
Hati-hati! Konten 'Ngemis Online' Ciptakan Generasi Pemalas

- Ironis! Maraknya konten live di sebuah media sosial yang mengeksploitasi orang tua, anak-anak dan kelompok disabilitas untuk mengemis merepresentasikan tanda kemunduran atau krisis sosial dalam masyarakat yang terjadi akibat efek samping perkembangan cepat teknologi informasi.
- Fenomena ini renungan bagi kita semua, kemajuan teknologi informasi harus dibarengi dengan peningkatan kemampuan penggunanya untuk dapat menganalisa dan mencermati setiap konten yang tayang.
Jakarta, CNBC Indonesia - Kemajuan teknologi informasi saat ini mendekatkan manusia di seluruh dunia menembus batas negara. Belakangan, fenomena ngemis online dengan cara 'mandi lumpur' tengah marak di aplikasi TikTok. Ini menandakan kreatifitas berujung menciptakan mental yang pemalas.
"The development of technology, information and communication (ICT) has brought several changes in society"
Inilah ungkapan yang pas untuk menggambarkan mirisnya fenomena yang terjadi belakangan ini. Di sisi lain, memang aplikasi TikTok kini tengah marak di Dunia, bahkan di Indonesia. Popularitas TikTok semakin meroket dalam beberapa tahun terakhir.
Menilik data Business of Apps pengguna aktif TikTok dunia mencapai 1,6 miliar pengguna di dunia. Angka ini naik 32,1% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 1,21 miliar pengguna.
Bahkan kalau kita menilik laporan riset We Are Social, Indonesia berada di urutan ke-2 dengan jumlah pengguna aktif TikTok sebesar 99,1 juta orang. Pengguna TikTok di Indonesia rata-rata menghabiskan waktu di TikTok sebanyak 23,1 jam per bulan.
Dengan potensi banyaknya pengguna ini, Kemudahan komunikasi secara online yang disaksikan banyak orang, menjadi peluang pembuat konten untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya
Berbagai bentuk penyajian konten menjadi ladang untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dalam waktu singkat dan mengesampingkan masalah moralitas.
Sebagai catatan, tidak semua pembuat konten menyajikan tayangan yang mendidik, akan tetapi menghadirkan kegiatan negatif seperti kegiatan mengemis dengan mengeksploitasi orang tua, anak-anak atau kelompok disabilitas.
Cara 'Ngemis Online': Bukan Kreatifitas Tapi Mental Pemalas
TikTok memiliki fitur TikTok Gifts berupa sticker yang bisa diberikan penonton Live TikTok Anda ketika Anda sedang melangsungkan Live. Cara ini merupakan cara menghasilkan uang dari live TikTok yang bisa dilakukan siapapun, tidak penting orang tersebut memiliki bisnis atau tidak.
TikTok Gifts ini memiliki tingkatan berbeda, di mana semakin mahal gift yang diberikan penonton, maka semakin banyak pula penghasilan yang bisa Anda dapatkan.
Untuk mendapatkan banyak gifts dari penonton, usahakan untuk tetap berusaha menjadi interaktif dengan penonton, sehingga mereka akan merasa terapresiasi dan memberikan gift untuk live TikTok Anda.
Tidak sedikit netizen yang memberikangift(hadiah) dalam tayangan konten orang mandi lumpur yang disiarkan secaralive streaming. Hal tersebut mendorong kreator untuk meneruskan pembuatan konten seperti itu.
Para pembuat konten ini melakukan aksi mulai dari mengguyur diri sendiri dengan air hingga mandi lumpur selama berjam-jam, yang disiarkan secara langsung di TikTok. Bahkan, ada juga yang mengklaim mandi lumpur hingga 24 jam. Untuk bentuk siarannya, biasanya seseorang akan duduk di sebuah kursi yang diletakkan di tengah sebuah kolam berisi air keruh sembari memegang gayung.
Talent akan menyirami dirinya sendiri, sembari mengucapkan terima kasih kepada para penonton yang telah memberinya koin.
Pada akhirnya, fenomena ini mendapat respon dari pemerintah, termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Kominfo meminta TikTok untuk takedown konten tersebut dan tidak menayangkannya.
"Betul. Kominfo meminta Tiktok men-take down dan tidak menayangkan (konten mandi lumpur)," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kominfo Usman Kansong, kepada CNBC Indonesia melalui pesan singkat, Senin (30/1/2023).
Bukan salah inovasi TikTok giftnya namun salah perilaku penggunanya. Dilansir detikBali, pemilik akun TikTok, Intan Komalasari atau @intan_komalasari92, mengaku bisa meraup uang hingga Rp 2 juta untuk sekalilivemandi lumpur lewat akun TikTok miliknya. Jumlah cuan yang dihasilkan itu lalu dia bagi dengan pemeran yang bersedia mandi lumpur.
Akun TikTok Intan sendiri telah menampilkan secara live tiga orang emak-emak berinisial LS (49), IR (54), dan HRT (43) untuk mandi lumpur.
Dengan besaran yang cuan yang berhasil di dapatkan, tak heran kalau banyak yang mengikuti kebiasaan ini: melakukan live, kemudian mandi lumpur untuk mengemis gift dari para penontonnya. Ironisnya, ini malah mengancam generasi di Tanah Air sehingga memunculkan jiwa-jiwa pemalas.
Bukan hanya itu, eksploitasi orang tua kerap dilakukan untuk mendapatkan perhatian. Perlu diketahui, Menteri Sosial menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penertiban Kegiatan Eksploitasi dan/atau Kegiatan Mengemis yang Memanfaatkan Lanjut Usia, Anak, Penyandang Disabilitas, dan/atau Kelompok Rentan Lainnya.
Inti dari SE tersebut menghimbau Para gubernur dan bupati/wali kota untuk melindungi dan mencegah adanya kegiatan mengemis baik secara offline maupun online di media sosial yang mengeksploitasi para lanjut usia, anak, penyandang disabilitas, maupun kelompok rentan lainnya.
Sekali lagi, ini patut terus menjadi perhatian Kominfo, Mensos, dan Platform TikTok Indonesia. Terlebih, berdasarkan demografi, mayoritas pengguna TikTok didominasi oleh kalangan generasi muda di bawah usia 30 tahun. Kelompok usia 20 hingga 29 tahun menyumbang persentase jumlah pengguna TikTok terbesar yakni mencapai 35%.
Fenomena ini renungan bagi kita semua, kemajuan teknologi informasi harus dibarengi dengan peningkatan kemampuan penggunanya untuk dapat menganalisa dan mencermati setiap konten yang tayang.
Selain itu, ini merupakan salah satu dampak dari masyarakat yang semakin dinamis, selaras dengan perkembangan teknologi, dan informasi. Namun, semakin banyak perhatian dan kontribusi yang diberikan netizen sulit menghentikannya.
Tayangan konten secara live streaming yang mengeksploitasi orang tua, anak-anak dan kelompok disabilitas untuk mengemis merepresentasikan tanda kemunduran atau krisis sosial dalam masyarakat yang terjadi akibat efek samping perkembangan cepat teknologi informasi.
Dengan maraknya kejadian ini, platform media sosial seharusnya memberikan aturan yang lebih ketat terhadap kontennya. Sebab, jika dibiarkan platform tersebut bisa dipenuhi konten yang tidak bermutu.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)