MARKET DATA

Jualan HP Tak Laku, Nasib Pedagang Bakal Miris 2026

Intan Rakhmayanti Dewi,  CNBC Indonesia
18 December 2025 15:45
Pusat Grosir Cililitan (PGC) jadi salah satu tempat penjualan smartphone di Jakarta sepi pengunjung, Rabu (12/3/2025). (CNBC Indonesia/Novina Putri Bestari)
Foto: Pusat Grosir Cililitan (PGC) jadi salah satu tempat penjualan smartphone di Jakarta sepi pengunjung, Rabu (12/3/2025). (CNBC Indonesia/Novina Putri Bestari)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar smartphone global diperkirakan kembali akan mengalami tekanan pada 2026. Lembaga riset Counterpoint Research memproyeksikan pengiriman atau shipment smartphone dunia turun 2,1% tahun depan, seiring lonjakan tajam biaya komponen yang menekan daya beli konsumen, khususnya di segmen ponsel murah.

Dalam laporan bertajuk Global Smartphone Shipment Tracker and Forecast, penurunan tersebut sekaligus membuat Counterpoint memangkas proyeksi pengiriman 2026 sebesar 2,6 poin persentase dari estimasi sebelumnya.

Produsen asal China seperti Honor, Oppo dan vivo menjadi pihak yang paling terdampak akibat koreksi tersebut.

Research Director Counterpoint Research, MS Hwang, menilai tekanan terbesar terjadi di segmen ponsel harga di bawah US$200, yang selama ini menjadi tulang punggung volume penjualan.

Sementara, biaya produksi atau bill of materials (BoM) di segmen ini tercatat melonjak 20%-30% sejak awal 2025.

"Yang kami lihat saat ini adalah segmen pasar kelas bawah (harga di bawah US$200) yang terdampak paling parah, dengan biaya BoM meningkat 20%-30% sejak awal tahun," ujar Hwang, dikutip dari laman Counterpoint, Kamis (18/12/2025).

Sementara itu, ponsel kelas menengah hingga premium juga tidak luput dari tekanan biaya. Di segmen ini, harga komponen dilaporkan naik 10%-15%, yang berpotensi mendorong kenaikan harga jual ke konsumen.

Tekanan biaya diperkirakan belum akan mereda dalam waktu dekat. Berdasarkan laporan Memory Solutions for GenAI, Counterpoint memproyeksikan harga memori masih akan naik hingga 40% sampai kuartal II-2026. Kenaikan tersebut berpotensi mendorong biaya BoM tambahan sebesar 8% hingga lebih dari 15% dari level saat ini.

Dalam kondisi tersebut, produsen ponsel murah menghadapi dilema besar. Counterpoint menilai kenaikan harga yang agresif di segmen bawah tidak berkelanjutan.

Akibatnya, banyak vendor mulai memangkas jumlah model murah yang mereka pasarkan, tercermin dari penurunan volume SKU kelas bawah secara signifikan.

Restrukturisasi portofolio dan penerusan biaya ke konsumen juga berdampak pada harga jual rata-rata. Counterpoint memperkirakan ASP smartphone global akan naik 6,9% pada 2026, jauh di atas proyeksi sebelumnya sebesar 3,9%.

Di tengah tekanan rantai pasok, hanya produsen dengan skala besar dan integrasi vertikal kuat yang dinilai relatif aman. Apple dan Samsung disebut sebagai dua pemain yang paling siap menghadapi gejolak biaya dalam beberapa kuartal ke depan.

"Apple dan Samsung berada pada posisi terbaik untuk bertahan dalam beberapa kuartal ke depan," terangnya.

Sebaliknya, produsen lain, terutama dari China, diperkirakan akan menghadapi tekanan lebih besar dalam menjaga keseimbangan antara pangsa pasar dan margin laba. Kondisi ini diproyeksikan semakin terlihat jelas sepanjang 2026.

"Namun, produsen lain yang tidak memiliki fleksibilitas besar akan menghadapi dilema antara menjaga pangsa pasar dan mempertahankan margin keuntungan. Dinamika ini akan paling terasa pada OEM China seiring berjalannya tahun."

Untuk menekan dampak lonjakan biaya, sejumlah strategi mulai diterapkan. Produsen dilaporkan menurunkan spesifikasi pada beberapa model, termasuk kamera, layar, audio, hingga kapasitas memori.

Selain itu, strategi lain yang ditempuh adalah penggunaan ulang komponen lama, penyederhanaan lini produk, serta mendorong konsumen beralih ke varian "Pro" dengan spesifikasi lebih tinggi guna menjaga profitabilitas.

(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dulu Raja HP, Ini Sinyal Nokia Akhirnya Bangkit dari Kubur


Most Popular
Features