
Tips Sukses
Koma Lima Hari, Jadi Titik Balik Hidup Iwan Sunito
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
06 September 2018 16:21
Jakarta, CNBC Indonesia - Iwan Sunito dan properti seperti dua frasa yang punya makna sama saat ini. Jika anda sedang memikirkan nama Iwan Sunito asosiasi anda langsung ke properti, dan sebaliknya ketika sedang memikirkan bangunan-bangunan vertikal mungkin anda sudah mulai mengasosiasikannya juga dengan nama pria asal Surabaya yang sekarang sukses jadi salah satu "Raja" properti di Australia.
Siang itu, di salah satu hotel berbintang lima di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat Tim CNBC Indonesia berkesempatan menemui pria plontos yang tiap pagi rutin berolah raga. Senyum sumringah selalu terpulas dari raut mukanya sembari dia bercerita kepada CNBC Indonesia soal hidup dan cara dia melakoni bisa hingga sukses seperri sekarang, pada Rabu (29/8/2018).
Siang itu Iwan tampak segar bugar dengan balutan kaus oblong putih polos dan celana jeans berwarna biru tua. Busana kasual tersebut dipadukan jas berwarna senada dengan celananya. Beberapa kali ia menyeka kepala plontosnya dengan tissue sebelum melanjutkan pembicaraan.
Iwan adalah salah satu pengusaha asal Indonesia yang sukses membangun dan menjalankan bisnisnya di negeri orang. Ia merintis bisnis properti bernama Crown Group bersama dengan rekannya, Paul Sathio, di Australia pada tahun 1996 selepas menyelesaikan studi Sarjana Arsitektur dan Magister Manajemen Konstruksi di University of New South Wales (UNSW).
Pria kelahiran Surabaya, 29 Juli 1966 ini tidak hanya berprestasi dalam berbisnis. Ia juga sukses menjalani pendidikan di Negeri Kangguru dan mendapatkan pengghargaan dari kampusnya meskipun kemampuan berbahasa Inggris yang pas-pasan, Iwan berhasil lulus dengan pujian di Negeri Kangguru.
"Tiap tahun sebetulnya memang hampir nggak naik kelas. Tiap tahun merasa minder, merasa bodoh. Begitu tidak naik kelas, ya mau bagaimana lagi? Terima saja," katanya, sedikit terkekeh dengan suara agak serak.
Tak ingin berlarut-larut dalam kekecewaan, Iwan pun meminta izin orangtuanya untuk jalan-jalan ke Bali sebelum kembali memperjuangkan nasib akademisnya pasca tinggal kelas.
"Bolehkah saya melakukan ini untuk terakhir kalinya?" kata Iwan kepada ibunya saat itu, yang langsung dibalas dengan teguran untuk berhati-hati berbicara dan tidak terlalu mudah mengucapkan kata "terakhir".
Nasib baik mungkin masih berpihak ke Iwan, kecelakaan tersebut memang nyaris menjadi yang terakhir kalinya. Pasalnya, saat berkeliling Pulau Dewata, motor yang ia kendarai bertabrakan dengan sebuah truk tanki.
Separuh sepeda motor hancur, dan saat itu Iwan masih berusia 16 tahun harus masuk rumah sakit dan koma selama lima hari.
"Jaman tahun 1982, rumah sakit itu sangat sederhana. Seringkali bukannya untuk kesembuhan, tapi kematian," ceritanya, masih sambil tersenyum lebar.
Kecelakaan itu lah yang menjadi titik balik kehidupan Iwan. Berhasil selamat dan hidup sehat kekuarangan suatu appaun membuatnya meyakini ada tujuan lebih besar yang harus dia lakukan ke depannya.
"Saya bisa meninggal, lumpuh atau mengalami keterbelakangan mental, tetapi tidak. Saya bangun dan memikirkan tujuan hidup. Jika saya diselamatkan, saya pasti memiliki takdir yang lebih besar dari bayangan saya," jelasnya.
"[Kecelakaan] itu adalah cara yang sangat kuat karena itu mengubah paradigma hidup saya."
From Zero to Hero
Istilah "from zero to hero" biasa digunakan untuk menggambarkan seseorang yang sebelumnya dianggap tidak berdaya, tetapi kemudian bangkit dan mematahkan semua stigma yang disematkan orang-orang kepadanya.
Hal itulah yang terjadi di dalam kehidupan Iwan setelah mengalami kecelakaan. Ia mulai membenahi pola pikir (mindset) dari yang selalu merasa bodoh dan cenderung suka menyerang diri sendiri, menjadi fokus mengembangkan semua kemampuan yang dia miliki.
Mulanya, ia mengaku sama sekali tidak memiliki tujuan hidup. Kemudian ia mulai mencari dan merangkai tujuan hidupnya dengan semangat mempelajari segala hal. Bahkan, dia menganggap tidak naik kelas dan kecelakaan sebagai sebuah anugerah.
Ketika mengulang kelas 2 SMA, Iwan berhasil menyalip teman-temannya yang duduk di peringkat lima besar. Guru-gurunya pun sadar bahwa ia sebenarnya tidak terlalu buruk di bidang akademis.
Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan di kelas 2 SMA, orangtua Iwan mengirimnya ke Australia untuk meneruskan perjalanan menuntut ilmu di Negeri Kangguru.
Ia mulai berpegang pada prinsip untuk siap menerima kegagalan dan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa saja. Selain itu, ia juga berkukuh untuk berusaha mencapai hasil yang maksimal.
"Sebelumnya saya tidak terlalu buruk, tetapi yang sebenarnya terjadi adalah saya gampang puas," pungkasnya.
Simak kisah lebih lanjut kisah Iwan Sunito sukses membangun kerajaan bisnis propertinya, melalui wawancara yang direkam CNBC Indonesia.
[Gambas:Video CNBC]
(hps/hps) Next Article Mengenal "Raja" Properti Asal Indonesia di Negeri Kanguru
Siang itu, di salah satu hotel berbintang lima di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat Tim CNBC Indonesia berkesempatan menemui pria plontos yang tiap pagi rutin berolah raga. Senyum sumringah selalu terpulas dari raut mukanya sembari dia bercerita kepada CNBC Indonesia soal hidup dan cara dia melakoni bisa hingga sukses seperri sekarang, pada Rabu (29/8/2018).
Siang itu Iwan tampak segar bugar dengan balutan kaus oblong putih polos dan celana jeans berwarna biru tua. Busana kasual tersebut dipadukan jas berwarna senada dengan celananya. Beberapa kali ia menyeka kepala plontosnya dengan tissue sebelum melanjutkan pembicaraan.
Pria kelahiran Surabaya, 29 Juli 1966 ini tidak hanya berprestasi dalam berbisnis. Ia juga sukses menjalani pendidikan di Negeri Kangguru dan mendapatkan pengghargaan dari kampusnya meskipun kemampuan berbahasa Inggris yang pas-pasan, Iwan berhasil lulus dengan pujian di Negeri Kangguru.
Iwan berkata ia tidak pernah membayangkan bisa mencapai prestasi semacam itu. Pasalnya, semasa muda ia tenggelam di dalam rasa rendah diri. Bahkan, dia pernah tinggal kelas ketika duduk di bangku SMA.
"Tiap tahun sebetulnya memang hampir nggak naik kelas. Tiap tahun merasa minder, merasa bodoh. Begitu tidak naik kelas, ya mau bagaimana lagi? Terima saja," katanya, sedikit terkekeh dengan suara agak serak.
Tak ingin berlarut-larut dalam kekecewaan, Iwan pun meminta izin orangtuanya untuk jalan-jalan ke Bali sebelum kembali memperjuangkan nasib akademisnya pasca tinggal kelas.
"Bolehkah saya melakukan ini untuk terakhir kalinya?" kata Iwan kepada ibunya saat itu, yang langsung dibalas dengan teguran untuk berhati-hati berbicara dan tidak terlalu mudah mengucapkan kata "terakhir".
Nasib baik mungkin masih berpihak ke Iwan, kecelakaan tersebut memang nyaris menjadi yang terakhir kalinya. Pasalnya, saat berkeliling Pulau Dewata, motor yang ia kendarai bertabrakan dengan sebuah truk tanki.
Separuh sepeda motor hancur, dan saat itu Iwan masih berusia 16 tahun harus masuk rumah sakit dan koma selama lima hari.
"Jaman tahun 1982, rumah sakit itu sangat sederhana. Seringkali bukannya untuk kesembuhan, tapi kematian," ceritanya, masih sambil tersenyum lebar.
Kecelakaan itu lah yang menjadi titik balik kehidupan Iwan. Berhasil selamat dan hidup sehat kekuarangan suatu appaun membuatnya meyakini ada tujuan lebih besar yang harus dia lakukan ke depannya.
"Saya bisa meninggal, lumpuh atau mengalami keterbelakangan mental, tetapi tidak. Saya bangun dan memikirkan tujuan hidup. Jika saya diselamatkan, saya pasti memiliki takdir yang lebih besar dari bayangan saya," jelasnya.
"[Kecelakaan] itu adalah cara yang sangat kuat karena itu mengubah paradigma hidup saya."
From Zero to Hero
Istilah "from zero to hero" biasa digunakan untuk menggambarkan seseorang yang sebelumnya dianggap tidak berdaya, tetapi kemudian bangkit dan mematahkan semua stigma yang disematkan orang-orang kepadanya.
Hal itulah yang terjadi di dalam kehidupan Iwan setelah mengalami kecelakaan. Ia mulai membenahi pola pikir (mindset) dari yang selalu merasa bodoh dan cenderung suka menyerang diri sendiri, menjadi fokus mengembangkan semua kemampuan yang dia miliki.
Mulanya, ia mengaku sama sekali tidak memiliki tujuan hidup. Kemudian ia mulai mencari dan merangkai tujuan hidupnya dengan semangat mempelajari segala hal. Bahkan, dia menganggap tidak naik kelas dan kecelakaan sebagai sebuah anugerah.
Ketika mengulang kelas 2 SMA, Iwan berhasil menyalip teman-temannya yang duduk di peringkat lima besar. Guru-gurunya pun sadar bahwa ia sebenarnya tidak terlalu buruk di bidang akademis.
Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan di kelas 2 SMA, orangtua Iwan mengirimnya ke Australia untuk meneruskan perjalanan menuntut ilmu di Negeri Kangguru.
Ia mulai berpegang pada prinsip untuk siap menerima kegagalan dan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa saja. Selain itu, ia juga berkukuh untuk berusaha mencapai hasil yang maksimal.
"Sebelumnya saya tidak terlalu buruk, tetapi yang sebenarnya terjadi adalah saya gampang puas," pungkasnya.
Simak kisah lebih lanjut kisah Iwan Sunito sukses membangun kerajaan bisnis propertinya, melalui wawancara yang direkam CNBC Indonesia.
[Gambas:Video CNBC]
(hps/hps) Next Article Mengenal "Raja" Properti Asal Indonesia di Negeri Kanguru
Most Popular