kecil, sudah lama sekali. Suami saya, saat pandemi beli sepeda. Beli satu sendiri bosan, akhirnya belikan saya. awalnya di GBK, ragunan. Sama teman-teman kantor, Setiap sabtu atau minggu.

Memasak juga akibat pandemi. Saya suka baking sebelum menikah. Begitu berkeluarga sibuk tidak menyentuh. Pandemi banyak waktu, saya ingat suka buat kue.

Bagaimana antara karir dengan mendidik anak-anak?

Kita sering dengar work life balance. Dilaksanakan susah. Saya tidak bisa memberikan waktu seimbang. Tetap masih tetap banyak di kerjaan. Saya bersyukur anak-anak tahu ibunya wanita karir, anak-anak mandiri.

Dengan kesibukan sebagai wanita karir, waktu belum cukup dengan anak-anak. Anak saya kuliah di luar negeri, sebentar lagi lulus kuliah, akan lanjut S2, Ini sudah 4 tahun nggak terasa. Dia mau mencoba setelah lulus S2 mau mencoba berkarir di luar. Saya selalu bilang lulus kuliah pulang. Tapi berjalannya waktu saya tidak boleh egois, harus support, yang penting dia menyukai. Saya happy melihat anaknya bahagia.

Mimpi apa yang belum tercapai?

Saya suka sekali anak-anak. Karena dasarnya suka anak-anak. Saya terpikir melihat anak-anak kurang beruntung, dalam hati yang terdalam, saya dikasih umur panjang, setelah aktivitas berkurang mungkin saya memikirkan bagaimana mencurahkan waktu, tenaga pikiran untuk anak-anak tersebut. Terutama mengajar anak-anak kecil.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Entrepreneur & Stafsus, Ini Rahasia Leadership Putri Tanjung


(dob/dob)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading