
Viral Konten Kiamat Sesat, YouTube Cuan Rp 209 Miliar

Jakarta, CNBC Indonesia - YouTube menghasilkan jutaan dolar per tahun dari iklan di channel yang membuat berita sesat soal 'kiamat' perubahan iklim. Ini terjadi karena kreator konten menggunakan taktik baru demi menghindari kebijakan platform mengenai misinformasi.
Pusat Penanggulangan Kebencian Digital (CCDH) menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk meninjau transkrip dari 12.058 video sejak enam tahun terakhir yang ada di YouTube.
Saluran-saluran tersebut mempromosikan konten yang melemahkan konsensus ilmiah mengenai perubahan iklim, di mana perilaku manusia berkontribusi terhadap perubahan suhu dan pola cuaca dalam jangka panjang.
CCDH, sebuah organisasi nirlaba yang memantau ujaran kebencian online, mengatakan analisisnya menemukan konten soal 'kiamat' ini menjadi klaim palsu bahwa pemanasan global tidak terjadi atau tidak disebabkan oleh gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil.
Padahal menurut kebijakan Google, video yang mendukung klaim tersebut secara eksplisit dilarang menghasilkan pendapatan iklan di YouTube.
Sebaliknya, laporan tersebut menemukan bahwa tahun lalu 70% konten penolakan iklim di saluran-saluran yang dianalisis berfokus pada serangan terhadap solusi iklim. Konten-konten itu menyebut solusi iklim tidak relevan dan tidak bisa dilaksanakan.
Mereka menggambarkan seolah pemanasan global sebagai hal yang tidak berbahaya bahkan bermanfaat, atau menganggap ilmu pengetahuan tentang iklim dan gerakan lingkungan hidup sebagai hal yang tidak dapat diandalkan. Video dengan narasi seperti ini naik 35% dari lima tahun sebelumnya.
"Sebuah front baru telah terbuka dalam pertempuran ini," kata Imran Ahmed, kepala eksekutif CCDH, dikutip dari Reuters, Rabu (17/1/2024).
"Orang-orang yang telah kami amati, mereka beralih dari mengatakan bahwa perubahan iklim tidak terjadi, sekarang mengatakan, 'Hei, perubahan iklim sedang terjadi tetapi tidak ada harapan. Tidak ada solusi.'" imbuhnya.
YouTube menghasilkan hingga US$13,4 juta (Rp 209 miliar) per tahun dari iklan di saluran yang dianalisis laporan tersebut. Para peneliti itu mengatakan model AI dibuat untuk dapat membedakan antara skeptisisme yang masuk akal dan informasi palsu.
Dalam pernyataannya, YouTube tidak mengomentari secara langsung laporan tersebut namun membela kebijakannya.
"Debat atau diskusi mengenai topik perubahan iklim, termasuk seputar kebijakan publik atau penelitian, diperbolehkan," kata juru bicara YouTube. "Namun, ketika konten melewati batas penolakan terhadap perubahan iklim, kami berhenti menampilkan iklan di video tersebut."
CCDH meminta YouTube untuk memperbarui kebijakannya mengenai konten penolakan perubahan iklim dan mengatakan analisis tersebut dapat membantu gerakan lingkungan untuk memerangi klaim palsu tentang pemanasan global secara lebih luas.
(fab/fab)
Next Article Bill Gates Saja Menyerah, Jadwal Kiamat Tak Bisa Ditunda
