Tiru Inggris, RI Siap-siap Pangkas 27.000 Aplikasi Birokrasi
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas memastikan, pemerintah akan terus melaksanakan proses digitalisasi dalam sistem birokrasi, salah satunya memangkas puluhan ribu aplikasi pelayanan publik di pemerintahan.
Pemangkasan itu dilaksanakan melalui Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE) sesuai dengan landasan hukumnya dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 132 Tahun 2022 tentang Arsitektur SPBE. Sebanyak 27.000 aplikasi pemerintah pusat dan daerah akan terdampak aturan itu.
"SPBE ini mendorong tidak lagi mendorong banyaknya aplikasi, tapi bagaimana meng-interoperabilitas-kan," kata dia dalam acara Economic Update CNBC Indonesia, seperti dikutip Sabtu (15/7/2023).
Melalui pemangkasan puluhan ribu aplikasi itu, ia menilai, masyarakat tak lagi harus membuat banyak akun dalam aplikasi pelayanan publik di kementerian atau lembaga dan Pemerintah Daerah (Pemda), sebab semua data akan terintegrasi sehingga pengurusannya menjadi sederhana.
"Kan ada banyak layanan yang muncul tumbuh di berbagai daerah, tapi rakyat bingung karena banyak aplikasi sehingga bayangkan kalau banyak aplikasi maka rakyat harus membuat akun, dan itu akan menyibukkan," tegasnya.
Pemangkasan aplikasi pelayanan publik ini menurutnya sudah menjadi tren di tingkat global, salah satunya Inggris, sebagai negara peringkat 10 terbaik dunia untuk urusan e-government. Menurut Anas, Inggris juga telah memangkas ribuan aplikasi pelayanan publik pemerintahannya.
Mengutip E-Government Survey 2022 PBB atau United Nation, untuk E-Government Development Index Inggris berada di posisi 11, sedangkan Indonesia berada di peringkat 77. Peringkat ke-1 adalah Denmark.
"Ini bukan hanya problem Indonesia, Inggris saja yang menjadi digital government 10 terbaik dunia awalnya ada 2.000 website, jadi begitu banyak, sekarang sudah disatukan tinggal 15 saja," ucapnya.
Banyaknya aplikasi pelayanan publik di Indonesia selama ini menurut Anas disebabkan banyaknya vendor yang menjajakan pembuatan aplikasi baru kepada elit-elit pemerintahan, sehingga bukannya menyederhanakan proses birokrasi.
"Tetapi ingat SPBE ini bukan membuat aplikasi baru. Tapi kan sekarang ini ada tren hampir setiap inovasi itu kemudian membuat aplikasi. Nah, banyaknya vendor yang di sekitar para elite baik di pusat di daerah ini kadang mendorong kita untuk terus memproduksi banyak aplikasi," tuturnya.
Anas belum memastikan seberapa banyak aplikasi yang akan dipangkas hingga akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ia hanya bisa memastikan interoperabilitas dari digitalisasi pelayanan publik ini akan rampung pada 2024.
"Karena kita tidak ingin mensentralkan aplikasi, tapi prinsip SPBE ini menginteroperabilitaskan, jadi meng-connect-kan, tentu tidak bisa semua, misal di Kementerian Keuangan dengan perpajakan nanti tinggal di interoperabilitaskan," tuturnya.
"Oleh karena itu sekarang kita sedang mendorong daerah-daerah dan K/L untuk mulai membuat satu portal layanan publik di internalnya. Jadi orang kalau mau urus sesuatu antar dirgen di dalam kementerian mestinya di cukup satu portal itu, begitu juga di Pemda," tegas Anas.
(dce)