
Tanda Kiamat Makin Jelas, Nasib Manusia Bakal Tragis

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa belahan dunia sudah lebih dulu merasakan 'kiamat' Bumi. Cuaca panas mendidih sudah pada tahap mengkhawatirkan.
CNN Internasional melaporkan bahwa cuaca ekstrem dan krisis iklim yang disebabkan aktivitas manusia membuat gelombang panas makin parah dan berdampak fatal.
Tim peneliti dari Purdue University melaporkan miliarang orang di seluruh dunia akan menghadapi ambang batas pemanasan global yang mematikan.
Temperatur di atas 87,8 derajat Fahrenheit merupakan suhu maksimum yang bisa dihadapi oleh tubuh manusia, menurut laporan bertajuk 'Humans can't endure temperature and humidities as high as previously thought' (manusia tak bisa bertahan dengan temperatur dan kelembaban tinggi seperti yang diprediksi sebelumnya).
Ditambah dengan tingkat kelembaban tinggi, cuaca ekstrem benar-benar menguji kemampuan manusia bertahan. Tubuh manusia sudah di ambang batas kesulitan dalam beradaptasi dengan iklim yang kian mendidih.
Insiden nyata yang terlihat, pada musim haji Juni tahun ini, sekitar 1.300 orang meninggal akibat temperatur panas di atas 120 derajat Fahrenheit di Mekah, Arab Saudi.
Profesor iklim dari Purdue University, Matthew Huber, mengatakan musim panas di Bumi sudah menjadi 'senjata' mematikan bagi manusia yang hidup di dalamnya.
Laporan menyebut ada beberapa orang yang lebih rentan terhadap sengatan panas ketimbang orang lain. Namun, secara umum tak ada orang yang imun dengan suhu panas ekstrem.
Bahkan, banyak atlit top pada Olimpiade Paris yang mengaku ketar-ketir harus berkompetisi di tengah suhu panas mencapai 95 derajat Fahrenheit, dikutip dari CNN Internasional, Rabu (31/7/2024).
Panas ekstrem sudah membunuh sekitar 489.000 orang setiap tahunnya menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Namun, angka pastinya bisa jadi lebih tinggi, sebab kematian karena suhu panas ekstrem sulit dideteksi.
"Angka yang ada tentu saja lebih sedikit dari aslinya," kata Bharat Venkat, direktur Heat Lab di UCLA.
Kisah Tragis Atlit Meninggal Gegara Panas Mendidih
Contoh nyata terjadi pada Philip Kreycik, pelari maraton berusia 37 tahun yang meninggal tragis di musim panas 2021 lalu. Pada 10 Juli pagi, temperatur naik ke angka 90-an derajat Fahrenheit.
Mulanya tubuhnya masih bisa menahan panas. Lalu, data GPS dari smartwatch-nya berubah drastis. Ia tak muncul saat jam makan siang di rumah dan istrinya khawatir.
Tubuhnya ditemukan tiga minggu setelah hari itu. Hasil otopsi menunjukkan tanda cedera traumatis. Polisi mengonfirmasi Kreycik sepertinya mengalami kondisi medis darurat akibat temperatur panas.
Cuaca panas mendidih mematikan masyarakat dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Ada laporan yang menunjukkan orang meninggal saat jalan kaki di tengah teriknya matahari, saat mendaki bersama keluarga, saat menonton konser outdoor Taylor Swift, bahkan saat berdiam diri di rumah tanpa pendingin ruangan.
Ilmuwan masih terus mencoba meneliti bagaimana tubuh manusia merespons serangan panas dari kenaikan temperatur dan tingkat kelembaban tinggi.
Uji Ketahanan Manusia Hadapi 'Kiamat' Panas Mendidih
CNN Internasional mengunjungi salah satu 'ruang' pengujian di University of South Wales di Inggris. Ruang ini mencoba mendeteksi bagaimana suhu panas bisa mematikan manusia, namun dalam lingkungan yang terkontrol.
"Kami akan menghangatkan ruangan dan pelan-pelan mendeteksi bagaimana dampaknya," kata profesor fisiologi dan biokimia dari University of South Wales, Damian Bailey.
Bailey menggunakan beberapa instrumen pengukuran vital, seperti aliran darah ke otak, detak jantung, dan temperatur kulit. Subjek berada dalam kondisi istirahat atau melakukan olahraga ringan seperti bersepeda.
Ruangan ini disetel mulanya pada suhu normal 73 derajat Fahrenheit dan pelan-pelan diatur ke 104 derajat Fahrenheit.
Selanjutnya, peneliti memasukkan tingkat kelembaban ekstrem, mulai dari tingkat 20% yang masih kering hingga 85% yang sudah parah.
"Itu yang menjadi pembunuhnya," kata Bailey. "Tingkat kelembaban ekstrem menantang kemampuan manusia bertahan," kata dia.
Mulanya, gejala yang muncul pada tubuh adalah mual, sakit kepala, keram otot, bahkan pingsan. Hal ini menandai kelelahan akibat panas. Tubuh mengalami dehidrasi parah dan tak mampu mendinginkan diri.
Dari situ, kondisi akan bertambah parah. Heatstroke terjadi ketika tubuh tak bisa lagi melakukan trik untuk mendinginkan diri, seperti berkeringat atau meningkatkan aliran darah ke kulit.
Ketika suhu dalam tubuh mencapai 104 derajat Fahrenheit, yang terjadi pada 10-20 menit pasca terpapar panas ekstrem, orang akan menghadapi kematian.
Orang akan mengalami disorientasi dan kehilangan kesadaran. Organ-organ tubuh perlahan tak berfungsi. Lalu, orang akan mengalami gagal jantung.
Wilayah Duluan Rasakan Tanda 'Kiamat'
Laporan menunjukkan Afrika Barat dan Asia Selatan merupakan wilayah yang paling rentan terkena serangan panas mendidih. Wilayah itu juga memiliki populasi padat dan akses masyarakat ke pendingin ruangan masih minim.
Negara-negara kaya memiliki akses lebih baik untuk menghadapi cuaca panas ekstrem. Namun, panas lembab yang menyerang bagian Amerika Serikat (AS), termasuk Midwest, patut diwaspadai.
Musim panas saat ini akan menjadi dingin bagi standar masa depan. Panas yang kita alami saat ini akan berubah dan membahayakan keberlangsungan hidup di Bumi.
Laporan ini menunjukkan pemanasan global makin mengancam umat manusia. Untuk itu, berbagai belahan dunia makin memprioritaskan penggunaan energi hijau untuk meredam dampak perubahan iklim dan pemanasan global. Semoga informasi ini bermanfaat agar kita bisa bersama-sama menerapkan gaya hidup yang lebih 'hijau'.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tanda Kiamat di Depan Mata, Bumi Sudah Tak Layak Huni
