Heboh Muncul Yesus Virtual Warga Bisa Chat Langsung, Tanda Kiamat?

Redaksi, CNBC Indonesia
Jumat, 03/10/2025 19:45 WIB
Foto: Noda darah terlihat di dinding dan di patung Yesus Kristus di Gereja St Sebastian setelah ledakan di Negombo, utara Kolombo, Sri Lanka, Minggu, 21 April 2019. Lebih dari dua ratus orang tewas dan ratusan lainnya terluka di delapan ledakan yang mengguncang gereja dan hotel di dan di luar ibukota Sri Lanka pada hari Minggu Paskah. (Foto AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) makin meluas di kehidupan sehari-hari, bahkan sudah merambah ke aspek agama. Salah satunya terlihat dari kemunculan Yesus virtual dan khotbat otomatis berbasis AI.

Chatbot berbau agama makin banyak ditemukan. Umumnya layanan tersebut menawarkan layanan konseling, memberikan kenyamanan, serta panduan spiritual, di tengah transformasi sosial yang kian terlihat.

Salah satu aplikasi keagamaan berbasis AI bernama 'Text with Jesus'. Aplikasi itu sudah memiliki ribuan pelanggan berbayar.


Pengguna bisa mengajukan pertanyaan kepada Maria, Yusuf, Yesus dan hampir semua 12 rasul. CEO Catloaf Software, Stephane Peter, yang mengembangkan aplikasi tersebut, mengatakan ide aplikasi adalah memberikan edukasi kepada masyarakat.

"Ini adalah cara baru untuk membahas isu-isu keagamaan dengan cara interaktif," kata Peter kepada AFP, dikutip Jumat (3/9/2025).

Meski aplikasi menegaskan bahwa mereka menggunakan AI, tetapi 'Yesus' virtual di dalamnya tak merasa demikian ketika dibeberkan pertanyaan oleh pengguna.

Peter mengatakan Text with Jesus dikembangkan dengan pemodelan GPT-5 teranyar yang dikembangkan OpenAI. Pemodelan tersebut mampu mengikuti instruksi dan pengulangan dengan lebih baik dari versi sebelumnya.

Selain itu, model tersebut juga lebih baik dalam membuat bot konsisten dengan karakter yang dirancang, serta cenderung membantah jika dipaksa mengaku diri mereka sebagai bot.

Peter tak menampik banyak orang yang menghujat aplikasinya, tetapi tetap saja mendapat rating 4,7 dari 5 di App Store.

Pelayanan online 'Catholic Answers' mengatakan mereka merasakan betapa sensitifnya semua ini ketika meluncurkan karakter animasi AI "Father Justin" tahun lalu.

"Banyak orang tersinggung karena menggunakan karakter seorang pastor," kata Christopher Costello, direktur teknologi informasi pelayanan tersebut.

Beberapa hari kemudian, Catholic Answers menghapus nama avatarnya dan menjadikannya Justin saja.

"Kami tidak ingin menggantikan manusia. Kami hanya ingin membantu," kata Costello kepada AFP.

Beberapa agama lain juga memiliki aplikasi serupa. Misalnya 'Deen Buddy' untuk Islam, 'Vedas AI' untuk Hindu, serta 'AI Buddha'.

Kebanyakan menyebut diri mereka sebagai penghubung dengan kitab suci, bukan perwujudan kekudusan sejati.

Nica, perempuan Filipina berusia 28 tahun yang tergabung dalam Gereja Anglikan, mengatakan ia menggunakan ChatGPT hampir setiap hari untuk mempelajari Alkitab, meskipun pendetanya meminta ia untuk berhenti.

"Menurut saya itu tambahan," kata Nica, yang menolak menyebutkan nama belakangnya.

"Saya berada di komunitas Kristen dan suami saya serta saya memiliki mentor spiritual. Hanya saja terkadang saya memiliki pemikiran acak tentang Alkitab dan saya ingin segera mendapatkan jawaban," ia menjelaskan.

Tidak banyak yang mengakui penggunaan asisten AI dalam urusan agama, meskipun beberapa aplikasi ini telah diunduh jutaan kali.

"Orang yang ingin percaya kepada Tuhan mungkin sebaiknya tidak bertanya kepada chatbot. Mereka juga harus berbicara dengan orang yang percaya," kata perempuan bernama Emanuela saat meninggalkan Katedral St. Patrick di New York.

Rabi Gilah Langner mengatakan halakhah yang merupakan kumpulan hukum agama dari Taurat, memiliki banyak interpretasi. Ia menilai umat Yahudi membutuhkan sesama umat Yahudi, dengan wawasan dan perspektif mereka, untuk menghubungkan mereka dengan tradisi iman mereka.

"Saya rasa Anda tidak benar-benar mendapatkan hal itu dari AI. Mungkin saja akan sangat bernuansa, tetapi hubungan emosionalnya hilang," kata Langner kepada AFP.

"AI dapat membuat orang merasa terisolasi dan tidak terhubung secara organik dengan tradisi yang hidup," ia menambahkan.

Di sisi lain, komunitas Kristen tidak sepenuhnya menolak AI. Peter mengatakan ia telah berbicara dengan para pendeta dan mereka sepakat bahwa AI dapat menjadi alat untuk mendidik masyarakat.

Tahun lalu, mendiang Paus Fransiskus menunjuk Demis Hassabis, salah satu pendiri laboratorium riset AI Google DeepMind, untuk melayani di akademi ilmiah Vatikan.

Pada November 2023, Pendeta Jay Cooper dari Gereja Violet Crown City di Austin, Texas, meminta seorang asisten AI untuk menyampaikan khotbah lengkap. Ia memperingatkan umat paroki sebelumnya.

"Beberapa orang panik, mengatakan bahwa kita sekarang adalah gereja AI," kata Cooper. Namun, ia menilai kebaktian tersebut memikat beberapa orang yang biasanya tidak menghadiri gereja, terutama penggemar video game.

Cooper mengatakan ia telah mempertimbangkan cara lain untuk mengintegrasikan AI ke dalam gerejanya tetapi belum mengulangi khotbah AI tersebut.

"Saya senang kita melakukannya, tetapi itu tidak menyentuh inti dan semangat dari apa yang biasa kita lakukan," katanya.


(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:

Video: AI Jadi Tren Layanan Kesehatan, Seberapa Siap Rumah Sakit?