
China Jajah Dunia, Eropa Turun Tangan Ikut Jejak Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Uni Eropa tengah menyusun rencana untuk mengenakan bea masuk atas barang-barang murah yang dibeli dari plaform e-commerce China, termasuk Temu, Shein, dan AliExpress.
Hal tersebut diungkap tiga sumber yang familiar dengan rencana tersebut, menurut laporan dari Financial Times.
Komisi Eropa pada akhir bulan ini berencana memberikan batasan harga 150 euro (Rp 2,6 jutaan) untuk membebaskan produk dari pajak (duty free), dikutip dari Reuters, Kamis (4/7/2024).
Menurut Komisi Eropa, banyak produk-produk asing 'menjajah' pasar Eropa dengan menawarkan harga di bawah 150 euro. Selama ini, barang-barang impor murah di bawah 150 euro yang tersebar e-commerce tersebut tidak dikenakan pajak.
Uni Eropa telah mewacanakan aturan batasan pajak ini pada Mei 2023 lalu. Namun, sepertinya pemberlakuannya akan dipercepat karena barang impor murah makin merajalela.
"Kami sepenuhnya mendukung upaya otoritas setempat untuk melakukan reformasi dengan menetapkan provisi minimum," kata juru bicara Shein.
AliExpress, Temu, dan Uni Eropa tidak segera merespons permintaan konfirmasi.
Aturan Barang Impor E-commerce di Indonesia
Membludaknya barang-barang impor murah China terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Hal ini dikhawatirkan bisa mematikan bisnis lokal.
Untuk menanggulangi hal ini, pemerintah RI sudah lebih dulu mengambil langkah ketimbang Uni Eropa. Beberapa saat lalu Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan kebijakan dalam penetapan batas harga barang impor paling murah yang boleh dijual di platform e-commerce.
Hal itu diputuskan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 31/2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Permendag ini diundangkan dan berlaku mulai 26 September 2023.
Salah satu poin pada Pasal 19 ayat (2) disebutkan bahwa harga barang minimum pada kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang bersifat cross-border senilai US$ 100 atau setara Rp 1,6 juta.
Sementara itu, pada pasal 19 ayat (3) disebutkan, jika harga barang dalam bentuk mata uang yang berbeda, bukan dolar AS (USD/US$), maka dilakukan konversi menggunakan nilai kurs yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ecommerce China Bikin Pedagang Kecil Makin Miskin
