Diblokir Facebook, Australia Undang RI Berguru Soal Aturan Jokowi

Intan Rakhmayanti, CNBC Indonesia
03 May 2024 14:40
FILE PHOTO: People are silhouetted as they pose with laptops in front of a screen projected with a Facebook logo, in this picture illustration taken in Zenica October 29, 2014. REUTERS/Dado Ruvic/File Photo
Foto: Facebook (REUTERS/Dado Ruvic)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia diundang oleh Australia untuk belajar soal penerapan aturan Publisher Rights. Undangan tersebut karena Australia sudah lebih dulu punya aturan serupa yakni News Bargaining Code.

Kabar ini diungkap oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong.

"Baru rencana ini ya, kita sudah berkomunikasi Australia akan mengundang kita untuk belajar bagaimana menerapkan Publisher Rights," kata Usman saat acara Ngopi Bareng di Kantor Kominfo, Jumat (3/5/2024).

"Karena Australia sudah ada News Bargaining Code," imbuhnya.

Di Australia, kata Usman aturan ini ada di bawah kewenangan lembaga seperti KPPU. Sampai saat ini, Pemerintah Indonesia masih menunggu undangan tersebut, pasalnya mereka akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk mengatur waktu kapan Kominfo bisa berkunjung ke sana.

"Australia sangat welcome untuk mengundang kita, sebab kita ini negara Asia pertama yang punya aturan terkait platform global, jadi mereka antusias untuk memberi kita ruang belajar," jelasnya.

Sebelumnya, Facebook sempat memblokir konten berita di Australia karena aturan News Bargaining Code pada 2021 lalu. Namun, akhirnya Facebook menyerah dan sepakat membayar berita.

Terbaru, Facebook kembali mengumumkan pada April 2024 bahwa pihaknya menyetop pembayaran konten berita di Australia dan menutup tab berita bagi pengguna negara tersebut, dikutip dari The Guardian.

Publisher Rights di Indonesia sendiri resmi disahkan pada perayaan Hari Pers Nasional 2024 oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Aturan itu untuk mengatur agar platform digital bisa mendukung jurnalisme berkualitas.

Dia mengatakan aturan tersebut dilaksanakan karena bersifat mandatory. Selain itu, monetisasi berita yang dipublikasikan platform harusnya juga dibagi kepada perusahaan media.

"Karena memang bagi sejumlah platform, konten berita adalah sumber pendapatan. Tuntutan aturan ini untuk mau berbagi [pendapatan ke media]. Karena mereka sudah mendapatkan situasi gratis, lalu dimonetisasi oleh mereka. Masa enggak mau [bayar]," kata Usman dalam kesempatan yang berbeda. .

Sebelum aturan tersebut diundangkan, Usman mengungkapkan sudah ada platform yang bekerja sama dengan beberapa perusahaan media. Ada beberapa faktor yang menurutnya jadi latar belakang hal tersebut terjadi, termasuk soal bagi hasil publikasi berita.

Usman menambahkan ada juga perusahaan media yang tidak mengizinkan beritanya ada di platform digital.

"Tapi boleh enggak perusahaan pers enggak kerja sama? Boleh perusahaan pers enggak kerja sama. Ada media online yang enggak kita temui beritanya di search engine, ada yang enggak mau kerja sama," jelasnya.

Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas itu mengatur soal berbagai hal yang mendukung kerja media. Termasuk bentuk kerja sama antara perusahaan media dengan platform digital.

Pasal 7 ayat (2) menyebutkan kerja sama dalam bentuk lisensi berbayar, bagi hasil, dan berbagi data agregat berita. Selain itu juga diperbolehkan melakukan kerja sama bentuk lain yang disepakati dua belah pihak.


(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Update Aturan Jokowi, Google Cs Siap-Siap Bayar Berita di RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular