Peringatan Dini Gempa Megathrust Guncang RI, Ini Kata Ilmuwan UGM

Redaksi, CNBC Indonesia
Selasa, 26/08/2025 15:50 WIB
Foto: Titik lokasi pusat megathrust. (Dok. Google Maps)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wilayah Indonesia dikepung zona Megathrust yang bisa sewaktu-waktu melepaskan energi dan menyebabkan gempa dahsyat. Beberapa saat lalu, BMKG mengatakan ada 2 zona Megathrust yang perlu diwaspadai, yakni Selat Sunda dan Mentawai-Siberut. 

Kedua zona Megathrust itu sudah lama tak mengalami gempa atau seismic gap, yakni berabad-abad. Biasanya, gempa besar memiliki siklus sendiri dalam rentang hingga ratusan tahun.

Dalam rangka memitigasi dampak gempa Megathrust, dibutuhkan sistem peringatan dini yang canggih. Salah satunya bisa dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI).


Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerja sama dengan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk mengembangkan sistem peringatan dini gempa bumi berbasis Distributed Acoustic Sensing (DAS), inovasi berbasis AI yang memanfaatkan kabel optik bawah laut untuk memantau aktivitas seismik secara real-time.

Dengan mengandalkan infrastruktur kabel optik bawah laut milik Telkom yang terbentang dari Sabang hingga Merauke, sistem ini mampu mendeteksi gelombang primer (P-wave), sinyal awal sebelum gelombang sekunder yang merusak (S-wave) datang.

Sistem ini dapat memberikan peringatan beberapa detik hingga menit sebelum guncangan utama terjadi, sehingga dapat memberikan waktu yang sangat krusial untuk evakuasi dini.

Pemrosesan data dilakukan secara real-time dan terintegrasi dengan sistem geospasial, memungkinkan respons kebencanaan yang lebih cepat dan terkoordinasi.

"Teknologi ini memberikan solusi yang cepat, presisi, dan mampu menjangkau area rawan yang selama ini minim pemantauan," ujar Kuwat Triyana anggota tim peneliti UGM, dikutip dari keterangannya di laman resmi UGM, Selasa (26/8/2025).

Saat ini, sistem deteksi DAS tengah dalam tahap uji coba di kawasan Pantai Selatan Jawa dan akan diperluas ke wilayah rawan lainnya. UGM dan Telkom juga tengah merancang protokol kolaboratif agar data dapat diakses terbuka untuk riset dan kebijakan publik.

Langkah ini diharapkan dapat memperkuat sistem nasional dalam menghadapi bencana secara lebih terpadu dan responsif.


(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Transaksi AI Asia Pasifik Diramal Rp520 Triliun, RI Dapat Cuan?