Glodok Tempat Orang Tersingkir yang Jadi Pusat Teknologi RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Kawasan Glodok terkenal sebagai salah satu pusat perdagangan elektronik terbesar di Jakarta. Di sana, masyarakat bisa mudah menemukan berbagai jenis produk elektronik dari berbagai merek.
Popularitas Glodok sebagai sentra bisnis sebenarnya sudah dikenal sejak masa kolonial. Hanya saja, seiring waktu berganti, objek penjualannya selalu berbeda. Tidak selalu menjual barang elektronik.
Dalam sejarahnya, keberadaan Glodok yang dihuni orang etnis Tionghoa bermula sejak tahun 1740. Kedatangan mereka imbas kebijakan VOC yang ingin mengawasi tingkah laku etnis Tionghoa di Batavia. Sebab, sebelumnya terjadi pemberontakan besar dari kelompok Tionghoa terhadap militer VOC.
Alhasil, dari peristiwa yang kemudian dikenal sebagai 'Geger Pecinan' ini, VOC ingin mengelompokkan orang Tionghoa yang sempat dianggap berbahaya itu supaya bisa terkontrol. Dan, mengacu pada Asal-usul Mama Tempat di Jakarta (2012), tempat bermukim orang Tionghoa itulah yang kini disebut Glodok.
Di tempat tinggal baru itulah, orang Tionghoa melakukan berbagai kegiatan ekonomi agar bisa hidup. Ada yang menjajakan jasa, seperti buruh kasar. Ada pula yang berdagang. Khusus kegiatan perdagangan, memang kawasan tersebut sangat diuntungkan karena dekat dengan muara. Jadi, kapal-kapal dari pelabuhan Sunda Kelapa bisa mudah masuk ke Glodok lewat kanal yang membelah kota.
Lebih lanjut, masifnya perdagangan ini juga disebabkan oleh posisi strategis Glodok dalam sudut pandang filsafat China. Budayawan Eddy Prabowo Sutanto kepada CNN Indonesia menjelaskan bahwa Glodok memenuhi kriteria kepercayaan masyarakat Tionghoa kalau tempat yang baik selalu memiliki unsur gunung di belakang dan air di depan.
Apabila dilihat secara geografis, Glodok kenyataannya tersambung dengan sumber air di Utara yang konon dalam kepercayaan China sama artinya dengan pengaliran rezeki. Atas dasar ini pula, banyak orang Tionghoa tinggal di Jakarta Utara dan Barat karena memiliki sumber air.
Berkat lokasi strategis inilah, Glodok kemudian menjadi sentra bisnis. Seperti yang sudah diungkap, objek penjualannya terus berubah seiring waktu. Di masa kolonial, mereka biasa menjual gula dan komoditas kebun lainnya. Begitu pula saat era teknologi berkembang.
Karena berhubung sudah telanjur jadi tempat bisnis, didirikanlah pusat perbelanjaan elektronik Glodok Plaza oleh PT Multi Raya Properties pada 1977. Dalam laman resminya, Glodok Plaza mengklaim sebagai perintis pusat perbelanjaan modern terbesar di Indonesia, bahkan Asia Tenggara. Kala itu, luasnya mencapai 1 hektare, terbagi menjadi 6 lantai yang diisi 750 kios.
Sejak itulah, seiring tingginya penjualan elektronik, Glodok kemudian terasosiasikan sebagai sentra perdagangan elektronik hingga saat ini.
Hanya saja, meski objek penjualannya berbeda seluruh penjualnya masih didominasi oleh keturunan Tionghoa yang juga bermukin di sana. Tak heran, apabila Glodok juga dikenal sebagai "China Town" Jakarta.
[Gambas:Video CNBC]