
Surat Terbuka Warga Afrika untuk Facebook, Isinya Menohok!

Jakarta, CNBC Indonesia - Surat terbuka ditujukan untuk Facebook yang berisi luapan isi hati warga Ethiopia, Afrika. Lugas dan padat, inti surat tersebut meminta Facebook berhenti menjadi 'mesin penebar kebencian'.
Surat tersebut dibuat oleh sekumpulan aktivis dan lembaga akuntabilitas teknologi yang mewakili warga Ethiopia. Facebook dianggap bertanggung jawab atas memanasnya konflik etnis dan perang saudara di bagian timur Afrika tersebut.
"Dengan kegagalan Facebook meningkatkan keamanan dan memperkerjakan moderator konten yang memadai, Meta telah mengobarkan api kebencian dan berkontribusi pada ribuan kematian di Ethiopia," begitu bunyi surat terbuka tersebut.
Sebelumnya, laporan Insider menyebut Meta kerap mengabaikan peringatan dari warga lokal soal konten yang mengandung kebencian di Facebook. Hal tersebut diungkap 6 ahli dari Ethiopia yang diwawancara Insider.
Pada 2017, Facebook juga menjadi salah satu biang kerok kekerasan terhadap Muslim Rohingya di Myanmar. Kala itu, Meta menunjuk jaringan mitra terpercaya untuk melakukan moderasi konten.
Mitra tersebut dikontrak oleh Meta untuk memberikan keahlian lokal dan linguistik. Namun, mitra terpercaya Meta di Ethiopia mengaku Facebook tak benar-benar serius memblokir konten kebencian.
Mereka mengatakan Meta kadang mengabaikan atau menunda respons terhadap konten yang sifatnya berbahaya. Padahal, di era internet, penyebaran konten berbahaya bisa mengakibatkan kematian seseorang.
Pada 2021 lalu, mitra terpercaya Meta mengatakan telah meminta raksasa tersebut bertindak atas konten kebencian yang menargetkan Meareg Amare, seorang profesor kimia dari Tigray.
Sayangnya, Meta tak melakukan aksi cepat. Amare akhirnya terbunuh di luar rumahnya, 5 minggu setelah postingan pertama tersebar di Facebook.
Anak Amare dan 2 aktivis yang menandatangani petisi akhirnya melayangkan gugatan hukum senilai US$ 1,6 miliar ke Meta di Kenya. Cori Crider, direktur firma hukum non-profit Foxglove Legal asal Inggris ikut mengawal tuntutan tersebut.
"Facebook tahu bahwa profesor dan intelektual asal Tigray sudah berkali-kali diancam dan diserang di platformnya, namun tak bertindak apa-apa," kata dia.
"Jika Facebook bertindak setelah diberi peringatan, profesor Amare mungkin masih hidup saat ini," ia melanjutkan.
Menanggapi hal ini, Facebook hanya mengeluarkan pernyataan template. "Masukan dari warga dan organisasi lokal menjadi pemandu kami untuk menjaga keamanan dan integritas di Ethiopia," kata perwakilan Meta.
Perang saudara di Ethiopia sudah berlangsung sejak akhir 2020. Kala itu, PM Ethiopia Abiy Ahmed memerintahkan serangan terhadap kamp-kamp federal di Tigray karena ada dugaan pengkhianatan.
Ia menyalahkan partai yang berkuasa di kawasan itu, TPLF, yang selama 3 dekade menguasai politik Ethiopia sebelum akhirnya Abiy menjabat. Dari situ, perang terus bergulir dan memakan korban.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Facebook Bagi-Bagi Duit Rp 10,86 Triliun, Ini Cara Klaimnya