Cari Kerja Kantoran Makin Susah, Profesi Lama Mendadak Naik Daun
Jakarta, CNBC Indonesia - CEO Nvidia Jensen Huang menepis anggapan bahwa generasi Z sulit mendapat pekerjaan akibat pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (AI). Ia justru menilai peluang kerja semakin terbuka lebar seiring ledakan pembangunan pusat data (data center) di berbagai negara.
Namun, kata Huang, peluang besar itu bukan untuk lulusan perguruan tinggi, melainkan bagi mereka yang memiliki keterampilan teknis di bidang kejuruan seperti listrik, pipa, hingga pertukangan.
"Kalau kamu seorang teknisi listrik, tukang ledeng, atau tukang kayu, kita akan membutuhkan ratusan ribu orang seperti itu untuk membangun semua pabrik ini," ujar Huang dalam wawancara dengan Channel 4 News, dikutip dari Fortune, Jumat (10/10/2025).
Menurut Huang, sektor tenaga kerja terampil akan menjadi tulang punggung ekonomi baru yang digerakkan oleh teknologi fisik, bukan sekadar perangkat lunak.
"Segmen tenaga kerja terampil di setiap ekonomi akan mengalami ledakan. Jumlahnya akan terus berlipat ganda setiap tahun," tegasnya.
Pernyataan Huang sejalan dengan tren peningkatan permintaan tenaga kerja konstruksi dan teknisi di Amerika Serikat. Berdasarkan laporan McKinsey, belanja modal global untuk pembangunan pusat data diperkirakan mencapai US$7 triliun pada 2030.
Satu fasilitas pusat data berukuran 250.000 kaki persegi dapat mempekerjakan hingga 1.500 pekerja konstruksi selama masa pembangunan.
Banyak di antara mereka berpenghasilan lebih dari US$100.000 (Rp1,6 miliar) per tahun tanpa gelar sarjana, belum termasuk lembur. Setelah beroperasi, fasilitas tersebut masih membutuhkan sekitar 50 pekerja tetap untuk perawatan.
Huang juga menegaskan bahwa Nvidia akan ikut mendukung pembangunan ekosistem tenaga kerja ini.
Pekan lalu, perusahaan chip raksasa itu mengumumkan investasi US$100 miliar untuk membantu OpenAI mengembangkan jaringan pusat data berbasis prosesor AI milik Nvidia.
Huang bukan satu-satunya bos teknologi yang menyerukan pentingnya tenaga kerja terampil. CEO BlackRock Larry Fink sebelumnya telah memperingatkan bahwa Amerika Serikat menghadapi krisis tenaga kerja untuk membangun pusat data AI.
"Saya bahkan mengatakan kepada beberapa anggota tim Trump bahwa kita akan kehabisan teknisi listrik untuk membangun pusat data AI. Kita memang tidak punya cukup banyak tenaga kerja," kata Fink dalam sebuah konferensi energi pada Maret lalu.
CEO Ford Jim Farley juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Ia menyebut, meski pemerintah AS berambisi memulangkan industri manufaktur (reshoring), tidak ada cukup tenaga kerja untuk mewujudkannya.
"Bagaimana kita bisa memulangkan industri kalau tidak punya orang untuk bekerja di sana?" ujar Farley kepada Axios.
Saat ini, AS kekurangan sekitar 600.000 pekerja pabrik dan 500.000 pekerja konstruksi, menurut unggahan Farley di LinkedIn pada Juni lalu.
(fab/fab)