Tanda Kiamat Picu Turbulensi Qatar Airways, Ini Penjelasan Pakar

Redaksi, CNBC Indonesia
27 May 2024 14:31
Tim penyelamat bekerja di dekat pesawat Qatar Airways setelah mengalami Turbulensi dahsyat di wilayah Turki, menyebabkan enam penumpang dan enam awak pesawat terluka. (X @aviationbrk)
Foto: Tim penyelamat bekerja di dekat pesawat Qatar Airways setelah mengalami Turbulensi dahsyat di wilayah Turki, menyebabkan enam penumpang dan enam awak pesawat terluka. (X @aviationbrk)

Jakarta, CNBC Indonesia - Insiden turbulensi maskapai penerbangan makin sering terjadi. Pada Selasa (21/5) pekan lalu, Singapore Airlines mengalami turbulensi hebat hingga harus mendadak darurat di Bangkok Thailand.

Terbaru, Qatar Airways juga mengalami turbulensi di Turki pada pukul 08.06 waktu setempat, tetapi berhasil mendarat di Bandara Dublin pada pukul 13.00, Minggu (26/5) pukul 13.00 waktu setempat.

Namun, insiden turbulensi menyebabkan 12 orang terluka. Lantas, sebenarnya apa yang menyebabkan turbulensi penerbangan terjadi?

Menguti National Geographic, Senin (27/5/2024), turbulensi merupakan pusaran udara yang kacau dan berubah-ubah, sehingga mengganggu penerbangan.

Penampakan turbulensi menyerupai rangkaian asap yang mengepul dan berubah menjadi pusaran tidak teratur. Turbulensi paling umum yang dialami oleh penerbangan disebabkan tiga hal, yakni kondisi gunung, aliran jet, dan badai.

Sama seperti gelombang laut yang pecah di pantai, udara juga membentuk gelombang saat bertemu dengan pegunungan. Sementara sebagian udara mengalir dengan mulus ke atas dan ke depan, sebagian massa udara berkerumun di pegunungan itu sendiri, tidak punya tempat lain selain naik.

Gelombang gunung ini dapat merambat dalam bentuk osilasi yang lebar dan lembut ke atmosfer, namun juga dapat pecah menjadi banyak arus yang bergejolak, yang kita alami sebagai turbulensi.

Selain itu, udara yang tidak teratur terkait dengan aliran jet, yakni jalur angin kencang yang sempit dan berkelok-kelok. Hal ini disebabkan perbedaan kecepatan angin saat pesawat bergerak menjauh dari wilayah dengan kecepatan angin maksimum. Kecepatan angin yang melambat memicu terjadinya turbulensi.

Meskipun mudah untuk memahami turbulensi yang disebabkan oleh badai petir, penemuan yang relatif baru oleh para peneliti adalah badai dapat menimbulkan kondisi bergelombang di langit yang jauh.

Pertumbuhan pesat awan badai mendorong udara menjauh, menghasilkan gelombang di atmosfer yang dapat pecah menjadi turbulensi ratusan hingga ribuan mil jauhnya, kata Robert Sharman, peneliti turbulensi di Pusat Penelitian Atmosfer Nasional (NCAR).

Masing-masing skenario ini dapat menyebabkan "turbulensi udara jernih", atau CAT, jenis gangguan yang paling tidak dapat diprediksi atau teramati.

CAT sering kali menjadi penyebab cedera sedang hingga parah, karena dapat terjadi secara tiba-tiba sehingga awak pesawat tidak punya waktu untuk menginstruksikan penumpang untuk memasang sabuk pengaman.

Menurut Administrasi Penerbangan Federal, 146 penumpang dan awak dilaporkan terluka parah akibat turbulensi antara tahun 2009 dan 2021.

Perubahan iklim juga dikatakan dapat makin memperburuk turbulensi.

Paul Williams, seorang ilmuwan atmosfer di University of Reading di Inggris, memperkirakan bahwa pada tahun 2050 hingga 2080, perubahan aliran jet akibat perubahan iklim akan mengakibatkan peningkatan CAT sebesar 113% di Amerika Utara, dan sebanyak 181% di atas Atlantik Utara.

Dia saat ini bekerja dengan Airbus untuk menerjemahkan proyeksi tersebut ke dalam parameter desain pesawat.

"Pesawat yang dirancang oleh pabrikan saat ini masih akan terbang pada tahun 2050an, 60an, dan 70an, dan mereka harus menahan guncangan yang akan mereka terima," kata Williams.

"Ini masih dalam tahap awal, namun mereka sudah mempertimbangkan apakah diperlukan penyesuaian pada badan pesawat mereka agar lebih kuat," kata dia.


(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Matahari Terbit dari Barat Jadi Tanda Kiamat, NASA Ungkap Fakta Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular