
Tesla Makin Hancur Lebur, Elon Musk Bye!

Jakarta, CNBC Indonesia - Tesla makin terpuruk. Penjualan mobilnya terus mengalami penurunan di saat CEO Elon Musk terlibat perseteruan dengan Presiden AS Donald Trump.
Dalam laporan Produksi, Pengiriman, dan Penerapan Tesla yang dipublikasikan di situs resmi Tesla, raksasa tersebut melaporkan pengiriman mobil listrik sebanyak 384.122 unit sepanjang kuartal-II (Q2) 2025.
Angka itu turun 14% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni sebesar 443.956 unit.
Laporan ini sesuai dengan prediksi analis Wall Street yang mengatakan penjualan Tesla lesu di Eropa. Faktornya beragam, mulai dari tekanan persaingan dari merek mobil listrik China, reputasi politik Musk juga membuat konsumen enggan membeli produk Tesla, menurut laporan Business Insider.
Tak cuma itu, Tesla juga masih menjual produk-produk lawas. Perusahaan sudah berkali-kali mengumbar akan merilis mobil listrik murah, namun belum juga terealisasi.
Pada April lalu, Tesla mengumumkan penundaan untuk Model Y versi terjangkau. Cybertruck merupakan peluncuran besar terakhir Tesla, tetapi harganya yang dipatok mulai US$60.000 (Rp970 jutaan) kurang diminati secara luas, dikutip dari PCMag, Jumat (4/7/2025).
Tesla juga berinvestasi besar dalam bidang otonomi dan memperkenalkan 10 robotaxi Model Y yang dapat mengemudi sendiri di Austin bulan lalu. Namun, inisiatif itu dikatakan bisa memakan waktu bertahun-tahun untuk menghasilkan pendapatan.
Laporan kinerja Tesla yang buruk sudah menjadi hal normal dalam beberapa periode belakangan. Sepanjang 2024, kinerja perusahaan turun 1%.
Pada Q1 2025, Tesla menunjukkan penurunan 13% dibandingkan Q1 2024 dan anjlok 20% dibandingkan Q1 2023.
PCMag mencatat, Musk harus menyiapkan jawaban yang masuk akal pada 23 Juli 2025 mendatang, ketika perusahaan mengumumkan hasil kinerja keuangan dan menghadapi rentetan pertanyaan dari para analis.
Secara keseluruhan, minat konsumen terhadap mobil listrik memang jatuh ke level terendah sejak 2019, menurut studi pada Juni 2025 dari AAA. Hanya 16% orang dewasa di AS yang mengaku berniat membeli mobil listrik.
Angka itu turun dari 25% pada 2022 silam. Alasannya beragam, antara lain harga yang mahal, kecemasan jangkauan, hingga kekhawatiran terkait perbaikan baterai mobil yang ribet dan berbiaya tinggi.
Politik juga memainkan peran kecil, terutama kecemasan atas berakhirnya keringanan pajak federal sebesar US$7.500. Versi terkini dari RUU Big Beautiful, yang sekarang sedang dipertimbangkan di DPR, akan mengakhiri keringanan pajak pada bulan September 2025 mendatang.
Namun, masih ada kemungkinan untuk meraih kesuksesan dalam bisnis mobil listrik di AS. Penjualan mobil listrik General Motors naik 111% dari tahun-ke-tahun (YoY).
Namun, produsen mobil lain melaporkan penurunan, termasuk Ford, Kia, dan Hyundai, menurut laporan The Wall Street Journal. Kasus Ford unik, dan terkait dengan pergantian pabrik untuk versi 2025 untuk dua dari tiga modelnya, menurut Bloomberg.
Di sisi lain, minat terhadap mobil hibrida (bukan EV penuh) tengah tumbuh di AS. Ford kini melaporkan angka penjualan gabungan untuk mobil listrik murni dan hibrida tumbuh 6,6% pada Q2 2025, menurut laporan CNBC International.
Toyota, pembuat Prius, berencana untuk menawarkan lebih banyak mobil hibrida plug-in (PHEV) yang menawarkan jarak tempuh tertentu dengan tenaga listrik penuh beserta tangki bensin sebagai cadangan.
Perusahaan tersebut mengumumkan rencana pada bulan Mei untuk meningkatkan kategori penjualan tersebut dari 2,4% menjadi 20% pada tahun 2030.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Orang Terkaya Dunia Elon Musk Mau Tambah Kaya, Taktiknya Terungkap
