Temuan di China Ubah Sejarah Panjang Asal Usul Manusia
Jakarta, CNBC Indonesia - Rekonstruksi digital tengkorak berusia sekitar satu juta tahun menunjukkan bahwa sejarah panjang manusia berbeda dari teori-teori sebelumnya.
Studi baru menunjukkan manusia mungkin telah berevolusi dari nenek moyangnya 400.000 tahun lebih awal dari perkiraan, dan bukan di Afrika melainkan di Asia.
Temuan yang dipublikasikan di jurnal Science ini didasarkan pada tengkorak yang ditemukan pada 1990 dan diberi label Yunxian 2.
Sebelumnya, fosil tersebut diyakini sebagai Homo erectus. Namun, berkat teknologi rekonstruksi modern seperti CT scan, pencitraan cahaya terstruktur, dan rekonstruksi virtual, para ilmuwan menemukan ciri-ciri yang lebih mirip Homo longi dan Homo sapiens.
Pilihan Redaksi
|
"Temuan ini mengubah banyak pemikiran," kata Chris Stringer, antropolog dari Natural History Museum, London, yang turut terlibat dalam riset ini, dikutip dari CBS News, Selasa (30/9/2025).
"Hal ini menunjukkan bahwa sekitar satu juta tahun lalu, leluhur kita sudah terbagi ke dalam kelompok yang berbeda-beda, menandakan perpecahan evolusi manusia terjadi jauh lebih awal dan lebih kompleks daripada yang selama ini diyakini," tambahnya.
Xijun Ni, profesor di Universitas Fudan yang memimpin penelitian, mengaku terkejut. "Sejak awal kami sulit percaya, bagaimana mungkin ini terjadi jauh di masa lalu? Tapi kami menguji ulang semua model dan metode, dan kini kami yakin dengan hasilnya. Kami sangat bersemangat," ujarnya.
Para peneliti menilai, jika temuan ini benar, kemungkinan ada nenek moyang awal dari kelompok lain seperti Neanderthal dan Homo sapiens yang sudah ada lebih dini. Hal ini juga menantang teori lama bahwa manusia purba hanya menyebar dari Afrika.
"Ini bisa menjadi perubahan besar. Asia Timur kini berperan penting dalam evolusi hominin," kata Michael Petraglia, Direktur Pusat Penelitian Evolusi Manusia di Griffith University, Australia, yang tidak terlibat dalam studi.
Untuk memverifikasi, tim membandingkan model Yunxian 2 dengan lebih dari 100 spesimen lain. Hasilnya menunjukkan kombinasi ciri unik: bagian wajah bawah yang menonjol mirip Homo erectus, sementara kapasitas otak yang lebih besar mendekati Homo longi dan Homo sapiens.
Meski demikian, sejumlah pakar masih meragukan kesimpulan ini. Arkeolog Andy Herries dari La Trobe University menilai bentuk fosil tidak selalu mencerminkan riwayat genetik evolusi manusia.
Aylwyn Scally, ahli genetika evolusi dari Universitas Cambridge, menekankan perlunya bukti tambahan, terutama dari data genetik, sebelum hasil ini bisa dipastikan.
Penelitian ini menambah daftar temuan terbaru yang memperumit pemahaman kita tentang asal-usul manusia. Homo longi, atau dikenal sebagai "Manusia Naga", baru ditetapkan sebagai spesies baru pada 2021 oleh tim yang juga melibatkan Stringer.
"Fosil seperti Yunxian 2 menunjukkan betapa banyak hal yang masih harus kita pelajari tentang asal-usul kita," kata Stringer.
(dem/dem)