Pesan Buat Pencinta Kripto, Jangan Berharap Soal Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang kripto atau cryptocurrency digunakan sebagai alat pembayaran di beberapa negara. Lantas bagaimana dengan di Indonesia?
Belva Driantama VP Corporate Strategic Indodax menjelaskan bahwa cryptocurrency tidak bisa menjadi alat pembayaran di Indonesia. Hal ini karena harganya yang sangat fluktuatif.
"Kalau misalnya kita bicara criptocurrency secara general as long as saya bisa bilang itu adalah impossible (untuk jadi alat pembayaran)," kata Belva dalam acara Selular Media Network (SMN) di Jakarta, Kamis (25/4/2024).
Lebih lanjut ia menyebut kripto dibedakan menjadi 3 jenis yakni Bitcoin, Altcoin, dan Stablecoin. Dari ketiganya, Bitcoin menjadi jenis yang paling tidak mungkin untuk dijadikan alat pembayaran karena bersifat fluktuasi.
"Beda cerita kalau alat pembayarannya pakai stablecoin karena stablecoin itu langsung ke fiat aslinya, ada USDT dan sebagainya," ujarnya.
"Kalau bicara menggunakan stablecoin sebagai alat pembayaran itu ya bisa dibilang masih possible, tapi kalau kripto secara general sangat tidak mungkin," dia menjelaskan.
Selain itu sesuai dengan undang-undang, alat pembayaran yang sah di Indonesia hanya rupiah. Artinya akan sulit mewujudkan kripto sebagai alat pembayaran karena harus mengubah Undang-undang.
Namun dengan adanya perkembangan teknologi blockchain, Indonesia sudah menyiapkan roadmap penggunaan Central Bank Digital Currency (CBDC).
Dengan CBDC, bisa dilihat lebih transparan seperti kapan pemerintah mencetak uang, berapa supply yang ada saat ini.
"CBDC adalah uang digital yang diterbitkan dan peredarannya dikontrol oleh bank sentral, dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah untuk menggantikan uang kartal," kata Belva.
Adapun negara yang sudah menerapkan CDBC di antaranya, Jamaica, Zimbabwe, Bahamas, Nigeria, serta 18 negara yang masih melakukan pilot project terkait CBDC.
"Selain itu, sejumlah sektor finansial yang bisa tergantikan oleh teknologi Blockchain, di antaranya Pegadaian, remitan internasional, hingga pasar modal." pungkasnya.
(dem/dem)