Internet RI Bisa Bocor Gegara Starlink, Ini Penjelasan Ahli Siber

Intan Rakhmayanti Dewi, CNBC Indonesia
30 May 2024 13:10
Parabola Starlink. (Sosial Media X @Starlink)
Foto: Parabola Starlink. (Sosial Media X @Starlink)

Jakarta, CNBC Indonesia - Starlink, layanan internet berbasis satelit milik Elon Musk resmi beroperasi di Indonesia pada Mei 2024 ini.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) meminta Starlink mematuhi aturan main di Tanah Air. Salah satunya Starlink membangun Network Operation Center (NOC) di Indonesia.

Terbaru, Direktur Telekomunikasi Ditjen PPI Kominfo, Aju Widya Sari, mengungkap lokasi pusat pengawasan jaringan Starlink di Indonesia ada di dekat Bekasi.

"NOC sudah ada di Indonesia itu salah satu persyaratan untuk ULO dan sudah bisa membuktikan kalau NOC-nya ada di Indonesia," kata Aju saat ditemui usai acara Ericsson Imagine Live 2024, di Jakarta, beberapa hari yang lalu.

"Sudah ada NOC sebelum izin terbit, di Karawang dan Cibitung ada satu. Bisa remote gateway di Cibitung diremote ke Karawang," imbuhnya.

Namun menurut pakar keamanan siber sekaligus Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber (CISSReC) Pratama Persadha, hal yang lebih penting dan mendesak adalah agar Starlink menyediakan Network Access Provider (NAP) di Indonesia.

Starlink diketahui sudah bekerjasama dengan NAP lokal untuk layanan backbone internetnya supaya mendapatkan ijin ISP (Internet Service Provider).

Sehingga, jika memang diperlukan tindakan yang bisa meningkatkan pertahanan dan keamanan negara pada saat krisis seperti penyadapan atau sensor, bisa dilakukan melalui perusahaan NAP yang menjual layanan backbone internetnya ke Starlink.

Hal tersebut ia nilai lebih baik karena sebelumnya Starlink tidak ingin bekerja sama dengan NAP lokal dan akan menggunakan Laser Link yang menghubungkan setiap satelitnya sebagai backbone internet untuk layanan di Indonesia.

"Jika hal tersebut terjadi maka pemerintah tidak akan dapat melakukan apapun karena semua infrastruktur yang dipergunakan tidak ada yang bisa mematuhi peraturan dan hukum yang ada di Indonesia," kata Pratama dalam keterangan tertulisnya.

Selain itu dengan akan semakin masifnya perkembangan Starlink juga membuat masalah baru untuk aparat penegakan hukum serta intelijen, karena alat-alat lawfull intercept dan monitoring yang sudah mereka miliki tidak akan terpakai karena perbedaan teknologi yang dipergunakan.

"Hal tersebut menyebabkan seolah-oleh aparat penegakan hukum dan intelijen kita buta dan tuli terhadap komunikasi yang dilewatkan Starlink tersebut," kata Pratama.

Meskipun saat ini kegiatan lawfull intercept dan monitoring masih bisa dilakukan melalui NAP lokal dimana Starlink membeli bandwidth, namun tidak ada jaminan bahwa Starlink hanya akan menggunakan bandwith internet dari NAP lokal saja.

Karena sebetulnya, jelas Pratama, tanpa bekerja sama dengan NAP lokal Starlink bisa memanfaatkan sistem Laser Link yang mereka miliki yang menghubungkan setiap satelitnya karena Laser Link ini juga bisa dimanfaatkan untuk menyediakan backbone ke internet.

Sehingga tanpa bekerja sama dengan NAP lokal pun Starlink masih mampu menyediakan backbone internetnya sendiri. Terlebih dalam satu laser link tersebut bisa melewatkan trafik internet sampai 100 Gbps.

Oleh karena itu, yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah bagaimana memastikan bahwa Starlink mengikuti persyaratan-persyaratan yang diberikan, sehingga bangsa ini masih memiliki kedaulatan digital meskipun ada Starlink di tanah air.

"Jangan sampai sekarang Starlink masih mau memenuhi persyaratan tersebut, namun di masa depan mereka tidak mentaatinya, salah satunya adalah memastikan bahwa trafik internet di Indonesia melalui Starlink hanya dilewatkan NAP lokal dan tidak menggunakan laser link sebagai backbone layanan Starlink di Indonesia." pungkasnya.


(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pakar Siber Ungkap Risiko Tersembunyi Starlink Buat Negara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular