
KTP Warga Dicatut Dharma Pongrekun, ELSAM Desak KPU Lakukan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Ramai di media sosial warganet protes data KTP mereka dicatut untuk mendukung pencalonan pasangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana dalam Pilkada DKI Jakarta 2024.
Padahal mereka mengaku tak mendukung calon tersebut dan tak tahu datanya telah digunakan.
Mereka melakukan pengecekan data secara mandiri melalui laman Info Pemilu. Situs tersebut memuat data masyarakat yang digunakan sebagai dukungan pada bakal calon pasangan kepala daerah.
Banyak dari mereka yang meminta netizen lainnya untuk segera mengecek di laman Info Pemilu.
"WARGA JAKARTA CEK KTP LO PADA SEKARANG! gua gak tau ini siapa dan gua gak pernah merasa daftarin dukungan gua ke orang ini, tiba tiba NIK gua DICATUT sebagai PENDUKUNG DUA ORANG INI BUAT MAJU JADI CAGUB DKI?????? yang bener aja lah @dukcapiljakarta @kpu_dki," cuit seorang netizen di X (dulunya Twitter).
Mengenai Kejadian ini, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), mencatat beberapa hal. Pertama, terdapat pelanggaran pelindungan data pribadi yang dilakukan pasangan calon Dharma Pongrekun dan Kun Wardana karena diduga telah melakukan pemrosesan data yang bukan miliknya secara melawan hukum.
"Pemrosesan KTP yang dilakukan untuk tujuan pencalonan memerlukan dasar hukum, pemrosesan berupa persetujuan yang sah secara eksplisit dari Subjek Data Pribadi calon pendukung atas tujuan kandidasi calon tertentu," tulis pernyataan resmi ELSAM yang diterima CNBC Indonesia, Jumat (16/8/2024).
Untuk meminta persetujuan ini, pasangan calon harus menjelaskan tujuan pemrosesan data, jenis data apa saja yang akan diproses, jangka waktu retensi dokumen, dan rincian informasi yang dikumpulkan. Dugaan pencatutan tersebut mengindikasikan bahwa data diproses tanpa persetujuan apapun dari subjek data.
Di negara lain, seperti Belgia dan Hungaria, kandidat pemilu yang melakukan pengumpulan dan memproses data pribadi yang tidak sah, dihukum denda sebesar masing-masing EUR 5.000 (Rp 86 juta) dan HUF 100.000 (Rp 4,5 juta) oleh otoritas pelindungan data setempat.
Kedua, terdapat kejanggalan dalam proses verifikasi administrasi dan verifikasi faktual yang dilakukan oleh KPU DKI Jakarta terhadap syarat pencalonan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana.
KPU sebagai pengendali data atas SILON wajib memastikan akurasi, kelengkapan, dan konsistensi data yang dikelola dalam sistemnya sesuai Pasal 29 UU PDP.
"Oleh karena itu, banyaknya pencatutan yang diduga dilakukan dalam Pilkada serentak mengindikasikan kegagalan KPU sebagai pengendali dalam menjamin akurasi data bahkan setelah disediakan mekanisme verifikasi administrasi hingga verifikasi faktual," jelas ELSAM.
Selanjutnya, KPU belum secara konsisten menerapkan kewajiban kepatuhan terhadap UU PDP, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan data pribadi dalam penyelenggaraan Pemilu.
Hal ini terlihat dari belum adanya integrasi dan adopsi standar kepatuhan pelindungan data pribadi, dalam kebijakan dan regulasi yang berkaitan dengan penggunaan data pribadi untuk kepentingan pemenuhan persyaratan pencalonan.
Situasi ini juga kian memperkuat dugaan kebocoran data pribadi pada lembaga-lembaga, baik publik maupun privat, yang mengumpulkan data kependudukan.
Dengan maraknya pencatutan dokumen kependudukan tersebut, maka menjadi pertanyaan besar dari mana pasangan calon memperoleh KTP warga secara ilegal untuk digunakan sebagai syarat dokumen yang diserahkan kepada KPU.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
