Kotoran Manusia 1.300 Tahun Ditemukan, Peneliti Ungkap Fakta Ngeri
Jakarta, CNBC Indonesia - Pengetahuan soal kehidupan masa lampau bisa didapatkan dari penelitian benda-benda peninggalan purba. Bahkan, kotoran manusia di masa lampau juga bisa mengungkap fakta tak terduga soal kehidupan manusia.
Studi yang dipublikasikan di jurnal PLOS One mengungkap hasil penelitian dari kotoran manusia berusia 1.300 tahun. Para ilmuwan menganalisa sampel yang diambil dari La Cueva de los Muertos Chiquitos atau 'Gua Anak-anak yang Telah Meninggal' di Meksiko.
Gue tersebut merupakan situs arkeologi yang menyingkap banyak fakta kehidupan. Salah satunya, para peneliti menemukan bukti ritual 'pengorbanan anak', termasuk sisa-sisa 17 anak di bawah umur yang dikuburkan secara kompleks.
Terbaru, sampel kotoran manusia yang diambil dari gua tersebut menunjukkan fakta baru. Peneliti mengatakan orang-orang zaman itu kerap berhadapan dengan infeksi pencernaan yang mengerikan.
"Bekerja dengan sampel-sampel kuno ini seperti membuka kapsul waktu biologis, yang masing-masing mengungkap wawasan tentang kesehatan manusia dan kehidupan sehari-hari," ujar penulis utama studi Drew Capone, asisten profesor kesehatan lingkungan di Indiana University, dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Live Science, Kamis (23/10/2025).
Capone dan timnya menggunakan teknik analisis molekuler untuk mempelajari 10 sampel feses kering purba, atau istilahnya 'paleofeces'.
Pada akhir 1950-an, para arkeolog menggali gua tersebut dan menemukan paleofeces manusia dan non-manusia, sisa-sisa tanaman, serta tulang hewan dan manusia dari tumpukan sampah besar.
Gua itu digunakan oleh manusia pra-sejarah dalam budaya Loma San Gabriel. Mereka menjalankan aktivitas agrikultur skala kecil, memproduksi keramik yang uni, dan mempraktikkan ritual 'pengorbanan anak'.
Penelitian terdahulu terhadap paleofeces di gua tersebut mengungkap keberadaan telur cacing tambang, cacing cambuk, dan cacing kremi, yang menunjukkan orang-orang yang menaruh fesesnya di gua tersebut terinfeksi oleh berbagai parasit.
Dalam studi baru ini, para ilmuwan menggunakan teknik molekuler mutakhir untuk mendeteksi mikroba tambahan dalam paleofeces dari 10 "peristiwa buang air besar yang berbeda". Tujuannya memperluas pemahaman mereka tentang beban penyakit di antara masyarakat Loma.
"Ada banyak potensi dalam penerapan metode molekuler modern untuk menginformasikan studi-studi di masa lalu," ujar rekan penulis studi Joe Brown, seorang profesor ilmu lingkungan di University of North Carolina di Chapel Hill, dalam pernyataan tersebut.
Para peneliti mengekstraksi DNA dari 10 sampel paleofeces dan kemudian menggunakan reaksi berantai polimerase (PCR) untuk mengamplifikasi DNA mikroba dalam feses.
Setiap sampel mengandung setidaknya satu patogen atau mikroba usus, dan dua yang paling umum adalah parasit usus Blastocystis, yang dapat menyebabkan masalah gastrointestinal, dan beberapa galur bakteri E. coli, yang ditemukan pada 70% sampel.
Cacing kremi, Shigella, dan Giardia, yang menyebabkan penyakit usus, juga teridentifikasi. Banyaknya mikroba yang ditemukan dalam paleofeces tersebut menunjukkan sanitasi yang buruk dalam kehidupan masyarakat Loma San Gabriel di era 600-800 Masehi.
Peneliti mengatakan orang-orang pada era itu kemungkinan besar menelan mikroba melalui air minum, tanah, atau makanan yang terkontaminasi tinja.
Meskipun gen-gen terkait patogen ini bertahan dalam paleofeces hingga 1.300 tahun, peneliti mengatakan kemungkinan terdapat lebih banyak patogen dalam sampel yang telah membusuk dan tidak lagi terdeteksi.
Namun, analisis baru ini mengungkapkan DNA patogen yang sebelumnya tidak ditemukan dalam paleofeces, termasuk Blastocystis dan Shigella.
"Penerapan metode ini pada sampel purba lainnya menawarkan potensi untuk memperluas pemahaman kita tentang cara hidup masyarakat purba dan patogen yang mungkin memengaruhi kesehatan mereka," tulis para peneliti.
(fab/fab)