Petaka Ancam Masa Depan Manusia, AS-China Diminta Tanggung Jawab

Redaksi, CNBC Indonesia
Rabu, 22/05/2024 14:10 WIB
Foto: Bendera Tiongkok dan AS berkibar di dekat Bund, jelang delegasi perdagangan AS bertemu dengan China di Shanghai, Cina 30 Juli 2019. REUTERS / Aly Song

Jakarta, CNBC Indonesia - Raksasa teknologi berlomba-lomba mengembangkan sistem kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Meski manfaatnya besar, tetapi risikonya juga berdampak pada nasib manusia di masa depan.

Beberapa dampak negatif yang kerap digembar-gemborkan adalah potensi AI merampas pekerjaan manusia, penyebaran disinformasi yang kian masif, hingga dampak lingkungan.

Amerika Serikat (AS) dan China menjadi dua negara yang paling kencang berupaya mendominasi AI. Bahkan, persaingan keduanya dihiasi pembatasan ekspor teknologi satu sama lain.

Kendati demikian, kedua negara diminta duduk bareng dan bertanggung jawab untuk menjamin pengembangan AI yang aman bagi umat manusia


Sebanyak 16 perusahaan yang menjadi garda depan pengembangan AI menggelar pertemuan global untuk membahas hal ini.

Adapun perusahaan-perusahaan yang berkomitmen untuk menjamin keamanan AI antara lain Google, Meta, Microsoft, OpenAI, Tencent, Meituan, dan Xiaomi.

Mereka juga dibekingi oleh deklarasi dari negara-negara yang tergabung dalam G7, yakni Singapura, Australia, Korea Selatan, dan Uni Eropa, dalam pertemuan virtual yang digelar PM Inggris Rishi Sunak dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol.

Kantor Presiden Korea Selatan mengatakan semua pihak sepakat memprioritaskan keamanan AI, inovasi, dan inklusivitas.

"Kita semua harus memastikan keamanan AI untuk melindungi kesejahteraan dan demokrasi di masyarakat," kata Yoon, sembari menyinggung soal risiko deepfake yang kian marak, dikutip dari Reuters, Rabu (22/5/2024).

Para peserta pertemuan mencatat pentingnya keselarasan dalam kerangka kerja antar negara, rencana kerja sama antar lembaga keamanan, serta koordinasi antar lembaga internasional dalam menyoroti berbagai risiko masa depan.

"Sangat penting untuk membuat kesepakatan internasional dalam menentukan 'garis merah' soal apa yang tak bisa dilakukan pada pengembangan AI," kata Beth Barnes, pendiri METR, kelompok yang mempromosikan keamanan AI.

Ilmuwan Yoshua Bengio yang dijuluki 'Godfather AI' menyambut adanya komitmen internasional untuk isu ini. Namun, ia mengatakan komitmen sukarela itu harus dibarengi regulasi yang mengikat.


(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Inovasi TRON Kembangkan Kendaraan Listrik Berbasis Swap Battery