Alasan Sebenarnya X/Twitter Ramai walau Elon Musk Ngaco

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
11 June 2024 13:00
Pekerja memasang penerangan pada tanda
Foto: Pekerja memasang penerangan pada tanda "X" di atas kantor pusat perusahaan, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, di pusat kota San Francisco, Amerika Serikat. (AP Photo/Noah Berger)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak 2022, Twitter atau sekarang bernama X diambil alih miliarder Elon Musk. Banyak orang yang tak suka dengan perubahan di platform tersebut pasca dicaplok.

Sebab, Musk dikenal cukup sering mengundang kontroversi. Dampaknya nyata dilihat dari banyaknya pengiklan yang hengkang, hingga nilai perusahaan yang anjlok.

Kendati demikain, lini masa X tetap ramai. Banyak pengguna yang akhirnya tetap kembali ke X untuk mengunggah postingan atau sekedar scrolling timeline. Saat ini, X memiliki basis pengguna aktif bulanan (MAU) lebih dari 550 juta. Rata-rata pengguna menghabiskan waktu 34 menit 48 detik setiap harinya di aplikasi tersebut.

Per April 20204, X menerima sekitar 6,1 miliar kunjungan per bulan, menurut laporan ExplodingTopics yang dihimpun dari Data Reportal dan SimilarWeb.

Laporan laman Notus mengatakan sejumlah pengguna mengatakan Twitter memang tak sama lagi. Tetapi juga tidak seburuk saat Musk akhirnya menakhodai perusahaan.

Deretan aplikasi penantang seperti Mastodon, BlueSky, Post hingga Threads tak bisa mengalahkan popularitas X. Ahli strategi Partai Demokrat Amerika Serikat (AS) Tim Hogan menyamakan X dengan pemerintahan Donald Trump beberapa waktu lalu.

"Trump menang tahun 2016, itu mengerikan. Banyak yang bilang akan pindah ke Selandia Baru atau Kanada, namun kenyataannya masih bertahan. Itu sedikit mirip dengan kondisi platform ini [X]," jelasnya dikutip Selasa (11/6/2024).

Obrolan soal politik juga membuat X tetap diminati banyak orang. Termasuk bagi mereka yang ingin berkampanye dan memperluas jangkauannya.

Menurut sumber yang dikutip Notus, platform tetap jadi tujuan bagi mereka yang terlibat politik. "Kampanye melihat hasilnya," jelas seorang ahli strategi Partai Demokrat yang bekerja pada kampanye 2024.

Seorang politisi yang juga senator Chris Murphy juga mengatakan masih menggunakan Twitter. Meskipun dia mengakui platform itu tak sama lagi seperti saat dia menggunakannya dulu.

"Saya masih menggunakannya dan berkomunikasi lewat Twitter. Namun platform ini jauh lebih tidak ramah pengguna dibandingkan saat mulai menggunakannya," jelas dia.


(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kekuatan Elon Musk Tak Diragukan, Pemerintah Australia Kalah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular