
Heboh Kasus Face Recognition, KAI Bisa Langgar Hukum
Jakarta, CNBC Indonesia - Belum lama ini ramai soal penggunaan teknologi face recognition (pemindai wajah) di Stasiun Bandung. Direktur Eksekutif Elsam, Wahyudi Djafar menjelaskan implementasi teknologi ini memiliki beberapa persoalan.
Salah satunya data biometrik dalam UU Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) merupakan data spesifik. Ini memerlukan tingkat perlindungan tinggi dan konsen dari subyek datanya.
"Bahkan dalam pemrosesannya dia membutuhkan eksplisit konsen dari si subyek datanya," kata Wahyudi kepada CNBC Indonesia, Selasa (21/11/2023).
Namun, Wahyudi menjelaskan masyarakat belum memahami konteks penggunaan teknologi biometrik pada PT KAI. Termasuk terkait kebijakan pemrosesan data tersebut.
"Saya contohkan begini. Kan ada proses pendaftaran wajah. Bagaimana penyimpanan data tersebut? Apakah KAI akan menyimpan secara terus-menerus data rekam wajah atau segera dimusnahkan ketika orang boarding?," ungkap dia.
Dia juga mempertanyakan tujuan penggunaan data tersebut. Sebab, KAI sejauh ini diketahui hanya menggunakan data tersebut untuk verifikasi dan otentifikasi penumpang kereta yang akan boarding.
Sementara itu, penggunaan data biometrik biasanya digunakan untuk tujuan yang berisiko. Misalnya pada transaksi keuangan maupun perbankan.
"Kemudian menjadi pertanyaan tujuannya hanya verifikasi dan otentifikasi saat penumpang boarding. Kenapa harus menggunakan data biometrik? Padahal dengan data yang lain tidak memiliki risiko lebih tinggi sudah bisa dilakukan," ujarnya.
Jauh sebelum penerapan face recognition, penumpang kereta yang akan boarding cukup menunjukkan tiket dengan kartu identitas saja. Menurut Wahyudi, secara prinsip sebenarnya cukup menggunakan data-data tertentu saja.
"Dalam pemrosesan data pribadi kan tujuan spesifik, ada prinsip data minimalization. Untuk mencapai data yang spesifik itu sebenarnya cukup menggunakan data yang mana sih. Cukup memproses data apa aja sih," jelas Wahyudi.
"Jika tujuannya semata untuk boarding kenapa kemudian harus menggunakan data biometrik?," ia mempertanyakan.
Penjelasan KAI
VP Public Relation PT Kereta Api Indonesia, Joni Martinus menjelaskan data penumpang akan disimpan selama digunakan oleh penumpang. Namun data akan dihapus jika selama setahun penumpang tidak menggunakan layanan kereta api.
"Data akan disimpan sepanjang penumpang mempergunakan layanan KA. Jika dalam waktu 1 tahun tidak menggunakan layanan KA, maka data penumpang akan dihapus," kata Joni kepada CNBC Indonesia, Kamis (23/11/2023).
Joni menjelaskan penumpang juga bisa mengajukan penghapusan datanya. Mereka perlu mengajukan penghapusan data kepada pihak KAI.
Dia juga memastikan data yang diberikan penumpang akan dipergunakan hanya untuk proses boarding saja. "Data nama, NIK, dan foto akan disimpan pada infrastruktur KAI dan hanya dipergunakan untuk proses boarding menggunakan Face Recognition Boarding Gate," jelas dia.
Penggunaan face recognition juga dipastikan tidak dipaksakan. Joni mengatakan KAI memberikan pilihan penumpang untuk boarding baik dengan pemindaian wajah maupun manual.
Bagi penumpang akan diminta persetujuan melakukan perekaman untuk layanan face recognition. Permintaan persetujuan ini baik yang diajukan melalui aplikasi Access by KAI maupun pendaftaran langsung di stasiun.
"Bagi penumpang yang menghendaki boarding melalui Face Recognition, maka setiap penumpang telah terlebih dahulu memberikan persetujuan perekaman untuk Face Recognition pada saat proses pendaftarannya, baik pendaftaran di Access by KAI ataupun di stasiun," kata Joni.
Sementara yang tidak berkenan, fasilitas boarding manual masih disediakan. "Bagi penumpang yang tidak berkenan menggunakan Face Recognition, KAI masih tetap menyediakan fasilitas boarding manual dan penumpang masih tetap bisa dilayani," pungkasnya.
(npb/npb)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Naik Kereta di Stasiun Gambir Tak Pakai KTP, Ini Gantinya
