Kejayaan TikTok Mulai Runtuh, Ini Penyebabnya

Redaksi, CNBC Indonesia
04 March 2024 15:05
A logo of a smartphone app TikTok is seen on a user post on a smartphone screen Monday, Sept. 28, 2020, in Tokyo. (AP Photo/Kiichiro Sato)
Foto: AP/Kiichiro Sato

Jakarta, CNBC Indonesia - TikTok disorot dunia karena popularitasnya yang melonjak sejak pandemi menghantam dunia. Platform asal China tersebut mampu menggaet para Gen Z dan menjadi salah satu media sosial dengan basis pengguna terbesar saat ini.

Namun, popularitas TikTok diramal akan segera memasuki era stagnan, bahkan merosot. Salah satunya dipicu oleh hilangnya kontrak TikTok dengan Universal Music Group, yang membuat lagu-lagu Taylor Swift, J Balvin, dkk, dihapus dari platform tersebut.

Tanda berikutnya, data terbaru dari Sensor Tower pada awal 2024 menunjukkan pertumbuhan TikTok mulai menurun sepanjang 2023.

Platform dengan pengguna aktif bulanan (MUA) terbanyak sedunia sepanjang tahun lalu dipegang oleh Facebook, lalu diikuti WhatsApp, Instagram, Messenger. Selanjutnya, TikTok berada di peringkat ke-5.

Pertumbuhan pengguna TikTok sebenarnya masih positif 3% secara rata-rata tiap kuartal sepanjang tahun lalu. Namun, peningkatan itu menurun dari yang sebelumnya 12% secara rata-rata tiap kuartal pada 2022.

Laporan Slate mengatakan perlambatan pertumbuhan TikTok salah satunya disebabkan sodoran iklan yang membludak di platform tersebut untuk membujuk penggunanya berbelanja di fitur e-commerce TikTok Shop.

Selain itu, banyaknya disinformasi yang tersebar di TikTok dan konten-konten AI yang menjadi spam di platform tersebut juga dikatakan menjadi pemicu.

Gesekan juga terjadi di internal perusahaan. TikTok dan induknya ByteDance terlibat kasus dugaan diskriminasi gender. Selain itu, PHK juga menyebabkan para pekerja menjadi waswas.

Isu diskriminasi gender dikatakan membuat pertumbuhan dan valuasi TikTok secara umum merosot di akhir 2023.

Slate mencatat bahwa TikTok tak akan lenyap atau berdarah-darah. Namun, platform ini akan menghadapi tekanan dalam upayanya mengganti peran dari media sosial menjadi platform e-commerce.

Pendapatan TikTok ke depan digadang-gadang akan lebih berasal dari belanja konsumen di dalam aplikasi, ketimbang dari pendapatan iklan.

Belum lagi, kondisi geopolitik yang memanas antara AS dan China turut menyudutkan posisi TikTok. AS telah melarang penggunaan TikTok di lingkungan pemerintaan, meski secara mengejutkan Presiden Joe Biden terang-terangan membuat akun TikTok untuk kampanye.


(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Donald Trump Janji Bela TikTok Walau Dulu Hajar China

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular