Bapak AI Sebut ChatGPT Lebih Bahaya dari 'Kiamat'

Redaksi, CNBC Indonesia
08 May 2023 11:40
Ilmuwan komputer Geoffrey Hinton, yang mempelajari jaringan saraf yang digunakan dalam aplikasi kecerdasan buatan, berpose di kantor pusat Google Mountain View, California, Rabu, 25 Maret 2015.
Foto: Ilmuwan komputer Geoffrey Hinton, yang mempelajari jaringan saraf yang digunakan dalam aplikasi kecerdasan buatan, berpose di kantor pusat Google Mountain View, California, Rabu, 25 Maret 2015. (File Foto - AP/Noah Berger)

AI menjadi pembahasan di mana-mana setelah ChatGPT hadir dan menggemparkan industri teknologi pada akhir 2022 lalu. Padahal, AI sudah lumayan lama dikembangkan.

Hinton adalah salah satu orang yang paling lama mendedikasikan diri terhadap pengembangan teknologi AI. Sebelum bekerja di Google, ia mulai mendalami neural networks yang merupakan cikal bakal AI dan deep learning pada 1972, sebagai mahasiswa di University of Edinburgh.

Pada 1980, ia menjadi profesor di Carnegie Mellon University. Hinton sempat ditawarkan duit dari AS dan Pentagon untuk penelitiannya.

Namun, ia lebih memilih melakukan penelitiannya dengan pendanaan dari Kanada. Ia mengatakan sangat menghindari penggunaan AI untuk senjata.

Selanjutnya, pada 2012, Hinton dan 2 mahasiswanya menciptakan neural networks yang bisa mengidentifikasi ribuan foto dan mempelajari pola objek-objek di dalamnya. Salah satu mahasiswanya adalah Ilya Sutskever yang menjabat Chief Scientist OpenAI sejak 2018. OpenAI adalah perusahaan yang mengembangkan ChatGPT.

Google kemudian membeli perusahaan rintisan Hinton senilai US$ 44 juta. Sejak saat itu, Hinton menghabiskan lebih dari 1 dekade untuk menyempurnakan produk AI Google hingga akhirnya memutuskan berhenti baru-baru ini.

(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular