Elon Musk Patuh Aturan Jokowi, Bayar Berita Tapi Ada Syarat

Intan Rakhmayanti Dewi, CNBC Indonesia
Selasa, 22/08/2023 20:20 WIB
Foto: Infografis/ Elon Musk Kasih Peringatan ke China, Xi Jinping Bisa Lengser/ Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - X (dulunya Twitter) menjadi salah satu platform yang digunakan banyak netizen untuk membaca berita. Banyak grup media yang turut membagikan tautan berita mereka ke platform itu setiap hari.

Saat ini, format berita di X terdiri dari tajuk berita utama (headline), teks singkat dari isi berita, tautan, serta foto.

Agaknya, Elon Musk ingin mengubah format tersebut dengan menghilangkan headline, dilansir dari Fortune, Selasa (22/8/2023).


Kebijakan baru ini membuat postingan hanya akan menampilkan foto dan tautan artikel tersebut.

Organisasi media yang ingin membagikan sepotong teks harus mengetiknya secara manual via aplikasi Twitter. Ada dua alasan Musk memberlakukan kebijakan ini. 

Pertama, menghapus judul akan mengosongkan ruang di timeline untuk menampilkan lebih banyak postingan kepada pengguna.

Selain itu, Musk ingin 'memaksa' jurnalis untuk menulis artikelnya langsung di X.

Elon Musk Ingin Jurnalis Dapat Cuan Lebih

Di akun pribadinya, miliarder tersebut mengatakan bahwa jurnalis bisa mendapatkan penghasilan lebih tinggi dengan menerbitkan artikelnya langsung di X. 

Rumor tersebut tampaknya masuk akal, karena pembaruan terkini pada aplikasi X menambahkan label yang menampilkan URL situs web di atas gambar artikel yang dibagikan.

Meskipun, para pengiklan menentang perubahan ini.  Tentu saja, jika perubahan ini benar-benar diterapkan maka dampaknya akan sangat besar bagi para media online, penulis, jurnalis, dan kreator.

Meskipun mengklik gambar masih mengarahkan pengguna ke situs web, headline merupakan unsur penting yang meyakinkan orang untuk mengklik artikel berita. Tanpa hal ini, publikasi-publikasi ini pasti akan kehilangan perhatian dari orang-orang di Twitter.

Aturan ini mirip dengan yang diinisiasi oleh Presiden Joko Widodo yakni Publisher Rights. Aturan tersebut diungkap saat perayaan hari pers nasional bulan Februari lalu. Bahkan secara khusus aturan tersebut dititipkan pada Budi dan Wakil Menkominfo Nezar Patria yang baru dilantik 17 Juli lalu.

Ditemui usai pelantikan, Nezar mengatakan Publisher Rights masuk dalam agenda. Dia juga mengatakan akan mengabarkan hasilnya secepat mungkin.

"Masuk dalam agenda yang dicatat dan akan dibicarakan. Namun kami baru dapat amanah, jadi harus mapping lagi," jelasnya kala itu.

Google sendiri sudah mengomentari wacana tersebut secara resmi. Salah satu poin yang diminta Google adalah diskusi soal aturan ini melibatkan lembaga independen yang bisa melihat kepentingan dari berbagai pihak.

Sebagai informasi, sebelum Indonesia, ada Kanada dan Australia sudah lebih dulu memberlakukan kebijakan serupa. Google dan Facebook mengancam pemblokiran artikel berita di platform masing-masing.


(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Adopsi Teknologi Tinggi, Infrastruktur Digital Makin Diperkuat