
Deretan Curhat UMKM Soal Turunan UU Cipta Kerja, Apa Saja?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pembahasan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja sudah mulai berjalan saat ini. Seharusnya, setiap pembahasan melibatkan unsur-unsur yang ada di dalamnya. Namun, dalam pembahasan terkait usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), masih banyak usulan dari asosiasi yang belum mendapat ruang untuk diwadahi.
Salah satunya kewajiban bagi usaha kecil dan mikro untuk membayar pesangon kepada karyawan dengan besaran yang hingga saat ini belum jelas hitungannya.
"Kami meminta kepastian bahwa pesangon tidak merupakan kewajiban bagi usaha mikro dan kecil, melainkan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja. Demikian juga mengenai besaran upah juga didasarkan atas kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja," kata Ketua Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran DKI Jakarta Sutrisno Iwantono dalam konferensi pers bersama belasan asosiasi lain, Kamis (21/1/2021) malam.
Menurut Iwantono, permintaan itu tidak lepas karena kemampuan yang terbatas. Faktanya, usaha mikro dan kecil sudah pasti tidak akan mampu mengkuti peraturan yang berlaku bagi usaha menengah dan besar. Untuk itu, Iwantono meminta agar Menteri Ketenagakerjaan bersedia berdialog.
Selain itu, Iwantono meminta usaha mikro dan kecil diberi kemudahan atau penyederhanaan administrasi perpajakan dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Insentif perpajakan tersebut seharusnya ditingkatkan batasan atasnya dari yang saat ini dikenakan pajak final 0,5% untuk peredaran tahunan sebesar maksimal Rp 4,8 M.
"Yang sangat memprihatinkan malah dalam draft RPP besaran peredaran tahunan ini diturunkan menjadi Rp 2 miliar. Hal ini tentu bertolak belakang dengan tujuan dari UU Ciptaker yang bertujuan memberikan keringanan dan kemudahan bagi usaha kecil dan mikro," ujar Iwantono.
"Kami mengusulkan agar batas ambang atas ditingkatkan menjadi peredaran usaha paling banyak Rp 7,5 miliar setahun, dengan mempertimbangkan tingkat inflasi suku bunga dan perkembangan ekonomi selama ini," kata Peneliti Senior Institute Developing Entrepreneurship itu.
Dari segi jangka waktunya, Iwantono juga meminta agar tidak dibatasi seperti saat ini hanya antara 3 sampai dengan 7 tahun sesuai bentuk badan usahanya. Seharusnya tidak dibatasi jangka waktunya. Selama masih berstatus usaha mikro dan kecil maka ketentuan perpajakan tersebut seharusnya tetap berlaku.
"Demikian juga sektor-sektor seharusnya tidak dibuka terlalu lebar bagi usaha asing, sektor restoran kecil, kedai minuman, akomodasi harian hotel/penginapan kecil dan akomodasi harian seharusnya jangan dibuka untuk usaha besar dan asing. Kita meminta agar pejabat di BKPM lebih terbuka dalam soal perlindungan investasi bagi UKM ini. Kami minta agar pejabat di BKPM berkenan berdialog dengan kami," kata Iwantono.
Lebih lanjut, dia mengatakan, banyaknya hal yang perlu ditampung membuat keberadaan asosiasi-asosiasi usaha mikro, kecil dan menengah dari berbagai sektor ekonomi perlu dapat dilibatkan dalam setiap perumusan kebijakan dan program-program pemerintah. Tujuannya agar aspirasi UMKM dapat ditampung sesuai dengan permasalahan riil di lapangan.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Airlangga Buka-bukaan Omnibus Law, dan Geram Ada Bohir Demo
