Tanda Kiamat di Mana-Mana, Peneliti Ungkap Petaka Baru

Redaksi, CNBC Indonesia
05 April 2024 04:00
A view from the edge of space is seen from Virgin Galactic's manned space tourism rocket plane SpaceShipTwo during a space test flight over Mojave, California, U.S. December 13, 2018. Virgin Galactic/Handout via REUTERS.  ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. NO ARCHIVES, NO SALES.
Foto: Pemandangan dari tepi angkasa terlihat dari pesawat ruang angkasa pariwisata roket berawak Virgin Galactic, SpaceShipTwo, selama penerbangan uji antariksa di atas Mojave, California, AS, 13 Desember 2018. Virgin Galactic / Handout melalui REUTERS.

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah studi menjelaskan kaitan antara perubahan iklim dengan inflasi yang meningkat. Dalam jurnal Communications Earth & Environment, dampak pemanasan global dan cuaca ekstrem diprediksi akan memicu kenaikan harga dan inflasi pangan.

"Kami menemukan bahwa kondisi suhu yang diproyeksikan pada tahun 2035 di bawah pemanasan di masa depan menyiratkan peningkatan tekanan inflasi di seluruh dunia," tulis para peneliti dari Institut Potsdam untuk Penelitian Dampak Iklim dan Bank Sentral Eropa, dikutip dari Business Insider, Jumat (5/4/2024).

Tanda 'kiamat' yang kian jelas di mana-mana dengan kenaikan temperatur Bumi dan lelehan gunung es dikatakan berkontribusi pada peningkatan rata-rata inflasi pangan sebesar 3,23% per tahun secara global. Dalam dekade mendatang, inflasi umum bisa terdorong naik 1,18%.

"Setelah tahun 2035, besarnya perkiraan tekanan terhadap inflasi sangat berbeda antar skenario emisi. Hal ini menunjukkan mitigasi gas rumah kaca secara tegas dapat menguranginya secara signifikan," tulis mereka.

Perubahan iklim mulai memengaruhi berbagai sektor perekonomian, meningkatkan biaya perumahan di daerah-daerah dengan risiko iklim tinggi, serta memicu kekurangan pasokan komoditas pangan di seluruh dunia, mulai dari minyak zaitun hingga kakao.

Menurut peneliti, bahan pangan kemungkinan besar menjadi komponen inflasi terbesar yang terkena dampaknya. Dampak inflasi juga tidak akan seimbang, dengan tekanan terbesar terjadi pada negara-negara di Afrika dan Amerika Selatan.

Tekanan-tekanan tersebut dapat diatasi dengan pendekatan kebijakan yang tepat, namun para peneliti juga memperingatkan bahwa jika emisi tidak dikurangi maka dampak inflasi akan semakin buruk.

"Dalam skenario emisi terbaik, tekanan eksogen terhadap inflasi hanya sedikit lebih besar pada tahun 2060 dibandingkan pada tahun 2035, namun skenario emisi terburuk akan menyebabkan tekanan terhadap inflasi pangan melebihi 4% [per tahun] di sebagian besar dunia," kata para peneliti.


(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tanda Kiamat Makin Cepat, Pakar Dunia Sebut Indonesia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular