Bukan Cuma Penipuan, Binance Pernah Kena Kasus Kartel Narkoba
Jakarta, CNBC Indonesia - Binance terseret kasus dugaan penipuan yang melibatkan uang para penggunanya. Namun jauh sebelum itu, perusahaan pernah diduga diisi transaksi tindakan kejahatan termasuk penjualan narkoba.
Laporan ini berasal dari Reuters dalam rentang waktu 2017-2021. Catatannya disusun dua perusahaan analis blockchain dari pemeriksaan catatan kejahatan pengadilan, penyataan penegak hukum dan data blockhain.
Selama empat tahun itu, Reuters mencatat transaksi US$2,35 miliar (Rp 34,9 triliun). Semuanya berasal dari penjualan obat terlarang, penipuan investasi, dan peretasan.
Pada Januari 2022, Reuters juga melaporkan Binance telah sengaja menerapkan sistem anti pencucian uang yang lemah. Ini dilakukan perusahaan hingga pertengahan 2021, dan diperkirakan para pegawai senior telah dimulai sejak tiga tahun sebelumnya.
Dana besar transaksi itu, menurut laporan Reuters, mencakup sebagian kecil total volume perdagangan di bursa Binance.
Data disebutkan berasal dari pasar darknet untuk narkotika, senjata dan barang ilegal lain. Di dalamnya dituliskan periode tahun 2017 hingga 2022.
Dilaporkan jika pembeli dan penjual Hydra, pasar dark web berbahasa Rusia, bertransaksi dengan kripto melalui Binance. Total transaksinya mencapai US$780 juta (Rp 11,6 triliun).
Peneliti Chainalysis juga pernah membuat laporan soal keuangan Binance dari tindak kriminal pada 2020. Menurut laporan tersebut, perusahaan menerima US$220 juta (Rp 3,2 triliun) hanya pada 2019 saja.
CEO Binance, Changpeng Zhao mengatakan jika laporan Chainalysis sebagai 'etika bisnis yang buruk'. Sementara untuk laporan awal Reuters mengatakan Binance menolak permintaan wawancara dengan bosnya, namun Chief Communications Offier Patrick Hillmann mengatakan perusahaan tidak menganggap perhitungan tersebut akurat.
Sementara itu dalam kasus terbaru, Komisi Bursa Amerika Serikat (SEC) menuduh Binance telah mencampurkan miliaran dolar dana penggunanya. Hasil uang tersebut dikirimkan ke perusahaan terpisah yang juga dikendalikan Zhao, namun praktik ini dilakukan tanpa sepengatahuan siapapun.
SEC juga menuding Binance maupun Zhao menempatkan uang para investor pada aset dengan risiko yang signifikan. Sementara catatan pengaduan lembaga menyebutkan sekitar Juni 2018 hingga Juli 2021, Binance mendapatkan sekitar US$11,6 miliar (Rp 172,33 triliun) dan sebagian besar dari biaya transaksi.