Pengganti Freon Sudah Ada, AC dan Kulkas Bakal Berubah Total

Intan Rakhmayanti, CNBC Indonesia
Senin, 17/11/2025 13:05 WIB
Foto: Promo Aneka Kulkas di Transmart Full Day Sale. (CNBC Indonesia/Tias Budiarto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Peneliti berhasil menemukan metode baru untuk mendinginkan ruangan tanpa menggunakan bahan kimia berbahaya seperti hydrofluorocarbons atau yang lebih dikenal lewat merek dagang freon. Menariknya, bahan penggantinya adalah garam.

Dilansir dari IFL Science, sistem pendingin yang umum digunakan saat ini bekerja dengan cara memindahkan panas dari dalam ruangan menggunakan cairan penyerap panas.


Cairan tersebut kemudian diuapkan menjadi gas dan dialirkan melalui sistem tertutup, sebelum dikondensasikan kembali menjadi cairan untuk mengulangi proses pendinginan.

Proses ini sangat efektif sehingga menjadi teknologi standar untuk kulkas, pendingin ruangan (AC), hingga dispenser air minum.

Permasalahannya, material yang digunakan menyimpan bahaya bagi lingkungan.

Peneliti asal Lawrence Berkeley National Laboratory dari University of California, Berkeley mengembangkan cara baru untuk menyerap dan memindahkan energi panas. Model yang mereka gunakan memanfaatkan cara energi tersimpan dan dilepas saat material berubah bentuk, contohnya seperti saat es berubah menjadi air.

Jika suhu ruangan naik, es akan mencair. Pada saat yang sama, es yang mencair menyerap panas dari sekitarnya sehingga membuat ruangan menjadi dingin.

Untuk mencari alternatif proses pendinginan, peneliti fokus menemukan cara "mencairkan es" tanpa meningkatkan suhu. Metode yang ditemukan adalah dengan menambahkan partikel yang berisi energi yang dikenal sebagai ion.

Proses pencairan menggunakan partikel ion ini contohnya adalah saat garam digunakan untuk mencegah terbentuknya es di jalan raya ketika musim dingin di negara-negara empat musim. Siklus perubahan bentuk ini dibeir nama siklus ionokalori (ionocaloric cycle)

"Belum ada solusi alternatif yang sukses menciptakan dingin, yang bekerja dengan efisien, memenuhi aspek keselamatan, dan tidak berdampak buruk untuk lingkungan. Kami pikir siklus ionocalori punya potensi," kata Drew Lilley dari Lawrence Berkeley National Laboratory.

Tim peneliti telah menguji coba garam yang dibuat menggunakan yodium dan natrium untuk mencairkan etilena karbonat. Cairan yang diproduksi memanfaatkan karbon dioksida ini juga digunakan dalam baterai lithium-ion. Artinya, proses pembuatannya tidak hanya nol emisi, tetapi emisi negatif.

Dalam uji coba itu, temperatur berubah hingga 25 derajat Celcius dengan hanya "charge" sebesar 1 volt.

Kini, peneliti tengah menciptakan sistem praktis yang bisa terapkan secara komersial. Salah satu pengembangannya adalah mencari "garam" yang paling efektif untuk menarik panas dari ruang. Pada 2025, peneliti menemukan bahwa garam yang paling efisien adalah garam yang berbasis nitrat.


(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Industri Gim Hati-Hati Kembangkan Teknologi AI, Ini Alasannya!