Sengketa Google Cs dan Media Soal Aturan Jokowi, Ini Solusinya
Jakarta, CNBC Indonesia - Aturan Publisher Rights yang disahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewajibkan adanya komite independen yang bertugas sebagai pengawas. Dirjen IKP Kementerian Kominfo, Usman Kansong menjelaskan komite tengah dibentuk oleh Dewan Pers.
"Sekarang ini Dewan Pers sedang bekerja membentuk komite. Sebagaimana diatur dalam Perpres, komite terdiri dari maksimal 11 orang atau berjumlah gasal bisa 9 bisa 7 tetapi yang diharapkan 11," kata Usman ditemui di kantor Kementerian Kominfo, Jumat (1/3/2024).
Dari jumlah tersebut, lima orang berasal dari Dewan Pers. Dengan catatan, mereka tidak terikat dengan perusahaan pers.
Sementara itu, 5 orang lainnya diusulkan oleh Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam). orang yang diusulkan merupakan pakar, profesional atau berasal dari masyarakat.
Pemerintah juga memiliki perwakilan satu orang dalam komite. Ini berasal dari Kementerian Kominfo.
"Kemudian 5 diusulkan Kemenkopolhukam sebagai perwakilan pakar, profesional atau masyarakat. Yang satu dari Kominfo," jelasnya.
Aturan terkait Komite tersebut tertuang dalam Pasal 9 Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas. Dalam pasal tersebut disebutkan komite dibentuk Dewan Pers dan bersifat independen.
"Komite ini akan bekerja secara independen dan yang membentuk adalah Dewan Pers," kata Usman.
Penyelesaian Sengketa Media vs Platform Digital
Perpres tersebut juga menugaskan komite untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa antara platform dengan perusahaan pers. Ini tertuang dalam Pasal 11 poin C, berikut bunyi aturan tersebut:
"Pelaksanaan fasilitasi dalam arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa antara Perusahaan Platform Digital dan Perusahaan Pers sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan," tertulis dalam Perpres Publisher Rights.
"Jadi salah satu komite memediasi ada perbedaan pendapat antara platform dan perusahaan pers," kata Usman.
Usman mengharapkan tidak ada masalah saat penerapan aturan ini nanti. Karena bentuknya tidak seperti di luar negeri, Indonesia mengadopsi bentuk kerja sama.
Diberitakan sebelumnya beberapa negara lain yang mengadopsi aturan Publisher Rights menemukan masalah baru. Sebab, beberapa platform enggan membayar kepada perusahaan pers.
Sementara di Indonesia, kerja sama tidak hanya untuk membayar berita yang ditayangkan. Namun ada beberapa bentuk kerja sama, yang tertulis dalam Pasal 7 ayat (2).
Kerja samanya seperti lisensi berbayar, bagi hasil, dan berbagi data agregat pengguna berita. Terakhir ada poin bentuk kerja sama lain yang disepakati oleh dua belah pihak.
"Apa yang terjadi di negara lain, mudah-mudahan di Indonesia tidak terjadi. Karena memang sudah menjelaskan kepada mereka bicara kepada mereka, business model nya berbeda. Kalau kita kerja sama," jelasnya.
Kerja sama itu diserahkan secara B2B antar perusahaan pers dan platform digital. Namun jika tidak ada kesepakatan kerja sama antara penyedia platform dan perusahaan media, bisa ditangani oleh komite.
Selain itu, isu soal kerja sama bisa dibawa sesuai dengan aturan hukum yang ada di Indonesia. Sebab, Perpres Publisher Rights di Indonesia tidak mengandung sanksi.
"Pakai undang-undang lain, kita puinya KKPU, UU Arbitrase. Para pihak mungkin membawa kasus yang sesuai dengan UU yang berlaku di Indonesia," kata Usman.
(fab/fab)