Special Interview

Kisah Bos Wardah, dari Usaha Rumahan hingga Masuk Forbes Asia

Arina Yulistara, CNBC Indonesia
03 June 2018 11:52
Pendiri Wardah, Nurhayati Subakat, bercerita mengenai awal bisnisnya dan rencana pengembangan usaha ke depan.
Foto: CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Untuk bisa sukses dibutuhkan perjalanan dan perjuangan yang panjang. Seperti kisah pebisnis wanita sekaligus pendiri PT Paragon Technology and Innovation, Dra. Nurhayati Subakat, Apt., yang berhasil mengembangkan lini kosmetik halal, Wardah.

CNBC Indonesia berkesempatan melakukan wawancara eksklusif bersama wanita yang masuk dalam daftar 25 pebisnis perempuan paling berpengaruh di Asia versi Forbes Asia itu. Hanya ada dua srikandi Indonesia yang ada di daftar tersebut, yaitu Nurhayati Subakat dan wanita terkaya Indonesia, Arini Subianto.

[Gambas:Video CNBC]

Saat ditemui langsung di kantornya pekan lalu, Nurhayati yang kala itu datang dengan setelan batik sederhana bercerita secara singkat mengenai awal-mula membangun kerajaan kosmetiknya. Ia mengaku mendirikan perusahaan itu dari bayi.

Berangkat dari latar belakang pendidikan farmasi serta pengalamannya selama lima tahun bekerja di salah satu merek kosmetik Indonesia, Nurhayati mencoba untuk membangun bisnis kecantikan sendiri. Dimulai dengan berjualan dari salon ke salon, kini perempuan berusia 67 tahun itu sudah mempunyai pabrik seluas 20 hektar dan karyawan lebih dari 10.000 orang.

"Kita awalnya skala home industry tapi sudah buat PT. Walaupun mulai dari yang kecil tapi legalitasnya langsung, kita daftar juga ke BPOM [Badan Pengawas Obat dan Makanan]," tuturnya.

"Sejak awal, kita selalu tekankan konsepnya buat barang bagus, harga bersaing, jadi konsep itu kita terapkan sampai sekarang. Kini karyawan di seluruh Indonesia sudah 10.000 kemudian kita punya pabrik di Jatake itu 20 hektar termasuk pabrik lokal yang paling besar di Indonesia," papar Nurhayati kepada CNBC Indonesia di kantor PT Paragon Technology and Innovation, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

Wanita lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini turut bercerita bagaimana lika-liku perjalanannya membangun perusahaan yang sudah berdiri selama 33 tahun hingga masuk daftar Forbes Asia. Berikut wawancara CNBC Indonesia dengan Nurhayati Subakat.

Boleh diceritakan bagaimana bisa masuk Forbes Asia?

Awalnya saya dapat berita ini dari teman di Malaysia kalau saya masuk daftar Woman in Business 2018. Tiba-tiba banyak media yang memberitakan dan ini surprise buat kami. Untuk penghargaan Asia, kami pertama kali mendapatkannya dan membuktikan bahwa karya anak bangsa itu bisa bersaing di negara Asia.

Ini juga menjadi suatu kehormatan dan kebahagiaan terutama untuk tim berarti produk kami sudah diakui di negara Asia. Selama ini kami hanya dapat data dari Nielsen, alhamdulillah untuk kategori makeup nomor satu di Indonesia.

Bagaimana awalnya membangun PT Paragon Technology and Innovation?

Jadi, itu dimulai tahun 1985. Kenapa pilih industri kosmetik? Karena saya pernah bekerja di industri ini selama lima tahun dan saya punya latar belakang sekolah apoteker ITB. Saya pikir membuat kosmetik dan obat itu hampir sama. Karena punya pendidikan dan pengalaman itu lah saya mulai bisnis ini.

Awalnya saya hanya buat home industry tapi sudah PT. Walaupun mulai dari yang kecil tapi legalitasnya langsung, saya daftar juga ke BPOM. Sejak awal, kami tekankan konsepnya buat barang bagus harga bersaing dan konsep itu kita terapkan sampai sekarang.

Saya mulai dari produk perawatan rambut untuk salon-salon. Tak disangka, kurang dari satu tahun semua salon di daerah Tangerang sudah ambil. Setelah tumbuh, di tahun 1995 kita mulai buat produk Wardah karena waktu itu belum ada produk halal dan banyak kebutuhan para muslimah bagaimana mereka aman menggunakan kosmetik.

Mengapa saat itu memutuskan untuk mengeluarkan produk kosmetik halal? Apa sudah mulai menyadari ceruk pasar yang luar biasa?

Awal kita tidak tahu ya tapi kita masuk sudah di mass product. Terus terang saya waktu itu enggak punya data. Saya hanya punya keyakinan karena kita satu-satunya itu mudah. Ternyata enggak mudah, saya keluarkan produk Wardah tahun 1995 baru kelihatan kehadiran Wardah di 2013. Mungkin 2009 sudah mulai dikenal saat hijabers booming sehingga kami melihat banyak momentum yang pas di Wardah.

Wardah menjadi salah satu produk kecantikan lokal yang memimpin pasar saat ini, bagaimana strateginya untuk bertahan dan mengembangkan bisnis di era digital?

Alhamdulillah punya tim luar biasa ya. Tahun ini saja kami masih growth di atas 30%. Tahun lalu juga demikian, di mana ekonomi cuma grow enggak sampai 5%. Jadi kami bisa grow enam kali lebih daripada pertumbuhan ekonomi.

Apa sih yang dikerjakan tim? Ya bisa dilihat sendiri kami selalu inovasi. Kami selalu mengeluarkan produk baru, dalam satu tahun itu minimum 100 item produk baru dari semua brand.

Di era digital tim juga sudah mengikuti dan penjualan kami di e-commerce, baik itu Wardah, Make Over, Emina, penjualan kami paling tinggi.

Wardah sudah mulai ekspansi ke luar negeri, ke negara mana saja dan adakah target negara selanjutnya?

Secara resmi kita baru buka di Malaysia, tentu target kita pengen jadi market leader juga di Malaysia. Kita sudah buka di Malaysia dari lima tahun lalu tapi banyak kendala secara regulasi juga lainnya jadi kita baru eksis sekarang dan ini tahun kedua.

Tapi di negara lain banyak yang sudah hand-carry, orang bawa tapi belum resmi dari kami. Pergi ke Belanda atau Sydney sudah ada Wardah. Di Turki juga sudah ada.

Kami lagi jajaki untuk Timur Tengah. Produk kami berkembang juga karena sekarang di Eropa atau Amerika komunitas muslim cukup besar pertumbuhannya. Hanya saja kami masih mengalami kendala SDM (Sumber Daya Manusia) yang belum siap untuk keluar.

Sekarang sudah punya berapa brand di bawah PT Paragon Technology and Innovation?

Brand pertama kami itu Puteri, lalu Wardah, Make Over, dan Emina untuk remaja.

Adakah kendala yang dialami sebagai pebisnis wanita muslim dan berhijab?

Hijab itu tidak ada halangan bagi saya dari semasa kuliah dulu. Kendala signifikan sebagai pebisnis wanita juga tak ada. Wanita itu sangat cocok sekali jadi pebisnis ya. Kalau kita lihat pemain-pemain industri kosmetik Indonesia semua wanita. Wanita itu punya kelebihan multitasking.

Dan satu lagi, kalau wanita wirausaha sebetulnya juga waktu lebih fleksibel. Memang lebih sibuk tapi kita bisa bagi waktu sendiri, bisnis jalan, rumah tangga pun enggak ada masalah.

Tantangan terberat yang dihadapi sebagai pebisnis wanita?

Sebetulnya sih kalau kita ngomongin tantangan ya pasti banyak saingan. Alhamdulillah semua bisa kami lewati dengan baik. Kita konsep marketing mix, tim itu bisa membuat produknya bagus, harga bersaing, kemudian promosi bagus, distribusi bagus, sehingga produk ini bisa menjadi market leader seperti sekarang.

Bagaimana dengan omzet, berapa omzet pertama di awal berbisnis?

Kalau di awal omzet saya pertama kecil banget ya baru Rp 2 jutaan. Itu waktu saya coba sendiri sekitar satu atau dua bulan. Awalnya saya jual sendiri ternyata saya enggak bisa jualan baru kemudian ada sales yang gabung dengan kami. Setelah tim sales gabung dengan kami alhamdulillah penjualannya tidak sampai satu tahun semua salon di Tangerang sudah ambil.

Kalau sekarang, omzetnya sudah berapa dan punya berapa karyawan?

Kalau omzet sekarang karena kami bukan perusahaan terbuka jadi tidak bisa sampaikan. Yang jelas karyawan kami di seluruh Indonesia sudah 10.000 kemudian kami punya pabrik di Jatake itu 20 hektar dan termasuk pabrik lokal yang paling besar di Indonesia.

Untuk kategori makeup kami juga menjadi nomor satu di Indonesia, pasarnya sudah hampir 30%. Sedangkan untuk face care dibagi menjadi dua ada moisturizer nomor dua dan face cleanser kami berada di nomor tiga.

Bagaimana dengan target bisnis ke depan, apa tidak ingin ada perluasan usaha selain di sektor industri kosmetik?

Sampai saat ini kami masih fokus di industri kosmetik. Pasar kosmetik besar sekali walaupun kami sudah nomor satu di kategori makeup tapi sebetulnya pasar makeup cuma 10% dari pasar kosmetik. Kalau kita lihat sekarang, yang menguasai pasar kosmetik Indonesia termasuk toiletries, pasta gigi, itu dikuasai 80% sama brand multinasional.

Nah kami pengen juga masuk dalam kategori itu. Mungkin tiga tahun ini kita masih tetap fokus di industri kosmetik, bagaimana kita bisa menjadi raja di negeri sendiri.

Kalau kita sudah bisa menyaingi perusahaan multinasional di negeri sendiri baru kita ekspansi ke luar karena yang kita hadapi di luar pasti mereka lagi. Jadi kami fokus menjadi raja di negeri sendiri dulu.

Tim juga bersemangat sekali bagaimana produk lokal dan karya anak bangsa nggak kalah kualitasnya dengan luar. Kita ingin juga tiga sampai lima tahun ke depan masuk ke dalam daftar 10 besar global brand.

(prm) Next Article Rinaldy Yunardi: Madonna Jatuh Cinta dengan Karya Saya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular