Nuklir Raksasa Hancurkan Jepang Gara-gara Ulah Warga Remehkan Alam
Jakarta, CNBC Indonesia - Nuklir raksasa meledak di Jepang pada 12 Maret 2011 atau sehari setelah gempa berkekuatan M9 dan tsunami 40 meter menghantam wilayah timur negara tersebut. Ternyata, ledakan nuklir dahsyat tersebut bukan hanya dipicu bencana alam, tetapi ulah manusia yang meremehkan dampaknya.
Ledakan nuklir mengguncang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima. Radiasinya menyebar hingga 20 km dan mengubah wilayah tersebut menjadi zona kosong tak berpenghuni sampai sekarang.
Sepekan sebelum bencana terjadi, para ahli nuklir Jepang sudah memperingatkan keretakan di sistem pendingin reaktor. Namun, peringatan itu malah diabaikan.
Para pengelola memilih diam dan menutup-nutupi masalah yang ada, sebab takut akan ada sanksi yang menimpa. Bahkan, mereka enggan memanggil ahli luar untuk mengatasi masalah yang ada.
"Pada 12 Maret, saya melihat mobil berisi orang-orang memakai baju proteksi dan masker gas. Mereka menyuruh warga segera mengungsi. Saat itu saya sadar ada bahaya besar," kata Mizue Kanno, warga Fukushima, dikutip dari Fukushima Testimony. Rumah Kanno hancur lebur, namunia selamat karena tinggal cukup jauh dari pantai.
Sebagai informasi, tragedi Fukushima menjadi bencana nuklir terbesar ketiga dalam sejarah Jepang setelah Hiroshima dan Nagasaki (1945), dan menyamai level tragedi Chernobyl (1986).
Bedanya, ledakan Fukushima tak terjadi karena perang atau kesalahan teknologi semata, tetapi faktor besarnya adalah kesombongan manusia dalam meremehkan kekuatan alam.
Kesalahan Perencanaan
Sebelum reaktor itu meledak, pemerintah Jepang dinilai sudah keliru sejak tahap perencanaan. Mereka hanya memakai pendekatan "deterministik", yakni mengandalkan catatan bencana masa lalu. Mereka tidak memikirkan pendekatan "probabilistik" yang mempertimbangkan kemungkinan terburuk di masa depan.
Sejarah mencatat gempa terbesar sebelumnya 'hanya' berkekuatan M8 dan tsunami tertinggi 3,5 meter. Lantas, PLTN Fukushima pun hanya dirancang untuk skenario itu. Padahal para ilmuwan sudah memperingatkan kemungkinan gempa yang jauh lebih besar.
Alam membuktikan peringatan tersebut. Pada 11 Maret 2011, gempa berkekuatan M9 mengguncang Jepang selama 6 menit, diikuti tsunami raksasa. PLTN runtuh, pendingin mati, reaktor langsung meledak.
"Jepang telah meremehkan risiko tsunami sebagai serangkaian kesalahan bodoh yang menyebabkan bencana," tegas Costas Synolakis, profesor Teknik Sipil di University of Southern California.
Ledakan Fukushima menjadi simbol betapa berbahayanya jika manusia merasa paling tahu soal alam. Kebiasaan menutup-nutupi masalah, abai terhadap risiko, hingga mengabaikan suara ilmuwan, menjadi bom waktu yang akhirnya meledak.
Warga Fukushima kini menanggung akibatnya. Mereka tak hanya kehilangan rumah akibat gempa, tapi juga harus pergi dan tak bisa kembali karena tanah kelahiran mereka telah terkontaminasi nuklir. Senjata yang dibuat untuk memberi energi, justru berubah menjadi bencana karena kesalahan manusia yang meremehkan kekuatan alam.
(fab/fab)